POTPOURRI

Benteng Kuno Batavia Menanti Status Konservasi (1)

Ancaman terbesar dari benteng kuno tinggalan kongsi dagang Hindia Timur yang berusaha ajeg selama 4 abad itu adalah perkembangan modern. Kini, sebagian besar dari keangkuhan dinding benteng telah dibongkar untuk memberi jalan bagi rumah, bangunan, jalan kereta dan jalan tol.

Jernih — Ketika pemerintah kota Jakarta berencana untuk memperluas Sungai Ciliwung yang rawan banjir tahun lalu, seorang arkeolog Candrian Attahiyat langsung waspada.

CNA melaporkan proyek normalisasi sungai akan memperluas jalur air utama ibu kota hingga 15 m. Sebagian dari sungai tersebut memotong area bangunan bersejarah di Jakarta, mengancam beberapa bagian yang tersisa dari tembok perimeter berusia 400 tahun yang dibangun oleh Dutch East India Company.

Tembok sepanjang 4,6 km yang masih berdiri tersebut, beberapa bagian terpelihara dengan baik, yang lain dibiarkan dalam berbagai tahap pelapukan, ditumbuhi jamur, lumut, dan pepohonan.

Di satu sisi, dua per tiga dinding bangunan tersebut tenggelam ke tanah yang mengalami abrasi, sekitar 8 meter di bawah permukaan laut. Jakarta menjadi salah satu kota dengan tingkat penurunan muka tanah terburuk di dunia karena ekstraksi berlebihan air tanah.

Namun ancaman terbesar tembok itu adalah perkembangan modern. Sepanjang perkembangan zaman, sebagian besar dinding telah dibongkar untuk memberi jalan bagi rumah, bangunan, jalan kereta dan jalan tol.

Candrian dan arkeolog lain berusaha agar dinding tersebut memiliki status situs konservasi.

“Saat ini, kami dapat mencegah berbagai proyek pembangunan yang dapat merusak tembok. Tetapi kita membutuhkan status situs warisan karena administrasi di masa depan mungkin tidak begitu memperhatikan keberadaan dinding itu,”kata arkeolog berusia 62 tahun itu kepada CNA.

Tetapi setelah lebih dari setahun Candrian dan tim mengadvokasi status warisan dinding tersebut, mereka masih belum mendapatkan hasil dan rencana untuk memperluas Sungai Ciliwung telah ditunda meski tidak dicabut.

Sementara itu, Candrian akan segera mengakhiri masa jabatannya sebagai salah satu penasihat gubernur Jakarta Anies Baswedan tentang pelestarian budaya, sebuah posisi yang memberinya pengaruh dalam misi untuk menjaga tembok tetap utuh.

Saksi Sejarah Batavia

Tembok tersebut mewakili masa ketika Jakarta, atau Batavia seperti yang dikenal pada saat itu, adalah kota tepi laut kecil, dengan luas tidak lebih dari 1,3 km persegi.

Dutch East India Company menjadikan Batavia sebagai kantor pusat regionalnya, lengkap dengan rumah, bangunan, fasilitas, dan perencanaan kota yang modelnya meniru kota di Belanda.

Setelah serangkaian konfrontasi dengan penduduk setempat dan serangan dari kekuatan lokal, perusahaan memutuskan untuk membangun tembok pertahanan pada tahun 1620 untuk melindungi diri. Pembangunan tersebut selesai pada 1650.

Perusahaan ingin Batavia diduduki secara eksklusif oleh orang Eropa dan pedagang Arab dan Cina yang terpilih. Sementara itu penduduk setempat diusir dan dipaksa tinggal di luar tembok dalam kondisi cara hidup yang buruk.

Satu-satunya orang pribumi yang diizinkan berada di dalam dinding adalah budak, tentara bayaran dan mereka yang menghadapi eksekusi.

“Kota ini sangat eksklusif dan sangat terpisah. Pejalan kaki akan dihukum berat. Faktanya, orang-orang pribumi akan tertembak karena mendekati tembok,”kata Candrian.

“Tembok-tembok itu berfungsi sebagai pengingat bagaimana kota itu terbentuk. Sebuah bangunan perjuangan masyarakat adat yang tinggal di luar tembok. Pengingat bagaimana hidup itu dulu. Mereka adalah bagian dari sejarah kita yang perlu dilestarikan untuk generasi mendatang.”

Tinggi tembok tersebut sekitar 6 meter hingga 8 meter. Ketebalannya berkisar antara 1,5 meter hingga 1,8 meter, lengkap dengan jalan setapak untuk patroli penjaga bersenjata berat di perimeter. Sebuah sistem parit digali di sekitar dinding untuk perlindungan ekstra.

Tembok tersebut memiliki 27 benteng yang saling berhubungan dan dilengkapi dengan meriam, ditempatkan secara strategis untuk menjaga musuh di teluk Jakarta serta untuk melindungi pintu masuk ke kota. Saat ini hanya dua benteng yang tersisa. [*]

Artikel Terkait : Benteng Keangkuhan Batavia yang Terlupakan (2)

Back to top button