Di Myanmar, Covid-19 tak Lagi Menakutkan
- Tenaga medis lebih suka turun ke jalan terlibat demo.
- Tempat=tempat pengujian Covid-19 kehilangan tenaga medis.
- Jumlah tes harian merosot luar biasa. Protokol kesehatan terabaikan.
JERNIH — Myanmar adalah negara Asia Tenggara paling menderita akibat pandemi Covid-19, dengan 31.177 kematian, tapi junta militer lebih menakutkan bagi masa depan rakyat negara yang dulu bernama Burma.
Sejak kudeta militer 1 Februari 2021, dan keesokan hari tenaga medis dan dokter menyuarakan pembangkangan sosial, jumlah tes harian terus turun.
Senin, 8 Februari 2021, jumlah tes harian hanya 1.987, terendah sejak 29 Desember 2020. Sepekan sebelum kudeta, rata-ratas tes harian mencapai 17 ribu. Pekan pertama setelah kudeta, jumlah tes harian mencapai 9.350.
Penurunan disebabkan pembangkangan sipil tenaga medis. Di rumah sakit, dokter dan perawat hanya menangani pasien dengan penyakit serius.
Di pusat-pusat karantina, tenaga medis tak terlihat lagi sejak pembangkangan sipil dilancarkan. Jumlah kasus baru juga turun, dengan hanya empat orang pada Senin lalu.
Sebelumnya, sepanjang Januari 2021, rata-rata penambahan per pekan 420 kasus. Total kasus Covid-19 di Myanmar saat ini 141 ribu kasus.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Myanmar menolak berkomentar. Senin lalu, kementerian meminta tenaga kesehatan kembali bertugas karena vaksinasi telah dimulai.
Tidak ada informasi apakah tenaga medis, terutama yang terlibat dalam penanganan Covid-19, kembali bertugas. Yang pasti, setiap hari petugas kesehatan turun ke jalan memprotes kudeta militer.
Pemerintah Aung San Suu Kyi menginci Myanmar untuk mengurangi penyebaran Covid-19, dan menekan jumlah kematian. Namun, dampak ekonomi penguncian itu sangat luar biasa.
Kemarin, pemimpin junta militer Jenderal Min Aung Hlaing berjanji menjadikan perang melawan Covid-19 sebagai prioritas. Ia juga menekankan pentingnya vaksinasi.
Yang terjadi saat ini adalah rakyat Myanmar lebih takut junta militer. Junta militer lebih suka memerangi pengunjuk rasa ketimbang Covid-19. Rakyat dan junta militer mengabaikan protokol kesehatan.