Crispy

Jaringan Media Siber Apresiasi Langkah Polri Seputar UU ITE

Surat Edaran itu mempertimbangkan perkembangan situasi nasioal terkait dengan penerapan UU 19/2016 tentang Perubahan ata UU 11/2008 tentang ITE, yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital.

JERNIH– Organisasi perusahaan media massa berbasis internet, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) mengapresiasi langkah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengedepankan upaya preemptive (pendahuluan) dan preventif (pencegahan), dalam menangani kasus yang berkaitan dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) diapresiasi

Ketua Umum JMSI Teguh Santosa mengatakan, pihaknya berharap Virtual Police yang akan dikerahkan Polri untuk memantau perbincangan di dunia maya, dapat sungguh-sungguh bekerja untuk membantu pertukaran gagasan di dunia maya lebih produktif dan konstruktif, yang artinya menjaga iklim demokrasi.

Virtual Police yang dikerahkan itu, juga diharapkan benar-benar dapat membedakan karya jurnalistik yang dihasilkan perusahaan pers dengan pernyataan-pernyataan personal, yang disampaikan para pemilik akun media sosial, baik yang jelas identitasnya maupun anonimous.

Mantan anggota Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu, mengutip data monitoring Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers yang mengatakan, sepanjang 2020 lalu setidaknya sepuluh pekerja pers yang sedang melaksanakan tugas profesi dijerat dengan UU ITE, terutama pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik, dan pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian. 

“Police Virtual ini diharapkan tidak mengulangi peristiwa salah pasal terhadap karya jurnalistik,”ujar Teguh.

Menurut Teguh, ia  pernah bertemu dan mendiskusikan fenomena perbincangan dui dunia maya, dengan Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Slamet Uliadi, beberapa waktu lalu.

“Memang patut dijadikan perhatian bersama kualitas perbincangan di dunia maya, yang sering kali keluar dari yang diharapkan. Media sosial yang kita harapkan dapat memperkuat pondasi dan tenun kebangsaan. Faktanya, sering diwarnai pernyataan-pernyataan bernuansa ujaran kebencian dan kabar bohong, serta mengganggu konektivitas sosial,” ujarnya.

Mantan Wakil Presiden Konfederasi Wartawan ASEAN (2018) itu menambahkan, pihak Polri pasti telah mempersiapkan tahapan dalam penerapan Virtual Police tersebut.

Nantinya, Polri perlu mensosialisasikan kepada publik bagaimana Virtual Police ini akan bekerja. Apakah setelah monitoring akan diikuti dengan memberikan peringatan 1, 2, dan 3 secara virtual, sebelum akhirnya dilakukan penindakan, atau peringatan disampaikan secara langsung dan pihak yang diduga melanggar diminta membuat komitmen tidak mengulangi perbuatan.

“Transparansi hal-hal teknis pada tingkat pelaksanaan ini diperlukan, sehingga masyarakat paham, dan ada kepastian di tingkat tindakan,” ujarnya.

Keberadaan Virtual Police disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam Surat Edaran bernomor SE/2/11/2021 yang ditandatangani pada Jumat (19/2/2021).

Surat Edaran itu mempertimbangkan perkembangan situasi nasioal terkait dengan penerapan UU 19/2016 tentang Perubahan ata UU 11/2008 tentang ITE, yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital.

Atas pertimbangan itu, Kapolri meminta agar seluruh anggota Polri menerapkan penegakan hukum, yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Kapolri juga menginstruksikan jajarannya untuk senantiasa mengedepankan edukasi dan langkah persuasif untuk menghindari dugaan kriminalisasi terhadap pihak yang dilaporkan, dan di saat bersamaan dapat menjamin ruang digital Indonesia tetap bersih, sehat, beretika, dan produktif.

“Di antara yang akan dilakukan dalam konteks itu adalah mengedepankan upaya preemptive dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang tujuannya untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan, serta mencegah masyarakat dari tindak pidana siber,”kata Kapolri. [ ]

Back to top button