AS Hengkang, Cina Bangun Seribu Sekolah di Irak
- Media Irak mengatakan kesepakatan lebih luas mencakup pembangunan 7.000 sekolah.
- Namun pengusaha Cina mengatakan margin keuntungan bisnis di Irak sangat tipis.
JERNIH — Sejumlah perusahaan Cina menandatangani kesepakatan membangun 1.000 sekolah di Irak setelah AS mengakhiri misi tempur di negara itu.
Global Times, surat kabar resmi pemerintah Cina, mengatakan proyek sekolah di Irak mewakili minat Cina di negara sepanjang Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) berdasarkan prinsip saling menguntungkan.
Namun, Cina dipastikan akan tetap menghadapi ketidak-stabilan politik serta masalah keamanan dan kepercayaan.
PM Irak Mustafa Al-Khadhimi mengawasi penandatanganan kontrak pendirian sekolah pekan lalu, dalam kerangka perjanjian antara kedua pemerintah. Pihak Cina diwakili wakil presiden Power China dan direktur regional Sino Tech.
Seorang juru bicara Power China mengkonfirmasi bahwa mereka akan membangun 697 sekolah di Irak. Sisanya, 321 unit akan dibangun Sino Tech.
Orang dalam industri Cina mengatakan kontrak itu bantuan langsung ke Irak. Kurangnya kesempatan pendidikan di Irak menghambat pembangunan dan upaya membangun kembali negara itu.
Sekitar 3,2 juta anak-anak usia sekolah di Irak tidak memiliki akses ke pendidikan, menurut UNICEF.
“Investasi Cina di luar bantuan kemanusiaan dan pertimbangan politik,” kata Chen Xianzhong, seorang pengusaha Cina yang berinvestasi di Irak.
Sekolah yang akan dibangun tersebar di seluruh Irak, yang artinya biaya keamanan sangat besar di tengah ketidak-stabilan politik. Situasi ini membuat keuntungan sangat tipis.
Chen Xianzhong telah berinvestasi di Irak selama 20 tahun. Menurutnya, proyek pembangunan sekolah telah ditangguhkan selama bertahun-tahun karena masalah keamanan.
Menurut outlet berita Irak, pembangunan sekolah merupakan kesepakatan lebih luas antara Beijing dan Baghdad untuk membangun 7.000 sekolah.
Cina saat ini adalah pembeli terbesar minyak Irak. Pengusaha Cina mengatakan selain energi, Cina dapat berinvestasi di bidang konstruksi, pengolahan air, dan pelabuhan.
“Proyek-proyek besar di Irak masih dimonopoli perusahaan-perusahaan AS dan Eropa, jadi kami perlu waktu membangun kepercayaan dengan penduduk,” kata Chen.