ElevenLabs Menggebrak Cara Baru AI Generator Musik

ElevenLabs adalah pelopor teknologi audio AI yang merevolusi penciptaan suara dan musik sintetis dengan kualitas mendekati manusia, siap mengguncang industri kreatif.
JERNIH – ElevenLabs, startup unicorn di bidang audio AI, baru saja mengumumkan peluncuran model terbaru yang memungkinkan pengguna menciptakan musik menggunakan teknologi AI. Langkah ini diklaim telah mendapat lampu hijau untuk penggunaan komersial, menandai ekspansi besar ElevenLabs dari fokus utamanya selama tiga tahun terakhir: pengembangan teknologi text-to-speech.
Kini, perusahaan yang berbasis di New York ini tidak hanya unggul dalam menghasilkan suara sintetis yang nyaris tak bisa dibedakan dari suara manusia, tetapi juga merambah ke ranah pembuatan musik, bot percakapan, dan penerjemahan ucapan ke berbagai bahasa.
Dari Text-to-Speech ke Panggung Musik
Didirikan pada 2022 oleh Piotr Dabkowski dan Mati Staniszewski, ElevenLabs telah menjadi pelopor dalam teknologi audio AI. Dengan valuasi mencapai 1,1 miliar dolar pada Januari 2024 setelah mengumpulkan 80 juta dolar dalam pendanaan Seri B, perusahaan ini dikenal sebagai pemimpin dalam solusi text-to-speech yang realistis.
Produknya digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari sulih suara untuk video hingga asisten virtual berbasis AI. Kini, dengan model musik terbarunya, ElevenLabs menunjukkan ambisi untuk menggoyang industri kreatif.

Perusahaan ini merilis beberapa sampel musik yang dihasilkan oleh AI-nya, salah satunya adalah lagu rap dengan lirik seperti, “muncul dari celah-celah dengan ambisi di saku saya” dan perjalanan dari “Compton ke Kosmos.”
Lagu ini mengingatkan pada gaya ikonik seniman seperti Dr. Dre, N.W.A., hingga Kendrick Lamar. Namun, kemampuan AI untuk meniru pengalaman budaya dan emosi yang begitu personal ini juga memicu pertanyaan: sejauh mana teknologi boleh meniru karya manusia tanpa kehilangan esensi otentiknya?
Tantangan dan Kontroversi di Balik Musik AI
Membuat musik dengan AI bukanlah perkara mudah. Industri musik telah lama bergulat dengan isu hak cipta, terutama terkait data pelatihan yang digunakan untuk mengembangkan model AI. Tahun lalu, Asosiasi Industri Rekaman Amerika (RIAA) menggugat dua startup AI musik, Suno dan Udio, atas tuduhan melatih model mereka dengan materi berhak cipta tanpa izin. Kasus ini menyoroti ketegangan antara inovasi teknologi dan perlindungan hak kekayaan intelektual.

Untuk menghindari masalah serupa, ElevenLabs mengambil langkah proaktif dengan menjalin kemitraan strategis. Perusahaan ini mengumumkan kerja sama dengan Merlin Network dan Kobalt Music Group, dua platform penerbitan musik independen terkemuka.
Merlin mewakili artis-artis besar seperti Adele, Nirvana, Mitski, Carly Rae Jepsen, dan Phoebe Bridgers, sementara Kobalt bekerja dengan nama-nama seperti Beck, Bon Iver, dan Childish Gambino. Menurut perwakilan Kobalt, artis harus secara sukarela memilih untuk mengizinkan karya mereka digunakan dalam pelatihan AI, memastikan pendekatan yang lebih etis dalam pengembangan teknologi ini.
Mengapa Langkah ElevenLabs Penting?
Langkah ElevenLabs ini bukan sekadar soal teknologi, tetapi juga tentang bagaimana AI dapat mengubah cara kita menciptakan dan mengonsumsi musik. Dengan model baru ini, musisi independen hingga produser besar memiliki peluang untuk bereksperimen dengan alat yang dapat menghasilkan komposisi musik secara instan.
Namun, ini juga membuka diskusi tentang batasan etika dalam penggunaan AI—terutama ketika teknologi mulai meniru gaya dan pengalaman seniman tertentu.

Dengan dukungan dari investor seperti Andreessen Horowitz dan Sequoia Capital, serta kemitraan dengan platform musik ternama, ElevenLabs tampaknya berada di jalur untuk mendefinisikan ulang masa depan audio kreatif. Namun, apakah dunia musik siap untuk revolusi AI ini, atau akankah kita melihat lebih banyak pertempuran hukum dan etika di masa depan? Hanya waktu yang akan menjawab.(*)
BACA JUGA: Flight Deals FiturAI dari Google yang Mengubah Cara Menemukan Tiket Termurah






