Crispy

Soal Wacana Hukuman Mati, Formappi: Apakah Jaksa Agung Berani Melawan Oligarki?

  • Halius Hosen mengatakan pembicaraan soal hukuman mati tidak bisa sepotong sepotong, tapi menyeluruh.
  • Lagi pula, hukuman mati bagi koruptor karena, karena korupsi selalu dekat dengan elite.

JERNIH — Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan tidak terlalu yakin gagasan hukuman mati untuk koruptor terealiasi.

“Apakah Jaksa Agung berani melawan oligarki,” kata Lucius kepada wartawan. “Apalagi, masih banyak kasus korupsi yang mangkrak di Kejaksaan Agung.”

Wacana hukuman mati bagi koruptor kali pertama disuarakan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Banyak orang menolak gagasan itu. Bahkan Jaksa Agung ST Burhanuddin dituding sekedar berwacana.

Menurut Lucius, iklim korupsi yang sistemik membuat gagasan hukuman mati tidak akan mudah elite partai politik di DPR. “Korupsi selalu dekat dengan elite, maka tak mungkin merancang hukuman berat,” kata Lucius.

Soal kasus-kasus mangkrak. menurut Lucius, Komisi III DPR semestinya mengawasi dasi sisi manajemen kejaksaan. Ketika sebuah kasus tanpa kejelasan, tugas DPR untuk bertanya kepada kejaksaan.

“Saya kita tidak banyak yang bisa diharapkan dari Komisis III DPR untuk mendorong Kejaksaan Agung memproses kasus-kasus yan mangkrak,” ujarnya.

Kinerja Kejaksaan Agung, menurut Lucius, juga tidak maksimal meski dalam kasus tertentu mendapat apresiasi karena insiiatifnya menangani korupsi.

“Tapi itu tidak bisa menutupi banyaknya kerja lain Kejaksaan Agung yang sampai saat ini tidak tuntas,” katanya.

Belakangan Kejaksaan Agung lebih menyoroti kasus Jiwasraya dan Asabri. Seharusnya, DPR menegur Kejaksaan Agung agar jangan berkutat di satu atau dua kasus dan membiarkan status lain mangkrak.

Mantan ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Halius Hosen mengatakan tidak mudah bagi seorang jaksa menuntut hukuman mati. “Syarat hukuman maksimum adalah tidak ada sedikit pun perbuatan yang meringankan,” kata Halius. “Ini petunjuk hukum yang harus dijadikan pedoman agar tidak sembarangan menuntut koruptor dengan hukuman mati.”

Menurutnya, pembicaraan soal hukuman mati tidak bisa sepotong-potong, tapi harus menyeluruh. Hukuman mati menjadi tidak efektif jika pada hukumannya saja, atau pada proses dan eksekusi.

“Artinya, jaksa agung harus punya kajian mendalam dan matang, serta belajar dari negara lain,” katanya.

Soal banyak kasus mangkrak di tangan Kejaksaan Agung, Halius mengatakan; “Itu utang yang harus menjadi prioritas untuk diselesaikan. Sebab menggantung nasib orang tidak boleh.”

Back to top button