Vaksin Merah Putih Terhambat, Dampak Lembaga Eijkman Dilebur ke BRIN?
“Kalau Lembaga Eijkman diberi kesempatan, diberi fasilitas dan diberi anggaran seperti waktu kami ditugaskan tahun 2020, maka vaksin harusnya bisa lebih cepat”
JAKARTA – Dampak peleburan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman atau lebih dikenal Eijkman ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), membuat vaksin Merah Putih mengalami keterlambatan.
Padahal pada Maret 2020, Eijkman mendapatkan penugasan dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) untuk mengembangkan bibit vaksin untuk Covid-19.
“Kalau Lembaga Eijkman diberi kesempatan, diberi fasilitas dan diberi anggaran seperti waktu kami ditugaskan tahun 2020, maka vaksin harusnya bisa lebih cepat,” ujar Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Senin (17/1/2022).
Izin penggunaan darurat untuk vaksin Merah Putih, lanjut Amin, belum bisa didapatkan pada pertengahan 2022 seperti jadwal yang ditetapkan sebelumnya.
“Melihat perkembangan, di mana saat ini masih dalam proses pembahasan, kelihatannya belum bisa selesai di pertengahan tahun ini,” kata dia.
“Tapi yang (vaksin) Merah Putih Eijkman mungkin masih sampai akhir tahun ini atau awal tahun 2023, tergantung proses uji klinik dan sebagainya,” Amin menambahkan.
Ia pun berharap, dengan dukungan semua pihak termasuk Komisi VII DPR RI, bisa mempercepat dan memastikan kualitas vaksin Merah Putih untuk menjawab kebutuhan bangsa Indonesia dalam menangani pandemi COVID-19.
Nantinya, PT Bio Farma dengan BRIN bakal membahas proses bibit vaksin Covid-19, yaitu persiapan uji praklinik, dan kemudian dilanjutkan ke uji klinik 1, 2 dan 3.
Pada Desember 2020, Eijkman menyelesaikan sekitar 85-90 persen dari pengembangan bibit vaksin. Pada Januari 2021, bibit vaksin diberikan kepada PT Bio Farma. Setelah mitra industri itu meninjau bibit vaksin tersebut, ternyata bibit vaksin belum memenuhi persyaratan industri karena yield masih belum cukup tinggi, kemurnian, dan imunogenisitasnya masih harus diuji.
Karena itu, Eijkman mengusulkan anggaran untuk melakukan kegiatan riset untuk optimasi bibit vaksin sesuai dengan permintaan industri seperti untuk peningkatan yield, kemurnian dan imunogenisitasnya.
Anggaran tersebut sudah disetujui oleh Kementerian Riset dan Teknologi. Namun, Eijkman dilebur ke BRIN, sehingga anggaran yang sebelumnya sudah disetujui, tidak kunjung cair.
Walau demikian, para peneliti di laboratorium terus berupaya meningkatkan hal-hal yang diminta industri. Bahkan menempatkan dua peneliti di PT Bio Farma untuk melakukan secara paralel pengembangan selanjutnya, agar bibit vaksin memenuhi persyaratan industri.