CrispyVeritas

Kerja Sama Jet Tempur KF-21 Korsel Terancam Setelah Kekhawatiran Hubungan Dekat RI-Korut

Keputusan Indonesia memperkuat hubungan dengan negara-negara pesaing sebagai bagian dari strategi non-bloknya dapat berdampak negatif terhadap hubungan yang telah terjalin. Analis Korea Selatan, misalnya, telah menyatakan kekhawatiran atas hubungan baru Jakarta dengan Korea Utara dan potensi ancaman terhadap program KF-21 ‘Boramae’.

JERNIH – Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono mengunjungi Pyongyang di Korea Utara pada 11 Oktober 2025, atas undangan Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui. Kedua pemimpin memperbarui Nota Kesepahaman (MoU) untuk mekanisme konsultasi bilateral, yang telah digambarkan sebagai platform untuk mengeksplorasi kerja sama lintas sektor politik, sosial budaya, teknis, dan olahraga.

Lowy Institute dalam sebuah artikelnya baru-baru mengungkapkan, pada saat Cina, Rusia, dan Korea Utara menciptakan poros kerja sama yang lebih dekat, Indonesia diyakini tengah membangun dirinya sebagai kekuatan menengah yang dapat berinteraksi dengan semua pihak tanpa mengorbankan independensinya.

Hanya saja, Korea Selatan mungkin tidak merasa nyaman dengan kesempatan baru ini yang disuntikkan ke dalam hubungan Indonesia-Korea Utara. Beberapa pengamat di Seoul telah mencatat bahwa perjanjian pertahanan potensial antara kedua belah pihak dapat membahayakan teknologi sensitif terkait dengan program jet tempur generasi ke-4.5 KF-21, yang dikembangkan bersama Korea Selatan dan Indonesia.

Badan Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) dilaporkan menepis semua kekhawatiran dan rumor, dengan menyatakan bahwa perjanjian kerahasiaan dengan Indonesia melindungi teknologi KF-21. “Kami tidak yakin teknologi KF-21 akan bocor. Kami secara ketat membatasi akses transfer teknologi hanya kepada pengguna akhir yang disetujui dan akan memastikannya tidak dapat dikompromikan,” ujar kepala DAPA, Seok Jong-gun, pada 17 Oktober.

Meskipun demikian, para kritikus tetap tidak yakin karena rekam jejak Indonesia dalam proyek kolaboratif tersebut, yang mencakup penundaan pembayaran dan skandal kebocoran, seperti dilansir The Korea Times, yang mengutip para ahli.

Indonesia awalnya berjanji untuk menanggung 20% ​​dari perkiraan biaya program sebesar 8,1 triliun won, atau sekitar $5,9 miliar, dengan imbalan 48 pesawat yang akan dibangun melalui transfer teknologi. Namun, karena kesulitan keuangan yang diperparah oleh pandemi COVID-19 dan dampaknya, pembayaran berulang kali tertunda.

Karena frustrasi dengan penundaan ini, Korea Selatan bahkan pada satu titik mempertimbangkan untuk melakukannya sendiri dalam program tersebut, sebelum setuju untuk mengurangi kontribusi Indonesia menjadi 7,5% awal tahun ini.

Ketegangan memuncak tahun lalu ketika Korea Selatan menuduh para insinyur Indonesia yang terlibat dalam pengembangan jet tempur KF-21 Boramae diduga mencuri teknologi yang terkait dengan proyek tersebut. Para insinyur yang dituduh tertangkap basah mencoba mengambil flashdisk USB berisi data rahasia KF-21 dari sebuah fasilitas produksi.

Para pengamat rupanya menyerukan tindakan pencegahan setelah Indonesia dan Korea Utara memperbarui hubungan diplomatik, dengan menyatakan bahwa Pyongyang telah lama bercita-cita untuk memperoleh teknologi pertahanan canggih dari Korea Selatan.

“Indonesia telah lama memiliki kelemahan dalam mengelola informasi sensitif, dan masalah struktural ini telah menyebabkan beberapa gangguan dalam proyek KF-21,” ujar Yang Uk, pakar militer dan peneliti di Asan Institute for Policy Studies, kepada Korea Times.

Tahun lalu, Kepolisian Korea Selatan mengungkapkan bahwa tiga kelompok peretas Korea Utara dilaporkan membobol sekitar sepuluh perusahaan pertahanan dalam negeri untuk memperoleh data militer selama 18 bulan.

Selain itu, beberapa pengamat menyatakan bahwa Korea Selatan bukan satu-satunya negara yang memiliki kekhawatiran tentang keamanan teknologi karena program KF-21 juga menggunakan teknologi AS. Meskipun KF-21 dilengkapi dengan sebagian besar komponen lokal, pesawat ini ditenagai mesin F414 yang dibuat di bawah lisensi dari perusahaan AS GE Aerospace.

Penting untuk dicatat di sini bahwa ini hanyalah dugaan belaka dan tidak mencerminkan posisi pemerintah Korea Selatan, setidaknya hingga saat ini.

Back to top button