CrispyVeritas

Beijing Peringatkan Anggota ASEAN Tidak Mendukung ‘Pembuat Onar’ AS

“AS telah menjadi ancaman terbesar bagi perdamaian di Laut Cina Selatan dan seluruh kawasan. Ia adalah pengacau bagi kerja sama, pembangunan, dan kemakmuran di wilayah ini, ” kata Luo.

Oleh: Shi Jiangtao

JERNIH– Beijing telah meningkatkan tekanan pada para tetangganya di Asia Tenggara, menjelang pembicaraan penting dalam sengketa Laut Cina Selatan. Seorang diplomat senior Cina memperingatkan agar negara-negara ASEAN agar tidak mendukung upaya Amerika Serikat di wilayah tersebut.

Peringatan Beijing itu keluar lewat mulut Luo Zhaohui, wakil menteri luar negeri Cina untuk urusan Asia. Ia juga mengatakan, negosiasi dengan ASEAN tentang kode etik di jalur laut di wilayah itu akan dilanjutkan, setelah ditunda karena merebaknya pandemi virus corona.

Pembicaraan dimulai pada tahun 2002 tetapi terhenti karena desakan Beijing agar “negara-negara di luar kawasan”– yang jelas merujuk pada Amerika Serikat– dikecualikan. Negara-negara ASEAN semakin terpecah di antara negara adidaya yang berseteru, di tengah meningkatnya risiko konfrontasi habis-habisan di wilayah tersebut.

Luo Zhaohui, kementerian luar negeri Cina,
Luo Zhaohui, wakil menteri luar negeri Cina untuk urusan Asia

Berbicara melalui tautan video pada seminar internasional yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri Cina dan sebuah wadah pemikiran yang didukung negara pada Rabu (3/9) lalu, Luo mengatakan bahwa AS adalah akar masalah di Laut Cina Selatan.

Tetapi para pengamat mengatakan, pernyataan keras Luo terhadap Washington itu mungkin akan kontraproduktif, seiring Beijing mencoba untuk mendapatkan dukungan dari para tetangganya, baik dalam pembicaraan atau pun dalam persaingannya dengan AS —karena tidak menawarkan cara baru untuk mengatasi kekhawatiran mereka.

Luo, mantan duta besar Cina untuk New Delhi, juga membidik sekutu dan mitra Washington di Indo-Pasifik, terutama mereka yang telah menyuarakan dukungan agar Presiden AS Donald Trump bersikap lebih kuat dan tegas terhadap Beijing,  atas jalur laut  yang dipersengketakan, serta banyak masalah penting lainnya.

“Terlepas dari campur tangannya di Laut Cina Selatan, AS mendirikan Quad, garis depan anti-Cina yang juga dikenal sebagai mini NATO. Ini mencerminkan mentalitas Perang Dingin AS,”kata Luo, merujuk pada kelompok segiempat yang dipimpin AS, dengan negara-negara seperti Jepang, Australia, dan India.

“Cina tidak membuat masalah, tetapi kami tidak takut menghadapi masalah,” katanya, menanggapi saran Wakil Menteri Luar Negeri AS Stephen Biegun pada Senin (31/8) lalu yang menyatakan  bahwa Washington terbuka untuk memperluas blok empat negara ke negara-negara lain yang berpikiran sama.

Biegun juga mengatakan bahwa kawasan Indo-Pasifik tidak memiliki struktur multilateral yang kuat atau “apa pun yang sekuat NATO atau Uni Eropa”. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo tahun lalu mengatakan, Quad ditujukan untuk mengembalikan Cina ke “tempat yang tepat”.

Zhu Feng, yang menghadiri seminar tersebut sebagai direktur eksekutif Pusat Studi Kolaborasi Cina untuk Laut Cina Selatan di Universitas Nanjing, mengatakan,  pernyataan Luo datang saat Beijing berada di bawah tekanan politik, diplomatik dan militer, yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Washington.

