Crispy

200 Kelompok Supremasi Kulit Putih Mengorganisir Kekerasan di Telegram

  • Boogaloo menggunakan pandemi Covid-19 untuk mempersiapkan Perang Saudara Amerika kedua.
  • Kelompok supremasi kulit putih lainnya berbagi cara membuat senjata, dan membuat perencanaan kekerasan.

Washington — Lebih 200 kelompok supremasi kulit putih mengorganisir kekerasan lewat aplikasi pesan terenskripsi Telegram.

CNN melaporkan kelompok-kelompok itu menjadi jauh lebih aktif saat demo Black Lives Matter melanda sekujur AS, dan meluas ke Inggris, Eropa, dan belahan dunia lain.

Pada 5 Juni, sebuah mobil penuh orang-orang pengusung supremasi kulit putih melaju di jalan-jalan Knoxville, Tennessee. Mereka melecehkan orang yang menghadiri protes Black Lives Matter.

Salah satu dari mereka berteriak kepada kelompok pengunjuk rasa; “Kamu mau amti? Ayo masuk.” Satu orang lainnya merekam peristiwa itu dengan video.

Video diunggah di aplikasi pesan Telegram. Saluran yang digunakan adalah The Fascist Group Esoteric Anti Root Collective, satu dari lebih 200 kelompok supremasi kulit putih di Telegram.

Institute for Strategic Dialogue (ISD), think tank yang mempelajari ekstremisme dan berbasis di London, saluran ini memiliki ribuan anggota. Mereka sering mengeluarkan ancaman secara eksplisit terhadap komunitas minoritas dan pengunjuk rasa Black Lives Matter.

Bukan sekedar ancaman, mereka — dalam beberapa kasus — menerjemahkan ancaman menjadi kekerasan.

Mei lalu, kelompok supremasi kulit putih Rise Above Movement meluncurkan saluran Telegram sendiri yang, menurut Countering Extremism Project, menampilkan tema-tema anti-Semitisme dan anti-migrasi.

Supremasi kulit putih telah benar-benar bermigrasi ke Telegram, karena kurang aktif memodernisasi konten di jaringan sosial lainnya. Mereka berbagi cara membuat senjata, dan memuji pembunuhan massal.

Juru bicara Telegram mengatakan; “Telegram adalah platform netral yang digunakan oleh Black Lives Matter dan lawan-lawan mereka, serta tibuan gerakan politik di seluruh dunia.

“Misi kami adalah mendukung prviasi, kebebasan berbicara, dan perdamaian,” kata juru bicara Telegram.

ISD menganalisis lebih satu juga posting individu di Telegram, di antara puluhan saluran supremasi kulit putih. Saluran-saluran itu, seperti Only White Lives Matter dan Hans’s Right Wing Terror Center, memiliki rata-rata 1773 anggota.

Jakob Guhl, peneliti ekstremisme, mengatakan; “Mereka sangat besar, jika Anda memperhitungkan seberapa mengerikan isinya. Seruan kekerasan, promosi kelompok teroris, perayaan serangan teroris aktor tunggal, dan lainnya.”

Tren yang paling mengganggu, yang diidentifikasi ISD, adalah persilangan yang berkembang antara supremasi kulit putih dan gerakan Boogaloo — ekstremis bersenjata dan anti-pemerintah yang mengadvokasi perang saudara di AS.

Boogaloo adalah istilah yang berasal dari film kultus tahun 1984, yang tidak sukses, berjudul Breakin’ 2: Electric Boogaloo. Kata ini digunakan sebagai identitas kelompok yang mengantisipasi kemungkinan Perang Saudara Amerika kedua. Di kalangan pengikutnya, Perang Saudara Amerika Kedua disebut Perang Sipil 2: Boogaloo Listrik.

Valerio Mazzoni, analis terorisme untuk konsultan IFI Advisory, menerjemahkan Boogaloo sebagai pertempuran terakhir.

Selama pandemi Covid-19 Boogaloo makin populer. Dimulai dengan upaya mencegah seluruh negara bagian membelakukan lockdown.

Beberapa anggota Boogaloo berkonspirasi untuk mengganggu, atau menyerang, peserta protes Black Lives Matter.

Guhl mengatakan pandemi berperan dalam beberapa narasi akselerasionis bahwa akan ada kehancuran masyarakat, yang akan menyebabkan perang ras. Kulit putih akan menang, dan membangun negara etnografi kulit putih.

Pendukung Boogaloo tampaknya terbagi ke dalam garis-garis ideologis. Beberapa menyebut diri anarkis, dan mengingkari supremasi kulit putih. Yang lain menganut retorika anti-minoritas.

Namun lebih setengah saluran yang diidentifikasi ISD menunjukan Boogaloo menyatu dengan kelompok ekstremis lain, dan memobilisasi lintas platform.

Salah satu gambar Boogaloo yang dibagikan Telegram memperlihatkan seorang milisi sayap kanan mengenakan topeng muka tengkorak, dengan teks; Bersatulah melawan parasit.

Lusinan gambar terserak di Telegram, dengan masing-masing memiliki slogan. Misal, Masalah Kejahatan Hitam, dan Membuat Amerika Putih Lagi. Mereka mendapatkan momentum ketika protes Black Lives Matter meluas.

“Kelompok-kelomok ini berpikir mereka dapat memobilsiasi orang yang menghabiskan waktu di rumah akibat lockdown, atau di media sosial,” kata Guhl. “Jarak komunitas sayap kanan dan gerakan akselerasionis menjadi lebih dekat.”

Sekitar 60 persen saluran Telegram sayap kanan secara terbuka mendukung kekerasan politik, melalui promosi mater pengajaran untuk mempersiapkan kekerasan, atau panggilan langsung untuk bertindak.

Valerio Mazzoni mengatakan kepada CNN bahwa dia menyaksikan sebuah uptick tentang pembagian manual pada saluran Telegram, tentang cara membuat senjata 3D, taktik gerilya, dan IED.

“Administrator kelomok ini meningkatkan kegiatan dan melihat kesempatan yang baik untuk mempersiapkan Boogaloo,” kata Mazzoni.

Keresahan sosial meningkat ketika percakapan kelompok-kelompok supremasi kulit putih di Telegram menjadi rencana aksi. CNN memantau 60 saluran Telegram sayap kanan, dan menemukan beberapa pengguna mencari protes Black Lives Matter, dan berkumpul membuat acara tandingan.

Ada beberapa konten persiapan kekerasan. Video yang memperlihatkan latihan melempar pisau di hutan, dan foto ransel bertuliskan Tidak harus seperti ini.

Telegram, menurut Guhl, telah menjadi ruang aman untuk kebencian dan menginspirasi serangan kekerasan.

Back to top button