Crispy

Cina Klaim Masjid di Xinjiang Lebih Banyak Ketimbang AS

Jakarta – Pemerintah Tiongkok mengatakan telah melindungi kebebasan warganya untuk beragama sesuai hukum. Jumlah masjid di Amerika Serikat tidak sepersepuluh dari yang ada Xinjiang, Cina.

Demikian klaim dari Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China (MFA) Zhao Lijian, dalam sebuah konferensi pressnya, Rabu (26/2/2020) seperti dikutip dari fmprc.gov.cn. “Ada 24.400 masjid di Xinjiang, satu untuk setiap 530 Muslim. Sebaliknya, jumlah masjid di AS bahkan tidak sepersepuluh dari itu di Xinjiang,” kata Lijian.

Pernyataan ini keluar setelah wartawan meminta komentarnya bahwa Duta Besar AS untuk Kebebasan Beragama Internasional Sam Brownback yang mengatakan bahwa tindakan Beijing untuk mengubah Muslim menjadi warga negara Tiongkok yang baik dan tenang. “Bahwa ini adalah perang terhadap agama. Saya ingin tahu apakah Anda memiliki komentar?” tanya wartawan.

Lijian mengakui bukan pertama kalinya orang-orang tertentu di AS membuat tuduhan dan rumor sembrono yang mencoba merusak kerukunan etnis China dan mencampuri urusan dalam negerinya dengan dalih kebebasan beragama. “Kami dengan tegas menentang itu,” tandasnya.

Ia mengatakam orang-orang dari semua kelompok etnis menikmati di negaranya kebebasan beragama penuh sesuai dengan hukum.

Menurut hasil jajak pendapat yang dirilis oleh Gallup dan Pew Research Center, 42% orang Amerika mengatakan bahwa mereka sangat peduli dengan hubungan ras dan 75% Muslim di AS percaya ada diskriminasi serius terhadap mereka.

“Saran saya kepada duta besar yang bertanggung jawab atas urusan “kebebasan beragama” ini: dapatkan lebih banyak pengetahuan tentang kebenaran dan lebih menghormati orang lain, dan berhenti mencampuri urusan dalam negeri China dengan dalih agama,” tambahnya lagi.

Sebelumnya AS dan Barat menuduh Beijing melakukan pelanggaran hak asasi manusia dengan menempatkan 1,5 juta warga etnis Muslim Uighur di kamp-kamp konsentrasi yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Xinjiang.

Namun Beijing membantah dengan dalih kamp-kamp tersebut sebagai pusat pelatihan pendidikan keterampilan sekaligus sebagai upaya deradikalisasi terhadap warga etnis Muslim Uighur. Gubernur Xinjiang Zakir Shohrat di Beijing menjelang akhir tahun lalu mengatakan bahwa para penghuni kamp sudah berhasil merampungkan program pendidikan dan pelatihan sehingga berhak meninggalkan kamp.

Selain Uighur, umat Islam di China juga berasal dari beragam etnis lainnya, terutama Hui dan Salar. [Zin]

Back to top button