Hukuman ‘Pancung Digital’ Bagi Selebritis yang Diam atas Perang Genosida di Gaza
- Diam atau bersikap sama berbahayanya bagi selebritis, yaitu kehilangan popularitas dan mengeringkan penghasilan.
- Sekedar memperlihatkan simpati kepada individu, tanpa mengecam salah satu yang bertikai di Gaza, disebut oportunis.
JERNIH — Kim Kadarshian kehilangan ratusan ribu follower Instagram. Taylor Swift, yang memilih untuk fokus pada Eras Tour dan tak berkomentar soal Krisis Gaza, kehilangan 200 ribu follower dalam beberapa hari.
Mereka hanya dua dari sekian selebriti yang menghadapi hukuman ‘pancung digital’ — penggerak aksi menyebutnya guillotine digital — dalam gerakan Block Out 2024. Gerakan dimulai di TikTok, sebagai respons terhadap anggapan terputusnya hubungan antara Met Gala yang glamor dan genosida di Gaza yang sedang berlangsung.
Guillotine Digital dalam Block Out 2024 tidak hanya tentang unfollow tapi juga pemblokiran selebriti di media sosial dan platform streaming.
Guillotine mengacu pada alat pemenggal kepala yang dirancang Dr Joseph Ignace Guillotine. Alat ini dibuat jauh sebelum Revolusi Prancis, tapi menjadi populer saat digunakan untuk menghukum mati banyak bangsawan Prancis, salah satunya Marie Antoinette.
Selama berbulan-bulan aktivis pro-Palestina membanjiri kolom komentar situs media sosial, mendesak para bintang menyeru gencatan senjata dalam perang genosida di Gaza.
Gerakan menguat setelah Met Gala, penggalangan dana super mewah dalam dunia fesyen dan peragaan busana dunia. Saat itu, influencer Hailey Kalil — yang tampil dengan gaun mewah — memposting di TikTok lip-sync; “Biarkan mereka makan kue.”
“Biarkan mereka makan kue” adalah ungkapan terkenal Marie Antoinette yang melambangkan ketidak-pedulian bangsawan Prancis abad ke-18 terhadap masyarakat miskin.
TikToker ladyfromtheoutside, yang memulai gerakan ini, menjawab; “Sudah waktunya bagi rakyat untuk melakukan apa yang saya sebut guillotine digital, jika Anda mau.”
“Singkirkan pandangan kami, kesukaan kami, komentar kami, dan uang kami,” lanjut ladyfromtheoutside dalam desakannya.
Pesan ini dianggap sebagap sebagai seruan bagi gerakan pro- Palestina dan indikasi awal yang menunjukan gerakan boikot mulai berdampak.
Anaisis situs Social Blade menyebutkan Kim Kadarshian kehilangan ratusan ribu pengikut Instagram dalam beberapa hari setelah menghadiri pesta dansa di New York. Superstar global Taylor Swift menghadapi penurunan follower Instagram sebanyak 200 ribu sejak Kamis pekan lalu.
“Ini soal kehidupan dan keadilan. Jika dia bisa menggalang kita untuk memilih, dia punya kekuatan untuk berbicara tentang keadilan,” kata seorang pengguna TikTok yang meyebut diri Swiftie Palestina. “Jadi, sudah waktunya untuk memblokir, berhenti mengikuti, berhenti streaming idola.”
Tidak jelas apakah gerakan ini berdampak atas penurunan popularitas selebriti di medis sosial, atau ada tren lain yang ikut berperan. Menurut Profesor Natasha Lindstaedt, pengajar Universitas Essex yang mempelajari aktivisme selebritis, kerugian atas gerakan ini mungkin terjadi dalam waktu singkat.
“Terkadang orang membuat keputusan berdasarkan respons emosional terhadap suatu isu dan memutuskan jika seorang selebriti tidak berada di pihaknya, ya jangan diikuti lagi,” kata Lindstaedt.
Fenomena ini dikenal di kalangan akademis sebagai slacktivism — menggantikan tindakan online yang berisiko rendah seperti memposting meme atau sekedar like, atau memilih berhenti mengikuti bintang favorit.
Selebriti dan Politik
Selebriti yang saat ini diam beranggapan alangkah bijaksana untuk menunggu reaksi balik. Sebab, sifat perang genosida di Gaza terbukti berbahaya bagi kelangsungan popularitas mereka.
Susan Sarandon, misalnya, dikeluarkan dari agensi UTA setelah berbicara dalam rapat umum pro-Palestina, November 2023 lalu. Komedian Jerry Seinfeld, yang sekian lama menjadi model selebriti apolitis, menghadapi kritik keras setelah dianggap dekat dengan Israel.
Reaksi lebih keras terhadap Seinfeld makin intensif setelah Jessica, istrinya, menyumbang kelompok pro-Israel di UCLA yang menimbulkan perselisihan sengit dengan demonstran pro-Palestina.
David Jackson, profesor di Bowling Green State University, mengatakan keterlibatan selebriti AS dalam politik telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.
Kemunculan media sosial, lanjut Jackson, memudahkan setiap orang mengembangkan hubungan parasosial dengan para bintang — yang pada dasarnya adalah hubungan satu arah bersifat timbal balik.
Kedekatan individu dengan bintang idola adalah kedekatan palsu. Ketika selebriti mengambil posisi tidak disukai, atau tidak bersikap, individu merasa dikhianati.
Bahkan, menanggapi permintaan penggemar pun bisa berisiko. Rapper Lizzo, misalnya, mempromosikan penggalangan dana untuk membantu seorang dokter di Gaza yang keluarganya meninggalkan wilayah Palestina yang terkepung, dan dia dikritik banyak orang dan dianggap oportunis.
Kita tidak bisa membayangkan betapa sulit menjadi selebritis di tengah konflik paling sensitif.