Branding Politik Jelang Pemilu 2024, Masih Pentingkah?
- Satu tahun, terhitung saat ini, adalah waktu yang cukup untuk membentuk branding politik.
- Brand akan menggiring persepsi publik terhadap calon anggota parlemen, partai, calon presiden.
JERNIH — Masih pentingkah political branding, atau branding politik, bagi organisasi politik, politisi, kandidat anggota parlemen, untuk mendulang suara pada Pemilu 2024?
Jika itu Anda tanyakan ke Retno Kusumastuti, konsultan komunikasi REQComm Strategic Consultant, jawabannya adalah ‘ya’. Branding politik, menurutnya menciptakan identitas politisi, partai politik, dan kandidat anggota parlemen.
“Identitas itu yang memudahkan masyarakat untuk membedakan antara satu dengan politisi lainnya,” katanya kepada wartawan, Rabu 11 Januari 2023. “Melalui identitas, image, dan reputasi, diharapkan dapat menciptakan hubungan saling percaya antara politisi dengan calon konstituen serta masyarakat.”
Branding politik, lanjutnya, dapat mengubah atau mempertahankan dukungan terhadap partai, politisi, dan kandidat anggota parlemen. Atau, ini mungkin yang terpenting, membangun konsituen dan basis dukungan baru.
“Brand itu membentuk perasaan, kesan, dan citra baik politisi dan partai di benak masyarakat,” kata Ibu Retno, demikian Retno Kusumastuti, biasa dipanggil orang dekatnya.
Seperti di era digital saat ini, konsultan komunikasi harus bisa berperan sebagai success maker, menciptakan personal brandin para caleg hingga calon presiden yang menarik perhatian audience melalui strategi dan kemampuan public relations yang tinggi.
“Di era digital saat ini publik lebih menyukai penyampaian pesan dengan gaya story telling. Itu kunci sukses pembangunan brand,” katanya. “Dari situ, persepsi publik tergiring untuk menerima baik berbagai opini positif di media sosial (word of mouth).”
Jadi, lanjut Ibu Retno, peran konsultan sangat dibutuhkan jelang Pemilu 2024. Ia juga menggaris-bawahi satu tahun adalah waktu yang cukup untuk membentuk political branding partai atau individu.
“Yang diperlukan calon anggota legislatif dan partai adalah konsultan yang bisa menjembatani industri 4.0 dengan 5.0,” katanya.
Namun parpol maupun politisi tidak boleh salah pilih konsultan komunikasi, sebab pada Pemilu 2024 tantangan yang dihadapi lebih kompleks. Konsultan tidak bisa menerapkan strategi lima tahun lalu, tapi harus menawarkan strategi baru untuk menjamin klien meraih sukses.
“Untuk itu, diperlukan konsultan yang berstrategi memperkuat spesialisasi di setiap tim dengan melakukan riset berbasis data dan opini pakar, wawancara pelaku industri, networking media, advisor hingga berlangganan jurnal penelitian sehingga klien bisa mendapatkan gambaran yang utuh apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai goals yang diinginkan,” Ibu Retno mengakhiri.