Awas, Teroris Menyasar Anak Sekolah!
JAKARTA – Tak pernah ada yang menyangka jika radikalisme mampu masuk ke ruang-ruang kelas para siswa. Mulai dari PAUD hingga sekolah menengah. Padahal seyogyanya lembaga pendidikan menjadi tameng utama untuk menangkap paham negatif yang berujung pada aksi terorisme itu, Minggu (20/10/2019).
“Terorisme sudah menyusupi lembaga pendidikan hingga tersisip dalam materi pengajaran kepada siswa mulai dari tingkat terendah. Sudah masuk sampai ke taman kanak-kanak sama PAUD,” kata Kepala Satuan Tugas Wilayah DKI Jakarta Densus 88, Wisnu Guntur baru-baru ini.
Perlu upaya ekstra dari seluruh elemen bangsa untuk menanggulangi penyusupan tersebut. Sebab jika tidak, bakal berdampak buruk terhadap generasi mendatang.
“Jaringan mereka bergerak, berkembang biak. Kalau tidak ditanggulangi, bagaimana negara kita?” imbuhnya.
Perkembang biakan terorisme tidak saja di lembaga pendidikan. Bahkan melalui media sosial juga kerap disebarkan. Bahkan untuk melakukan perekrutan terhadap anggota teroris baru, kadang melalui via sosmed.
Lihat saja, pada penangkapan yang dilakukan beberapa waktu terakhir, para terduga teroris ini terpapar melalui ajaran di media sosial. Ajaran yang disebar oleh para teroris kemudian diserap hingga akhirnya mampu menggerakkan jaringan di bawahnya untuk melakukan amaliyah.
“Kelompok jaringan ini dari medsos. Yang terakhir kami tangkap itu karena ajakan dari medsos,” kata Wisnu.
Mudahnya seseorang ikut pada aksi terorisme via sosmed tersebut, tidak hanya menjadi tantangan Indonesia kedepan. Pihak internasional juga tengah mengupayakan agar musuh bersama (teroris) bisa dibumi hanguskan.
“Mereka tak pernah bertemu Al Bagdadi (pimpinan ISIS). Tapi ajarannya mampu menggerakkan amaliyah,” tegasnya.
Bukan hanya siswa umur belasan saja yang terpapar. Seorang dosen salah satu peguruan tinggi juga ditangkap, karena menyembunyikan bom di rumahnya. Sehingga menjadi bukti penyebaran terorisme tidak telah akut.
“Sekarang ini hampir semua elemen telah kena, polisi, TNI, dosen apalagi mahasiswa. Ini jangan sampai terjadi,” ujar Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol Hamli belum lama ini.
Karenanya, pemerintah melalui BNPT melakukan berbagai upaya untuk menangkal hal buruk tersebut ke beberapa kampus, sebagai bagian kontra radikalisasi.
Baginya, program di kampus dilaksanakan bukan untuk menghakimi kampus tertentu, namun mencegah dan melibatkan civitas akademika yang belum terpapar paham radikal agar menangkal penyebarannya.
Ada beberapa pola dan modus yang dilakukan oleh kelompok radikal-teroris dalam menyebarkan paham dan merekrut anggota baru, terkhusus di lingkungan kampus. Pola-pola yang digunakan bisa sangat beragam, akan tetapi terdapat modus yang sama pada beberapa perguruan tinggi.
Sebagai metode perekrutan anggota baru, semisal kajian kerohanian yang tertutup dan mentoring keagamaan yang ekslusif. Disamping menawarkan tempat tinggal dan kos gratis dengan syarat mengikuti kajian.
“Mereka ikut mendampingi mahasiswa baru dan mengarahkan pada kelompok diskusi tertentu,” kata Hamli.