Inspektur Jenderal Lengah, Dirjen Bina Keuangan Kemendagri Pantau Aliran Suap Saat Isoman
Itu yang dilakukan M Ardian Noervianto, Mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri yang meminta jatah disuapi sebesar Rp 10,5 miliar, ketika kawasan Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara membutuhkan suntikan dana sebesar Rp 350 miliar guna memulihkan perekonomiannya lantaran dihantam pandemi.
JERNIH-Seorang dalang Wayang Golek mengisahkan sebuah peristiwa kejahatan. Biasanya, di zaman masih serba belum maju, kejahatan dilakukan menggunakan golok atau linggis. Tapi kini, senjatanya sama sekali tak mengerikan yakni pulpen. Pakaian penjahat pun, jauh berbeda. Kalau di zaman baheula dengan kedok dari kain sarung, sekarang malah berdasi.
Inilah aksi kejahatan yang tengah merangsek di negeri ini, dilakukan berjamaah dan pastinya membuat kedodoran perekonomian bangsa. Belum lagi, penegak hukum jadi tambah banyak pekerjaannya. Dan yang mengejutkan, bisa-bisanya seorang pasien Corona memantau aliran duit haram ketika menjalani isolasi mandiri.
Itu yang dilakukan M Ardian Noervianto, Mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri yang meminta jatah disuapi sebesar Rp 10,5 miliar, ketika kawasan Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara membutuhkan suntikan dana sebesar Rp 350 miliar guna memulihkan perekonomiannya lantaran dihantam pandemi.
Suntikan dana itu, tentu saja bersumber dari anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Awalnya, Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka meminta bantuan Ardian yang punya jabatan mumpuni agar dana PEN sebesar Rp 350 miliar dikucurkan untuk kawasan di bawah kepemimpinannya. Ardian setuju, asal ada uang terima kasih senilai 3 persen dari total angka pengajuan. Ini artinya, kucuran dana PEN kudu dicubit Rp 10,5 miliar guna memperkaya bekas Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri tersebut.
Setelah disepakai, Andi Merya kemudian mengutus Laode M Syukur Akbar selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, guna menyampaikan suap sebanyak Rp 2 miliar dulu melalui tangannya.
Deputi Penindakan KPK Karyoto bilang, uang dialirkan melalui rekening Andi kepada Laode kemudian diteruskan kepada Ardian secara kontan di rumah pribadinya di Jakarta, dalam bentuk dolar Singapura sebanyak 131 ribu atau setara Rp 1,5 miliar. Sementara Laode, kebagian catutan Rp 500 juta.
Dari hasil pengembangan KPK, Ardian membubuhkan tandatangannya dalam draft final surat Mendagri ke Kementerian Keuangan guna mengucurkan dana yang diminta Andi. Belakangan, baru diketahui kalau dana PEN yang disetujui sebanyak Rp 150 miliar. Ini artinya, Ardian kebagian duit cubitan sebanyak Rp 4,5 miliar.
Buntut dari aktifitas pencurian bersenjata pulpen ala orang pintar tersebut, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Andi dijerat sebagai pemberi suap dengan jerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor.
Sementara Ardian dan Laode, dijerat pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ketiganya, kini berada di bawah tahanan KPK.
Meski Ardian terpapar Covid-19 dan harus menjalani isolasi mandiri, aksi jahatnya tak berhenti. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata bilang, kalau bekas Dirjen Bina Keuangan Kemendagri ini aktif memantau proses pengangsuran uang suap dari Andi ke Laode, kemudian ke Ardian.
Dan dalam proses pengaliran uang suap itu, Ardian memasang orang kepercayaannya untuk aktif berkomunikasi dengan Laode.
Tumpak Simanjuntak, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendagri mengatakan, kalau perkara ini merupakan aksi Ardian sendiri. Dan dia mengakui tak mampu menjangkau kelakuan anak buahnya tersebut. Padahal sudah sepatutnya Irjen menjadi pengawas para pejabat.
“Namun kasus ini merupakan kasus individual yang di luar jangkauan Itjen Kemendagri,” kata Tumpak di KPK, pada Rabu (2/) kemarin.
“Selanjutnya, dari kejadian ini, kami dari Kemendagri akan memperkuat strategi pencegahan korupsi ke depan meskipun saat ini kami juga sama-sama dengan deputi pencegahan terlibat di dalam stranas penanggulangan korupsi sebagaimana Perpres 54 2018 dan juga bersama BPKP akan ikut terlibat di dalam pengelolaan MCP (monitoring center for prevention),” kata dia menjelaskan.[]