Giliran Suku Maori Menuntut Penghapusan Simbol Kolonial di Selandia Baru
- Di kota Hamilton, patung Kapten John Fance Charles Hamilton dipindahkan atas permintaan komunitas Suku Maori.
- Kapten Hamilton tewas dalam neraka perang yang diciptakan pahlawan Maori paling legendaris, yaitu Ngai Te Rangi.
- Pene Taka Tuaia tercatat sebagai ahli strategi perang parit, yang membunuh Kapten Hamilton.
- Nama-nama itu layak menghiasi kota-kota di Selandia Baru.
Hamilton — Komunitas Maori, penduduk asli Selandia Baru, meminta patung Kapten John Fance Charles Hamilton — komandan militer era kolonial — dipindahkan dari pusat kota. Namun, bagaimana dengan nama kota?
Sebuah derek mengangkat patung perunggu Kapten Hamilton dari alun-alun kota. Sekelomok kecil orang yang menyaksikan peristiwa itu bersorak.
Dewan Kota Hamilton mengakui ekstrasi patung itu adalah bagian dari upaya menghilangkan peringatan yang dianggap mewakili ketidak-harmonisan budaya dan penindasan.
Ketidak-harmonisan itu sedang memicu aksi protes global, yang dimulai kematian George Floyd di Minneapolis, AS.
“Saya tahu banyak orang, dan semakin banyak, menganggap patung itu adalah ofensif budaya,” kata Paula Southgate, walikota Hamilton.
“Kita tidak bisa mengabaikan apa yang sedang terjadi di seluruh dunia,” lanjutnya. “Saat ini kita berusaha membangun toleransi dan pengertian. Saya rasa patung itu tidak membantu kita menjembatani celah perbedaan.”
Hamilton adalah komandan angkatan laut yang memerangi suku asli Maori, yang mempertahankan tanah mereka dari ekspansi kolonial Inggris di abad ke-19.
Dia tewas dalam Pertempuran Pukehinahina, atau Gate Pa, tahun 1864. Saat itu, kendati kalah jumlah, Maori menangkis serangan artileri Inggris dan balik memukul pasukan Inggris dalam pertempuran jarak dekat.
Gate Pa War juga dikenal sebagai Perang Parit. Pene Taka Tuaia, ahli strategi perang Maori, mengelilingi benteng pertahanan terbuka dengan parit jebakan dan parit perlindungan. Tujuannya menipu pasukan Inggris, yang mengawali serangan dengan tembakan artileri.
Skenario Pene Taka Tuaia benar. Inggris membombardir benteng Maori dengan artileri. Pasukan Maori yang sedikit, berbaring di parit, parit, menunggu Inggris selesai menembak dan serdadunya menyerang.
Serangan artileri berlangsung delapan jam. Situs New Zaeland History mencatat, 90 persen tembakan artileri tak efektif membunuh banyak prajurit Maori, karena hanya 15 yang tewas.
Saat pasukan Inggris menyerang benteng terbuka yang porak poranda, mereka dikejutkan tembakan dari parit-parit. Lebih 35 marinir Inggris tewas, dan 75 lainnya terluka parah. Kapten Hamilton tewas di tempat dalam pertempuran ini.
Marinir Inggris yang tak sempat masuk, mundur kocar-kacir menyaksikan neraka perang yang diciptakan Maori.
Dalam memoir-nya, Letnan Kolonel Gamble mengakui Ngai Te Rangi, komandan Maori di benteng itu, sebagai lawan paling cerdas dan berani. Ia menaruh hormat dan kebencian.
Sumbangan Dewan Kota
Kapten Kapten John Fance Charles Hamilton adalah pendiri kota Hamilton, wilayah yang dikuasai selama perang melawan penduduk asli. Di kota ini, sisa pasukan dan keluarganya tinggal dan membangun kota.
Sampai 2012 tidak ada patung Kapten Hamilton di kota itu. Tahun 2013 dewan kota membuatnya, dan meletakannya di taman.
Kini, dewan kota pula yang harus memindahkannya setelah permintaan resmi iwi regional, atau suku, Waikato-Tainui.
Sebelumnya, aktivis Taitimu Maipi menyebut Kapten Hamilton sebagai pembunuh suku asli. Pengunjuk rasa anti-rasis bersumpah membongkar patung itu akhir pekan ini.
“Bagaimana bisa kita menerima dia sebagai pahlawan, jika sejarah mencatat dia adalah monster yang memimpin pertempuran,” kata Maipi kepada Waikato Times.
Waikato Times memuji pemindahan patung itu, dan mengatakan sejumlah petinggi sedang membahas kemungkinan mengganti nama kota Hamilton. Artinya, Hamilton benar-benar lenyap dari kota yang dibangunnnya.
Ada satu kota Maori yang hilang selama kolonisasi Inggris, yaitu Kirikiriroa. Nama ini bisa dipulihkan.
Rukumoana Schaafhausen, ketua iwi regional, mengatakan; “Ketidak-adilan di masa lalu seharusnya tidak menjadi pengingat terus-menerus, karena kami ingin menumbuhkan dan mengembangkan kota indah di masa depan.”
Dewan kota Hamilton mengatakan nasib patung komandan Inggris dan apa yang harus diganti kini masih dalam pembicaraan.