Perancang Istana Negara IKN Bilang Butuh Rp 2 Triliun, Ridwan Kamil : Ga Masuk akal
“Nanti itu yang jelas DED-nya ada baru bisa, kalau perkiraan rencana anggaran biaya (RAB), RAB estimasi itu kalau kita melihat orang membangun hotel-lah. Sekarang kalau hotel bintang 5 dengan luasan sekian ya kurang lebih mirip lah (kebutuhan biayanya),” kata Nyoman menjelaskan.
JERNIH-Dalam tayangan di kanal Youtube Akbar Faisal Uncensored, pada Minggu 23 Januari lalu, I Nyoman Nuarta, perancang Istana Negara di ibu kota negara yang baru menyebutkan, pembangunan Istana Presiden, menurut hitungan kasarnya menghabiskan dana sebanyak Rp 2 triliun. Merespon perhitungan tersebut, arsitek yang juga memimpin Jawa Barat mengatakan kalau angka itu terlalu berlebihan.
“Istana negara harganya mencapai Rp2 triliun. Ini nggak masuk akal,” kata Ridwan Kamil dalam acara Pro Talk Series #02.
Dia bilang, membelanjakan dana sebanyak Rp 2 triliun untuk satu fungsi bangunan sangat berlebihan. Sebab dalam praktek arsitektur, desain awal tidak selalu langsung dibuat sebab ada kompromi lain seperti biaya teknis dan selera klien. Dan sudah tentu, desain awal istana ini masih harus dikaji dan dikawal.
Ridwan mengatakan, Presiden punya otoritas dalam memilih bangunan sesuai seleranya. Seperti Presiden Soekarno, membangun Jakarta juga didasari seleranya. Namun, meski begitu harus ada pendampingan dari asosiasi arsitek sebagai penasehat yang terlibat dalam proses pembangunan Istana Negara di ibu kota yang baru.
“Ada perdebatan desain garuda besar dan pilihan material menjadi Rp2 triliun itu dari material (mahal, red) bukan dari luas bangunan. Itu pilihan monumental bikin patung tapi seolah-olah bangunannya mahal. Ini momen IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) punya sikap dan didengar masyarakat karena menyangkut nama baik bangsa di masa depan,” kata Ridwan.
Di lain pihak, Nyoman mengatakan kalau jumlah pengeluaran pasti baru akan diketahui setelah dilakukan Detailed Engineering Design (DED) oleh pemenang tender pembangunan IKN. Perkiraan angka Rp 2 triliun itu, menurut dia, karena menggunakan perhitungan membangun biaya hotel bintang lima dengan luasan tertentu.
“Nanti itu yang jelas DED-nya ada baru bisa, kalau perkiraan rencana anggaran biaya (RAB), RAB estimasi itu kalau kita melihat orang membangun hotel-lah. Sekarang kalau hotel bintang 5 dengan luasan sekian ya kurang lebih mirip lah (kebutuhan biayanya),” kata Nyoman menjelaskan.[]