Mempolisikan Enam Orang Buruh, Gubernur Banten Dianggap Tak Berempati
Meski pihak kuasa hukum Pemprov Banten sudah membuka opsi jalan damai guna menyelesaikan persoalan tersebut, Aspek Indonesia mejustru menilai pernyataan Wahidin beberapa waktu lalu, dianggap memicu kemarahan buruh di seluruh Indonesia.
JENRIH- Setelah Polda Banten menetapkan enam orang tersangka terkait kasus penggerudukan kantor Gubernur Banten, Wahidin, pada 24 Desember 2021 lalu, atas laporan kuasa hukum Pemprov Banten, kini giliran Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia), Mirah Sumirat melontarkan kecaman.
Mirah menyayangkan, sikap Gubernur Banten yang tak menaruh empati terhadap aspirasi buruh Banten, meski berstatus sebagai warganya sendiri.
Keenam orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Senin (27/12) ini adalah AP (46), SH (33), SR (22), SWP (20), OS (28), dan MHF (25). Mereka ditangkap pada 25 dan 26 Desember 2021.
AP, SH dan SWP disangkakan melanggar Pasar 207 KUHP tentang penghinaan terhadap kekuasaan. Sementara OS dan MHF disangkakan Pasal 170 KUHP tentang pengrusakan.
Meski pihak kuasa hukum Pemprov Banten sudah membuka opsi jalan damai guna menyelesaikan persoalan tersebut, Aspek Indonesia mejustru menilai pernyataan Wahidin beberapa waktu lalu, dianggap memicu kemarahan buruh di seluruh Indonesia.
“Pernyataan Gubernur Banten itu telah merendahkan dan menyinggung harga diri buruh Indonesia karena telah melanggengkan praktek rezim upah murah dan tidak aspiratif dalam menerima masukan dari serikat buruh khususnya di Banten,” kata Mirah dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.
Wahidin juga dianggap tak menaruh empati kepada buruh, lantaran mengeluarkan pernyataan kalau pengusaha sebaiknya mengganti saja pekerja yang tak menerima Upah Minimum Provinsi yang sudah ditetapkan.
Aspek Indonesia mendesak agar Gubernur Banten segera menarik laporannya dan meminta Polda Banten membebaskan buruh dari segala tuntutan hukum.[]