
Direktur Eksekutif GREAT Institute, Sudarto, menilai langkah DPR RI tersebut sebagai tindak lanjut konkret atas keputusan Presiden Prabowo Subianto pada pekan sebelumnya. Menurut Sudarto, kehadiran Satgas DPR RI menjadi penting untuk menjawab kebutuhan koordinasi cepat antara eksekutif dan legislatif dalam penanganan bencana. “Dengan Satgas ini, DPR dapat lebih sigap memberi dukungan kepada pemerintah, terutama dalam aspek anggaran dan regulasi,” kata dia.
JERNIH– Menjelang pergantian tahun, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memutuskan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemulihan Pascabencana Sumatera. Satgas tersebut akan berkantor di Aceh, sebagai pusat koordinasi lintas kementerian dan lembaga dalam mempercepat rehabilitasi serta rekonstruksi wilayah terdampak bencana.
Keputusan itu disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, saat memimpin rapat koordinasi Satgas Pemulihan Pascabencana Sumatera di Aceh, Selasa, 30 Desember 2025. “Satgas Pemulihan Pascabencana yang didirikan DPR RI memang berkantor di lokasi ini. Kami berharap ada perwakilan dari kementerian dan lembaga, masing-masing satu orang, yang ikut berkantor di sini,” kata Dasco.
Rapat koordinasi tersebut dihadiri sejumlah kepala daerah, antara lain Gubernur Aceh, Gubernur Sumatera Utara, Gubernur Sumatera Barat, serta para bupati dari daerah terdampak. Hadir pula jajaran menteri dan pejabat negara, termasuk Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan, Menteri Sosial, Wakil Kepala BNPB, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Kasatgas Darurat Jembatan, Utusan Khusus Presiden Bidang Kepemudaan, serta pimpinan BUMN strategis seperti Telkomsel dan PLN.
Pembentukan Satgas ini mendapat apresiasi dari GREAT Institute. Direktur Eksekutif GREAT Institute, Sudarto menilai langkah DPR RI tersebut sebagai tindak lanjut konkret atas keputusan Presiden Prabowo Subianto pada pekan sebelumnya.
Menurut Sudarto, kehadiran Satgas DPR RI menjadi penting untuk menjawab kebutuhan koordinasi cepat antara eksekutif dan legislatif dalam penanganan bencana. “Dengan Satgas ini, DPR dapat lebih sigap memberi dukungan kepada pemerintah, terutama dalam aspek anggaran dan regulasi,” katanya.
Ia menilai, salah satu nilai tambah Satgas adalah kemampuannya mempercepat proses pengambilan keputusan anggaran, sehingga program penanganan darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi dapat segera dijalankan tanpa tersendat prosedur politik yang berlarut.
Selain itu, Sudarto menekankan bahwa proses rekonstruksi ke depan hampir pasti membutuhkan penyesuaian regulasi, mulai dari tata ruang, status kepemilikan tanah, hingga kebijakan kehutanan. Dalam konteks itu, Satgas DPR RI dinilai dapat berperan sejak awal untuk mengidentifikasi kebutuhan perubahan regulasi yang relevan bagi daerah terdampak.
“Kami mengapresiasi langkah DPR RI yang diinisiasi Prof. Sufmi Dasco Ahmad. Satgas ini akan mempercepat kerja eksekutif dalam penanganan dan rekonstruksi pascabencana Sumatera,” kata Sudarto.
Lebih jauh, Sudarto menyoroti dimensi kepercayaan publik yang menurutnya ikut terdampak oleh lambatnya respons negara pada fase awal bencana. Ia berharap keberadaan Satgas yang berkantor langsung di Aceh dapat menurunkan tensi ketegangan di masyarakat sekaligus memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Ia menyarankan agar Satgas menunjuk juru bicara resmi yang aktif dan transparan menyampaikan perkembangan penanganan bencana. “Masyarakat perlu diyakinkan bahwa negara benar-benar hadir, bekerja, dan bisa dipantau,” katanya.
Sudarto mengungkapkan, survei GREAT Institute pada akhir Oktober 2025 menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Prabowo dan program pemerintah mencapai 85,8 persen. Namun, analisis big data yang dilakukan lembaganya memperlihatkan tren penurunan tajam kepuasan publik sejak bencana Sumatera terjadi pada akhir November hingga Desember 2025.
“Lambatnya respons BNPB pada fase awal menjadi titik mula ketidakpuasan, yang kemudian berkembang menjadi ketidakpercayaan terhadap pemerintah secara umum,” katanya.
Karena itu, Sudarto mengusulkan agar Satgas Pemulihan Sumatera tidak hanya diisi unsur pemerintah dan legislatif, tetapi juga melibatkan lembaga-lembaga yang memiliki kapabilitas rehabilitasi dan rekonstruksi, termasuk aktivis kemasyarakatan serta komunitas relawan yang berintegritas.
“Keterlibatan aktivis dan relawan yang memiliki kapasitas dan kejujuran penting agar persoalan sosial dan politik pascabencana dapat ditangani secara terbuka dan bertanggung jawab. Ini juga akan membantu mengembalikan kepercayaan publik,” kata Sudarto.
Pembentukan Satgas Pemulihan Pascabencana Sumatera diharapkan menjadi penanda bahwa negara tidak sekadar hadir dalam pernyataan, tetapi bekerja langsung di lapangan—menyatukan otoritas, sumber daya, dan kepercayaan publik dalam satu garis pemulihan. [rls]






