Solilokui

Pecinta Aspal: Ekosistem dan Grey Area Jalanan

Pada kondisi jalanan tidak tertib bahkan kacau seperti itu maka mengalah tidak ikut berebut space jalan merupakan cara yang paling bijak. Tetapi sampai kapan orang bijak harus mengalah bila masyarakat pengguna jalan tidak mau belajar mengatur dirinya untuk tertib?

Penulis: Priyanto M. Joyosukarto,

JERNIH-Di jalanan jumlah elemen pengguna jalan bisa mencapai 27 macam berbeda yang bisa saja sama-sama memperebutkan ruang jalan pada saat yang bersamaan. Keduapuluh tujuh elemen tersebut termasuk gerobak sampah, ambulans, mobil DAMKAR, kereta api, dan mobil kepresidenan. Tidak seimbangnya rasio jumlah kendaraan vs panjang jalan semakin menambah runyam interaksi publik di jalan.

Macet belasan kilometer di jalan tol sejak kemarin sampai 4 hari ke depan menyadarkan kita betapa kompleksnya interaksi publik di jalanan yang berlangsung sangat intensif, dinamis, dan resiprokal sedemikian sehingga banyak bagian yang tidak bisa terjangkau hukum dan peraturan di bawahnya.

baca juga: Pecinta Aspal: Jangan Lakukan Perubahan Gerakan Mendadak

Banyak interaksi jalanan terjadi di wilayah abu-abu (grey area) karena nyaris tidak terbatasnya kehendak bebas manusia dan diperparah oleh pragmatisme sempit dan lemahnya kontrol diri di tengah kerumunan manusia (“crowd”) dan kerumunan kendaraan.

Itulah fakta jalan raya kita yang oleh banyak literatur di Jepang dan oleh orang-orang Jepang yang pernah berkunjung ke sini, diberi predikat “sangat mengerikan”. Tentu di mata mereka fenomena itu menjadi kontradiktif terhadap klaim kita sebagai bangsa yang katanya pancasilais, ramah, dan relijius.

Ini sekedar contoh beberapa dari banyak wilayah “grey area” jalanan:

  1. Siapa harus jalan duluan di jalanan menyempit searah dan dua arah?
  2. Berapa antrean sekaligus?
  3. Kalau ada yang melanggar bagaimana?
  4. Antrian kanan, tengah, atau kiri duluan?
  5. Berapa laju (speed) yang pas di lajur tengah jalan tol?
  6. Berapa laju yang tepat di jalanan tanpa rambu?
  7. Bolehkah berhenti di sisi bunderan? Lalu,
  8. Kenyataannya banyak pengendara yang tidak kompeten duduk di belakang kemudi. Siapa yang harus memberi pelatihan Knowledge, Skill dan Attitude (KSA) berkendara?
  9. Kalau terjadi kecelakaan dan tindak kejahatan, siapa yang sebaiknya menolong korban bila tidak ada petugas?
  10. Bagaimana caranya menolong agar tidak memperburuk kondisi korban dan merubah bukti hukum di TKP?

Celakanya justru banyak elemen pengguna jalan yang sengaja ambil untung di wilayah abu-abu ini. Yang sudah jelas diatur undang-undang saja ditrabas apalagi yang abu-abu.

Pada kondisi jalanan tidak tertib bahkan kacau seperti itu maka mengalah tidak ikut berebut space jalan merupakan cara yang paling bijak. Tetapi sampai kapan orang bijak harus mengalah bila masyarakat pengguna jalan tidak mau belajar mengatur dirinya untuk tertib?

Hanya mereka yang memiliki “common code of conduct” saja yang bisa diharapkan menjadi volunteer dewa penolong untuk mewujudkan tertib publik di jalan. Dengan tingkat kepastian yang tinggi.

Oleh karena itu makin disadari pentingnya norma dan kode etik bersama yang berperan sebagai acuan dan pengarah perilaku bersama yang mengikat bagi para pengguna jalan untuk mengatasi bagian abu-abu dari interaksi publik tersebut, agar supaya interaksi publik jalanan berlangsung efektif, efisien, safe, secured, dan sinerjis-ritmis dengan kegiatan-kegiatan pembangunan nasional di area/sektor yang lain. Bukan malah sebaliknya!

Kode etik itu harus disepakati bersama-sama oleh para Pengguna jalan yang punya keinginan sama. Itulah dulu premis dasar lahirnya KOMNASTOL tahun 2013. Anggota sembarang komunitas lebih mudah diatur, didisiplinkan, dan dikendalikan melalui kode etik komunitas.

Para Pengguna jalan sebagai elemen dominan ekosistem jalanan harus bersikap pro-aktif mengatur dirinya sendiri dan tidak harus menunggu kehadiran penegak hukum. Dengan begitu maka tertib publik akan mudah diwujudkan dengan biaya, aturan, dan jumlah penegak hukum yang seminimal mungkin tapi dengan hasil yang semaksimal mungkin. Terima kasih,

Penulis Priyanto M. Joyosukarto, KOMTRASS & TSS Founder/Nuclear Engineer/Industrial Safety&Security Lecturer/Kyokushin Karateka 4-th Dan/MTSA Inspirator & Motivator/Road Traffic Observer.

Back to top button