Solilokui

Pecinta Aspal: Gerbang Tol, Portal, dan SARA (G-P-S)

Toleransi itu tidak cukup dengan hanya saling menghormati identitas SARA pihak lain tapi juga berbahasa publik di ruang publik.

Penulis: Priyanto M. Joyosukarto

JERNIH-Tentu tidak ada kaitan dan hubungan kausalitas antara G-P-S. Ini tentang analogi sebuah sekat penghambat sinerjitas sistem publik.

Lalu lintas jalan tol, kehidupan komplek perumahan, dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara merupakan tiga contoh kegiatan sistem publik berbeda karakter, level, dan skup (skala) tapi sama dalam hal kebhinekaan (keberagaman) atribut elemen sistemnya.

G-P-S ini sama-sama memerankan fungsi sekat yang terbukti menghambat sinerjitas sebuah sistem publik.

Dari seratus buku-buku ekonomi-bisnis-manajemen yang merubah dunia terbitan 100 tahun terakhir yang pernah saya baca, tidak ada satu pun pelajaran tentang sekat suku agama ras (SARA). Anda yang ingin tahu judul buku-buku itu, call me.

Kita lihat bukti empiris G-P-S.

1) Jalan tol.

Pengguna tol di barat Jakarta sejak 9/4/2017 merasa lega karena dihapuskannya operasi Gerbang Tol (GT) Karang Tengah (di km 9,4 Tol Jakarta-Tangerang) yang selama beberapa tahun terakhir menjadi biang kerok kemacetan dari kedua arah Tangerang/ Banten ke Jakarta (X). Sekarang GT megah yangg sudah belasan tahun beroperasi melayani publik itu tinggal nama. Sudah dibongkar habis.

baca juga: Bahasa dan Keselamatan

Kemacetan yang biasanya mencapai belasan km sekarang hilang. Yang menuju ke Jakarta macetnya pindah ke Tomang, bisa dimaklumi. Yang ke arah barat macetnya terdistribusi tidak berarti ke beberapa pintu keluar (off ramp) di barat. Pulang kantor tidak dihantui macet lagi! Aku bebaaaaaas!

Puluhan ruas tol sudah dibangun. Awalnya beroperasi terpisah. Setiap ruas tol punya pintu masuk (on ramp, ambil kartu pass), pintu keluar (off ramp). Di antara keduanya terdapat Gerbang Utama untuk transaksi bayar tol. Contohnya GT Jati Bening (dibongkar beberapa tahun lalu), GT Karang Tengah, GT Ciracas (ruas Jagorawi).

Di dalam sistem tertutup, GT itu berfungsi maksimal sebagai titik transaksi bayar tol selama ruas tol tersebut masih beroperasi sendiri-sendiri.

Pembongkaran GT Karang Tengah diikuti perubahan sistem operasi menjadi terbuka dengan memindahkan bayar tol di off ramp masing-masing sebesar rata-rata terdekat d terjauh (Rp. 7000;). Mirip desentralisasi urusan pemerintahan.

baca juga: Pecinta Aspal: Truk Pelan Jalannya

Dengan berjalannya waktu dan tuntutan jaman, beberapa ruas tol, dan bahkan kelak semua ruas tol di Pulau Jawa dan pulau-pulau lain harus disatukan. Interkoneksi! Untuk tujuan ini tentu proses bayar tol di tiap GT tersebut harus dihapuskan, GT dibongkar karena menghambat lalu lintas. Hanya perlu proses masuk ambil tiket dan proses bayar di GT terakhir sebelum keluar di tujuan masing-masing. Sederhana, praktis, dan cepat karena bebas sekat.

2). Komplek Perumahan.

Kehidupan di komplek perumahan yang besar tidak ubahnya seperti jalan tol, banyak portal penyekat antar RT. Waktu saya jadi chief security di sebuah komplek, pertama yang saya lakukan adalah membongkar semua portal penyekat antar RT dan menyatukan pengamanan di bawah satu kendali. Lebih nyaman, manusiawi, sinerjis, efisien, dan aman.

3). Kehidupan pribadi dan publik manusia sebagai warga masyarakat, negara dan dunia.

Kemelut di negara-negara Timur Tengah & Afrika menegaskan betapa bahayanya salah kelola perbedaan atribut/ aspirasi. Kita ini lebih hebat dari Timur Tengah yang sama agama (A) dan ras (R)nya.

Kita, meskipun beragam SARA tapi tetap bersatu berkat pengikat kebersamaan, Pancasila!

Pancasila terbukti menyatukan kita karena ke lima Silanya menjadi dasar, acuan, dan tolok ukur sekaligus alat kontrol perilaku kita berpribadi, berkeluarga, bekerja, bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan berpergaulan dunia.

Selain itu, dengan hukum positif turunannya kita bisa mengelola beda SARA dengan baik. Kalau tidak, SARA bisa menjadi sekat penghambat sinerjitas sistem publik NKRI.

Toleransi itu tidak cukup dengan hanya saling menghormati identitas SARA pihak lain tapi juga berbahasa publik di ruang publik.

Ke lima azas/ nilai dalam Pancasila yang sudah dijabarkan menjadi 36 butir pengamalannya harus menjiwai perasaan, pikiran, ucapan, dan perilaku serta kebijakan yang kita buat. Apapun posisi dan peran spesial kita di dalam NKRI.

Yang tua meneladani yang muda. Demikian juga yang menjadi pemimpin meneladani rakyat/ bawahannya. Itu baru namanya membumikan Pancasila, Jati diri bangsa.

Pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila membebaskan kita dari korupsi, segala bentuk mismanajemen, penyalahgunaan kekuasaan, radikalisme, dan terorisme.

“Selamat Memperingati Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni”. Terima kasih,

Priyanto M. Joyosukarto, KOMTRASS & TSS Founder/Nuclear Engineer/Industrial Safety&Security Lecturer/Kyokushin Karate Instructor; Kyokushin Karateka 4-th Dan/ IKOK Reg. No. 73.236 (1989)/M-TSA Inspirator & Motivator/Road Traffic Observer.

Back to top button