Crispy

Ribuan Kematian Warga Sipil yang Disembunyikan Pentagon Selama Bertahun-tahun Dibongkar

Misalnya, sesaat sebelum pukul tiga pagi pada 19 Juli 2016, pasukan Operasi Khusus Amerika mengebom apa yang mereka yakini sebagai tiga “daerah pementasan” ISIS di pinggiran Tokhar, sebuah dusun tepi sungai di Suriah utara. Mereka melaporkan 85 kombatan tewas. Yang sebenarnya, pasukan AS menghantam rumah-rumah yang jauh dari garis depan, di mana para petani, keluarga mereka dan masyarakat lokal lainnya harus berlarian mencari perlindungan dari pemboman dan hujan tembakan. Lebih dari 120 penduduk desa tewas.

JERNIH—Media massa terkemuka Amerika Serikat, The New York Times, membongkar dokumen rahasia yang menegaskan bahwa selama ini Pentagon telah menyembunyikan adanya ribuan korban sipil dalam berbagai serangan AS terhadap ‘musuh’ mereka.

Artikel panjang The Times itu—sekitar 40 halaman—disebutkan menjadi bagian pertama dari seri pembongkaran rahasia yang dipendam dalam-dalam oleh Pentagon tersebut. “Bagian kedua akan mengulas korban manusia dari perang udara yang dilakukan AS,” tulis The Times.

Tulisan tersebut menyayangkan janji kosong yang diumumkan seputar perang terkini, yakni dilancarkan pesawat tak berawak dan bom presisi. Kebalikan dengan ‘ubrus’—bahasa Sunda slank untuk omong kosong–yang dilontarkan, dokumen-dokumen itu menunjukkan intelijen yang cacat, penargetan yang salah, dan terutama kematian ribuan warga sipil selama bertahun-tahun tanpa atau hanya dengan sedikit pertanggungjawaban AS.

Misalnya, sesaat sebelum pukul tiga pagi pada 19 Juli 2016, pasukan Operasi Khusus Amerika mengebom apa yang mereka yakini sebagai tiga “daerah pementasan” ISIS di pinggiran Tokhar, sebuah dusun tepi sungai di Suriah utara. Mereka melaporkan 85 kombatan tewas. Yang sebenarnya, pasukan AS menghantam rumah-rumah yang jauh dari garis depan, di mana para petani, keluarga mereka dan masyarakat lokal lainnya harus berlarian mencari perlindungan dari pemboman dan hujan tembakan. Lebih dari 120 penduduk desa tewas.

Pada awal 2017 di Irak, sebuah pesawat perang Amerika menabrak kendaraan berwarna gelap, yang diyakini sebagai bom mobil, yang berhenti di persimpangan di lingkungan Wadi Hajar di Mosul Barat. Sebenarnya, mobil itu tidak membawa bom, tetapi seorang pria bernama Majid Mahmoud Ahmed, istri dan dua anak mereka, yang melarikan diri untuk mencari selamat dari pertempuran di dekatnya. Mereka dan tiga warga sipil lainnya tewas.

Pada November 2015, setelah mengamati seorang pria menyeret “benda berat yang tidak diketahui” ke dalam “area pertempuran” pada posisi defensif  ISIS, pasukan Amerika menyerang sebuah bangunan di Ramadi, Irak. Sebuah tinjauan militer menemukan bahwa objek itu sebenarnya adalah “seseorang bertubuh kecil”–seorang anak — yang ikut tewas dalam serangan itu.

Kasus-kasus tersebut diambil dari arsip Pentagon yang tersembunyi tentang perang udara Amerika di Timur Tengah sejak 2014.

Kumpulan dokumen — penilaian rahasia militer sendiri atas lebih dari 1.300 laporan korban sipil, yang diperoleh The New York Times — itu mengungkapkan bagaimana perang udara ditandai oleh intelijen yang sangat cacat, penargetan yang terburu-buru dan seringkali tidak tepat, dan kematian ribuan warga sipil, banyak dari mereka anak-anak, sangat kontras dengan citra pemerintah Amerika tentang perang yang dilancarkan oleh pesawat tak berawak dan bom presisi.

Dokumen-dokumen tersebut juga menunjukkan bahwa meskipun sistem Pentagon sangat terkodifikasi untuk memeriksa korban sipil, janji transparansi dan akuntabilitas hanya memberi jalan bagi ketidakjelasan dan impunitas. Hanya dalam beberapa kasus penilaian tersebut dipublikasikan. Tidak satu pun catatan yang diberikan mencakup temuan pelanggaran atau tindakan disipliner. Kurang dari selusin pembayaran belasungkawa dilakukan, meskipun banyak penyintas mengalami kecacatan yang membutuhkan perawatan medis yang mahal. Upaya terdokumentasi untuk mengidentifikasi akar penyebab atau pelajaran yang dipetik, jarang terjadi.

Kampanye udara merupakan transformasi mendasar dari peperangan yang terbentuk pada tahun-tahun terakhir pemerintahan Obama, di tengah semakin tidak populernya perang yang telah merenggut lebih dari 6.000 anggota militer Amerika itu.

Amerika Serikat menukar banyak sepatu botnya di darat dengan gudang pesawat yang diarahkan oleh pengontrol yang duduk di depan komputer, seringkali ribuan mil jauhnya. Presiden Barack Obama menyebutnya “serangan udara paling tepat dalam sejarah.”

Ini adalah janjinya: “Teknologi luar biasa” Amerika akan memungkinkan militer membunuh orang yang tepat sambil menjaga sebaik mungkin agar tidak melukai orang yang salah.

Di Afghanistan, penyelidikan Times menemukan bahwa serangan pesawat tak berawak di Kabul pada bulan Agustus, yang menurut pejabat Amerika telah menghancurkan sebuah kendaraan yang sarat dengan bom, malah membunuh 10 anggota satu keluarga sipil Afghanistan.

The Times baru-baru ini melaporkan bahwa puluhan warga sipil tewas dalam pemboman 2019 di Suriah, yang disembunyikan militer dari pandangan publik. Serangan itu diperintahkan oleh sel penyerang rahasia bernama Talon Anvil yang, menurut orang-orang yang bekerja dengannya, sering kali menghindari prosedur yang dimaksudkan untuk melindungi warga sipil. Talon Anvil mengeksekusi sebagian besar perang udara AS melawan ISIS di Suriah.

Pentagon secara teratur menerbitkan ringkasan sederhana dari insiden korban sipil, dan baru-baru ini memerintahkan penyelidikan tingkat tinggi baru dari serangan udara Suriah 2019. Tetapi dalam kasus yang jarang terjadi di mana kegagalan diakui secara publik, mereka cenderung dicirikan sebagai tidak beruntung, tidak dapat dihindari dan tidak biasa.

Menanggapi pertanyaan The Times, Kapten Bill Urban, juru bicara Komando Pusat AS, mengatakan bahwa “Bahkan dengan teknologi terbaik di dunia, kesalahan memang terjadi, baik berdasarkan informasi yang tidak lengkap atau salah tafsir dari informasi yang tersedia. Dan kami mencoba belajar dari kesalahan itu,” kata Urban, enteng.  

Dia menambahkan: “Kami bekerja dengan rajin untuk menghindari bahaya seperti itu. Kami menyelidiki setiap contoh yang kredibel. Dan kami menyesali setiap hilangnya nyawa tak berdosa.”

Selebihnya, laporan bagian pertama sepanjang sekitar 40 halaman itu akan menjelaskan lebih rinci. [The New York Times]

Back to top button