“Dengan semakin dekatnya pemilihan (presiden AS), pemerintahan Trump dengan sengaja meningkatkan ketegangan dengan  Cina untuk menghidupkan kembali kampanye pemilihan ulangnya yang bermasalah, memperburuk risiko konflik di Laut Cina Selatan,” kata Zhu.

Ketegangan mendekati titik didih setelah Pompeo pada Juli lalu menolak klaim Cina atas 90 persen Laut Cina Selatan, sebagai “sepenuhnya melanggar hukum”, seraya  memberikan dukungan kepada penggugat saingan Cina seperti Vietnam, Filipina, Brunei, Malaysia dan Taiwan.

Dalam beberapa pekan terakhir, Beijing berusaha keras untuk melawan upaya Washington dan menopang hubungannya dengan negara-negara utama di Asia dan Eropa, di tengah kekhawatiran akan Perang Dingin baru antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut. Diplomat Tinggi Yang Jiechi, mengunjungi Myanmar Selasa lalu, setelah melakukan perjalanan ke Singapura dan Korea Selatan bulan lalu.

Dalam seminar Rabu itu, Luo menuduh AS berulang kali melakukan provokasi dan berusaha memaksa negara-negara di kawasan itu untuk memilih memihak antara Beijing dan Washington.

“Laut Cina Selatan yang bermasalah hanya melayani kepentingan AS dan agenda globalnya. Sementara negara-negara di kawasan harus menanggung biayanya,” katanya pada pertemuan pensiunan pejabat pemerintah dan pakar hukum kelautan dari kawasan itu.

“AS telah menjadi ancaman terbesar bagi perdamaian di Laut Cina Selatan dan seluruh kawasan. Ia adalah pengacau bagi kerja sama, pembangunan, dan kemakmuran di wilayah ini, ” kata Luo.

Luo juga mengecam keputusan pengadilan PBB yang pada 2016 lalu mendukung Filipina atas klaim teritorial “sembilan garis putus-putus” yang berdasarkan sejarah Cina ke jalur laut tersebut. Dia  juga menepis kekhawatiran atas manuver militer Cina di wilayah tersebut, termasuk maneuver menembakkan rudal balistik ke Laut Cina Selatan, pekan lalu.

“Baik Cina maupun ASEAN tidak ingin mengubah laut menjadi arena kekuasaan. Kami tidak ingin itu menjadi alat untuk persaingan geopolitik,”ujarnya.

Para pengamat sepakat bahwa Cina menghadapi perjuangan berat dalam hubungannya dengan negara-negara ASEAN.

Collin Koh, seorang peneliti di Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University Singapura, mengatakan, negara-negara ASEAN mungkin juga ingin mempercepat pembicaraan tentang kode etik karena “ketidakpastian yang dipicu pandemic, yang dipicu lebih lanjut oleh apa yang dianggap negara anggota sebagai meningkatnya ketegangan Sino-AS ”.

“Ketegangan tersebut juga berarti bahwa ASEAN memiliki “kepentingan baru bagi Cina”, katanya.

Namun, meskipun ada kekhawatiran yang berkembang dari kawasan itu atas kebijakan luar negeri Beijing yang tegas, menurut Zhang Mingliang–pakar urusan Asia Tenggara di Universitas Jinan di Guangzhou—sikap mereka terhadap sengketa maritim tetap tidak berubah,.

“Sementara pernyataan Luo mungkin menarik penonton di Cina, retorikanya yang keras terhadap AS tidak mungkin membantu kasus Beijing menjelang pembicaraan penting tentang kode etik maritim ini,”kata Zhang. Ia menambahkan bahwa Cina tidak melakukan cukup upaya untuk mengakui kekhawatiran anggota ASEAN. [South China Morning Post]

Shi Jiangtao, seorang mantan diplomat, telah bekerja sebagai reporter liputan Cina di SCMP selama lebih dari satu dekade.

Back to top button