Anjelina Catharina Valentijn: Cinderella tanpa Sepatu Kaca dari Batavia
- Ia lahir dari rahim perempuan budak, dan berstatus budak, tapi orang tua angkatnya memberi nama tanpa identitas budak.
- Pendidikan Barat gaya borjuasi kolonial menjadikannya mampu melakukan lompatan sosial.
JERNIH — Dalam Bumi Manusia, Pramoedya Ananta Toer punya tokoh rekaan bernama Nyai Ontosoroh — seorang gundik hebat yang mengelola properti suaminya; Herman Mellema. Di kehidupan nyata, Bataviasche Ommelanden pernah punya Cinderella bernama Anjelina Catharina Valentijn, atau Angelina van Batavia.
Kata ‘van’ di tengah nama populer Anjelina Cataharina Valentijn menunjukan status si pemilik nama sebagai budak. Dalam tradisi perbudakan di era VOC sampai Hindia-Belanda, para tuan akan memberi nama Eropa kepada budak-budaknya, dengan ‘van’ untuk menunjukan asal-usul. Angelina van Batavia artinya Angelina budak Batavia.
Tidak banyak cerita tentang Anjelina Catharina Valentijn alias Angelina van Batavia. Dr V.I. van de Wall, dalam Oude Hollandsche Buitenplaatsen van Batavia, hanya bercerita sedikit tentang sosok satu ini.
Di Het Huis Tjitrap, rumah yang pernah dimilikinya, tidak tergantung lukisan wajah Sang Cinderella. Masyarakat kulit putih Belanda seolah tidak rela seorang budak pernah mencapai status sedemikian tinggi, dihormati, dan memiliki dua bidang tanah partikelir.
Ketidak-relaan itu terlihat dengan dokumentasi pendek tentang Angelina van Batavia dalam arsip Belanda. Bahkan nama Sang Cinderella hilang begitu saja setelah kematiannya. Tidak ada kabar apakah dia punya keturunan dari tiga pernikahan dengan elite kulit putih Hindia-Belanda.
‘Budak Terhormat’
Suatu hari di tahun 1768, Margaretha Catharina van Wargaren — istri notaris Wiggert Wargeren — menerima sesosok bayi merah dari seseorang. Ia bertanya soal orang tua bayi itu, tapi informasi yang diperoleh bayi itu lahir rahim perempuan budak.
Pada usia tiga tahun, Ny Van Wargeren membaptis dan memberi nama bayi itu Anjelina Catharina Valentijn. Pemberian nama tanpa ‘van’ ini memperlihatkan Ny Van Wargeren ‘melepas’ status budak bayi itu.
Namun bagi masyarakat kolonial saat itu, Anjelina Catharina Valentijn tetaplah budak. Yang membuat segalanya rumit adalah tidak ada informasi apakah Ny Van Wargeren mendaftarkan bayi merah yang diambilnya sebagai budak.
Budak atau bukan menjadi tidak penting bagi Ny Van Wargeren, karena dia memberi Anjelina pendidikan Eropa, digembleng dalam kehidupan kulit putih dengan semua tradisi, budaya, dan tata krama, plus kebiasaan borjuasi kolonial Batavia.
Angelina tumbuh sebagai ‘Belanda’ berkulit dekil di tengah masyarakat kulit putih. Ia cerdas, pandai bergaul, dan mencolok karena tubuh pribumi yang berbalut pakaian Eropa dan bicara dalam Bahasa Belanda sama baiknya dengan elite Eropa saat itu.
Bersama Ny Van Wargeren, Anjelina menghadiri pesta-pesta borjuasi kulit putih Batavia tanpa rasa minder. Di salah satu pesta, ia berkenalan dengan Johan Samuel Heinrich Wustenberg, orang Jerman berpangkat letnan tentara perusahaan dagang VOC dan Vaandrig der Burgerij alias kapten orang-orang bebas.
Saat itu Wustenberg baru saja mengakuisisi Tjitrap — tanah partikelir di dekat Citeureup, Bogor, saat ini — dan Soekaradja (Sumatera Selatan) bersama Leedert Miero, rekannya. Wustenberg adalah tuan tanah Tjitrap, tanah partikelir yang di atasnya berdiri Het Huis Tjitrap — bangunan pedesaan mewah yang jauh dari tembok kota Batavia.
Sebelum VOC bangkrut, Angelia dan Wustenberg menikah. Angelina menaiki tangga Het Huis Tjitrap tanpa sebelah sepatu tertinggal. Ia adalah Cinderella van Bataviasche Ommelanden dalam kehidupan nyata — seorang budak yang dipersunting orang terhormat meski bukan pangeran.
Tahun 1802, di rumahnya di Roea Malacca (Roa Malaka – red), Wustenburg mengembuskan nafas terakhir. Sesuai wasiat yang ditulis di depan notaris, tanah partikerlir Tjitrap dan Soekaradja jatuh ke tangan Anjelina.
Anjelina menjadi budak pertama yang bergelar landheer, alias tuan tanah di Bataviasche Ommelanden. Ia menikmati semua kemewahan, dan mengisi pundi-pundinya dari hasil kebun maha luas di Citeureup dan Soekaradja.
Sebagai janda kaya dan masih sangat muda, usianya diperkirakan belum 25 tahun saat itu, tidak sulit bagi Anjelina mencari suami kedua dari kalangan elite Belanda. Tahun 1803, hanya beberapa bulan setelah Wustenberg meninggal, Anjelina menikah lagi dengan Johannes Loetzrich, wakil presen College van Schepenen atau dewan jaksa Ommelanden.
Dr Van den Wall menulis rumah tangga keduanya tak berlangsung lama, kurang satu tahun, karena Loetzrich meninggal dunia. Loetzrich tak mewariskan tanah pertanian tapi harta dalam bentuk lain yang luar biasa besar.
Anjelina makin kaya. Sekali lagi, tidak butuh waktu lama bagi Anjelina untuk menjanda. Beberapa bulan setelah berduka kali kedua atas kematian suami, ia menikah lagi dengan Adriaan Maarschalk — mantan kapten tituler Angkatan Laut dan pejabat yurisdiksi Bataviasche Ommelanden.
Maarschalk seorang duda. Dari pernikahan pertamanya ia punya seorang putri bernama Elizabeth Magdalena Buys van Nagapatnam. Ia mengelola bisnis di Batavia, dan Anjelina menjalankan tanah partikelirnya.
Tidak diketahui berapa lama Angelina dan Maarchalk menjalani kehidupan rumah tangga, dan apakah memiliki anak. Catatan terakhir tentang Anjelina adalah kematiannya tahun 1817 dan tanah partikelir Tjitrap dan Soekaradja dijual ke Augustijn Michiels — majoor der Papangers, atau mayor tituler orang Papango (Filipina) — dengan harga 91 ribu gulden.
Kisah Cinderella dari Citeureup itu berakhir dalam kesunyian sempurna, atau sengaja ditutupi agar tidak mengganggu kemurnian kekuasaan ras kulit putih Belanda.