Bisnis Senjata Korut: Didesain Uni Soviet, Diproduksi Pyeongyang, Dibeli Rusia
- Korut biasanya berbisnis senjata dengan Suriah, Iran, dan Hezbollah.
- Kini, mereka dapat raksasa bernama Rusia, yang butuh senjata primitif dari era Uni Soviet.
JERNIH — AS menuduh Rusia membeli jutaan peluru artileri dan roket dari Korea Utara (Korut). Dubes Rusia di PBB membantah tuduhan itu.
Pertanyaannya, apakah AS asal tuduh, yang membuat Rusia seenaknya membantah? Tentu saja tidak. Berikut riwayat yang melatari tuduhan itu.
Uni Soviet Mendesain, Korut Memproduksi
Korut memiliki sejarah panjang untuk urusan ekspor senjata. Senjata dibuat Korut berdasarkan desain Uni Soviet atau Rusia. Korut juga dapat memberi Rusia berbagai senjata konvensional kecil.
Senjata Apa yang Bisa Diberikan Korut
Hugh Griffiths, mantan koordinator panel ahli PBB yang memantau sanksi terhadap Korut, mengatakan Pyeongyang adalah gudang peluru ‘dumb’ artileri dan roket era Soviet yang berasal dari tahun 1950-an.
“Peluru artileri dan sistem roket yang tersimpan di Korut relatif primitif luar biasa,” kata Griffiths. “Beberapa di antaranya memiliki jenis dan kaliber sama seperti yang digunakan Rusia untuk menghancurkan kota-kota di Ukraina.”
“Di antara senjata paling mungkin dibeli Rusia dari Korut adalah roket Katyusha 107mm, peluncur roket 122mm, peluru artileri 155mm atau 122 mm, atau amunisi senjata kecil untuk senapan mesin dan senapan otomatis,” kata Bruce Bechtol, profesor di Angelo State University di Texas, yang meneliti penjualan senjata Korut.
Semua yang dibuat di Korut adalah salinan sistem Soviet lama, yang sebetulnya bisa diproduksi sendiri oleh Rusia.
Jika Rusia melewati semua sumber rantai pasokan lain dan pergi ke Korut untuk mendapatkan yang diinginkan, situasinya lebih buruk dari segi militer mungkin akan terjadi di Ukraina. Bukan tidak mungkin Rusia sedang mempersiapkan serangan besar-besaran yang membutuhkan pasokan besar dalam waktu singkat.
Sejarah Penjualan Senjata Korut
Kesepakatan transaksi senjata Korut-Rusia, seperti dijelaskan pejabat AS, akan menjadi yang terbesar dan belum pernah terjadi sebelumnya.
“Korut menjual banyak amunisi ke Suriah dan Iran, plus Hizbullah, selama perang saudara Suriah,” kata Bechtol.
Dalam beberapa tahun terakhir, panel ahli menuduh Pyeongyang menghindari sanksi memasok senjata ke Suriah dan Myanmar, termasuk senjata kimia, komponen rudal balistik, dan senjata konvensional seperti peluncur roket dan rudal permukaan ke udara.
Griffiths mengatakan berkali-kali orang menyaksikan Korut mampu meningkatkan pendapatan mata uang asing, yang membuat mereka memperoleh komoditas seperti minyak.
Risiko Kecil, Untung Besar
Kesepakatan dengan Rusia kemungkinan akan menjadi lebih besar, karena senjata akan dikirim dengan mudah. Jika dikirim dengan kapal laut, Korut akan dituduh melanggar sanksi dan kapal — beserta semua senjata di dalamnya — akan disita.
Korut kemungkinan akan mengirim semua senjata yang diperlukan Moskwa dengan kereta api, melintasi perbatasan kedua negara.
Griffiths menilai akan lebih kecil risiko bari Korut untuk menyelundupkan amunisi ilegal ke Rusia, dibanding mengirim peralatan militer lewat udara ke Myanmar atau Suriah.
“Korut tidak akan ragu menguras isi gudangnya untuk dijual ke klien penting dan tidak biasa,” kata Griffiths.