Humza Yousaf, Politisi Muslim yang Coba Lepaskan Skotlandia dari Ketiak Inggris
- Humza Yousaf menghadapi kenyataan hanya empat dari 10 orang Skotlandia ingin lepas dari Inggris.
- Padahal, dalam jajak pendapat 2020, 58 persen orang Skotlandia ingin empatkan monarki Inggris.
JERNIH — Nasionalis Skotlandia memilih Humza Yousaf — politisi Muslim berusia 37 tahun — sebagai pemimpin yang akan mencoba melepaskan mereka dari ketiak Britania Raya.
Kemenangan Yousaf diperoleh lewat pertarungan sengit yang mengungkap perpecahan mendalam di tubuh Scottish National Party (SNP), kekuatan politik berkuasa, dan diakhiri pemungutan suara parlemen Skotlandia.
Kemenangan Yousaf, yang disebut-sebut mempraktekan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, dikonfirmasi di lapangan rugby Murrayfield Edinburgh, Senin 27 Maret sore.
Sebelum perdebatan sengit, tiga kandidat menggelar kampanye enam pekan. Setiap kandidat saling serang dan mengungkap kelemahan, bahkan tak jarang menyerang kehidupan pribadi dan keluarga.
SNP, salah satu kekuatan politik Skotlandia, runtuh akibat adu argumentasi tentang bagaimana mencapai referendum kemerdekaan kedua dan cara terbaik memperkenalkan reformasi sosial seperti hak transgender.
Yousaf mengambil alih pesta dengan tujuan mengakhiri persatuan tiga dekade Skotlandia dengan Inggris.
Namun, Yousaf harus menghadapi kenyataan betapa hanya empat dari 10 orang Skotlandia yang mendukung kemerdekaan. Itu terlihat dalam jajak pendapat bulan ini, yang menandai pengunduran diri Sturgeon — pemimpin kharismatik.
Kepergian Sturgeon dipercaya memperlambat beberapa momentum pecahnya Britania Raya. Tidak ada strategi yang disepakati tentang cara memaksakan referendum baru, yang membuat Sturgeon frustrasi.
Yousaf memenangkan 24.335 suara anggota SNP pada putaran pertama pemungutan suara. Kate Forbes, pesaingnya, meraih 20.559 suara. Ash Regan, yang keluar dari pemerintahan karena menentang usulan perubahan pengakuan gender, di peringakat tiga dengan 5.599 suara.
Lahir di Glasgow dari pasangan Pakistan (ayah) dan Kenya (ibu), Yousaf dipandang sebagai sosok Skotlandia yang inklusif, liberal secara sosial, dan multi-etnis.
Selama kampanye, Yousaf tampil lebih santai dibanding Forbes, seorang anggota Free Church of Scotland, sebagai upaya menyeimbangkan pandangan agamanya dengan kebijakan partai yang progresif secara sosial.
Forbes menghadapi kritik keras karena menentang pernikahan sesama jenis. Yousaf mengatakan dia mendukung gagasan itu. Tahun 2016, Yousaf mengambil sumpah di parlemen Skotlandia dalam Bahasa Urdu tapi mengenakan kilt — pakaian tradisional Skolandia.
Selama kampanye Yousaf mengatakan Skotlandia yang merdeka harus mempertimbangkan untuk membuang monarki Inggris. Dalam referendum 2014, nasionalis Skotlandia kecewa karena hanya 45 persen mendukung kemerdekaan. Sisanya, 55 persen, masih ingin menyatu dengan Ratu Inggris.
Jajak pendapat bulan ini menunjukan kelompok pro kemerdekaan turun menjadi 39 persen. Padahan tahun 2020, kelompok pro-kemerdekaan sempat mencapai 58 persen.
Yousaf, menteri kabinet Muslim pertama dan satu-satunya dari Skotlandia, akan dilantik memimpin wilayah semi-otonom itu pekan ini.