Kompolnas Minta Dua Oknum Polisi Pengeroyok Remaja Dihukum Maksimal
“Kami mendorong para pelaku untuk diproses pidana dengan mengacu pada UU Perlindungan Anak dengan pemberatan, karena para pelaku adalah aparat kepolisian. Selain itu perlu juga diproses kode etik dengan ancaman hukuman maksimum PTDH”
JAKARTA – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) akhirnya angkat bicara atas tindakan oknum polisi yang mengeroyok remaja berusia 14 tahun di Bidara Cina, Jakarta Timur, pada 11 November 2021 lalu. Dimana korban dipukuli dengan tangan kosong dan tongkat Polri oleh kedua oknum polisi berinisial TP dan SS.
Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, berharap Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian (Propam) mengusut tuntas kasus ini, apalagi kedua oknum merupakan anggota Mabes Polri.
“Kami sangat prihatin dan menyesalkan jika ada anggota Polri yang masih menggunakan kekerasan, apalagi terhadap anak-anak. Kami berharap Propam segera mengusut tuntas dugaan pengeroyokan yang dilakukan anggota terhadap anak-anak tersebut,” ujarnya di Jakarta, Jumat (24/12/2021).
Menurut dia, kasus tersebut bisa dikatakan bentuk penyiksaan. Karena itu, perlu diselidiki lebih dalam motif pengeroyokan tersebut. Sehingga hukuman terhadap oknum polisi dapat mengacu pada undang-undang perlindungan anak, sehingga bisa menjadi pemberatan hukuman bagi oknum yang terlibat pengeroyokan.
“Jika pelaku adalah anggota Polri, maka kekerasan yang dilakukan dapat disebut penyiksaan. Perlu diperiksa apakah para pelaku dalam rangka tugas atau tidak? Jika tidak dalam rangka tugas, perlu diperiksa juga apakah para pelaku dalam kondisi sadar atau dalam pengaruh narkoba/miras, sehingga melakukan kekerasan,” kata dia.
“Kami mendorong para pelaku untuk diproses pidana dengan mengacu pada UU Perlindungan Anak dengan pemberatan, karena para pelaku adalah aparat kepolisian. Selain itu perlu juga diproses kode etik dengan ancaman hukuman maksimum PTDH,” Poengky menambahkan.
Tindakan kekerasan berlebihan yang dilakukan polisi bertentangan dengan reformasi kultural polri. Hal itu berdasarkan Perkap Nomor 8 tahun 2009 terkait implementasi prinsip dan standar HAM. Karena itu, ia berharap pendidikan HAM di sekolah-sekolah Kepolisian perlu lebih menerapkan praktik ketimbang teori yang mudah dilupakan siswa.
“Perlu saya tambahkan bahwa kekerasan berlebihan jelas-jelas bertentangan dengan Reformasi Kultural Polri. Polri sudah punya Perkap no. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM, sehingga harus benar-benar dipahami dan dilaksanakan,” katanya.
Sebelumnya, Dua oknum polisi dilaporkan atas dugaan pengeroyokan terhadap remaja berusia 14 tahun di Bidara Cina, Jakarta Timur. Kedua oknum polisi tersebut merupakan anggota Mabes Polri. Saat ini keduanya masih berstatus sebagai saksi.
“Itu (pelaku) ada anggota Mabes Polri. Proses tetap berjalan,” kata Kapolres Jakarta Timur, Kombes Erwin Kurniawan.
Pihaknya juga melibatkan Propam Polres Metro Jakarta Timur untuk mendalami pemeriksaan terhadap dua oknum polisi itu. “Sementara ini masih kami yang nangani, karena pidananya di kami. Belum ada kebijakan untuk menarik ke Polda. Jadi tetap kami yang periksa di Propam kita,” ujar dia.
Dalam kasus ini, polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya dua buah tongkat besi warna hitam berlogo Tribata Polri, satu unit kendaraan roda empat dan pakaian terduga pelaku.