Crispy

Korban Gempa Filipina Bertambah jadi 72 orang, Operasi Pencarian Dihentikan

  • Perhatian kini beralih ke pemberian bantuan kepada para korban gempa berkekuatan 6,9 skala Richter yang telah menjadi gempa paling mematikan di negara itu dalam lebih dari satu dekade.
  • Gempa yang melanda perairan lepas pulau tengah Cebu pada Selasa malam telah menyebabkan lebih dari 20.000 orang mengungsi, sementara lebih dari 300 orang terluka.

JERNIH – Korban tewas akibat gempa bumi dahsyat di Filipina tengah meningkat menjadi 72 pada Kamis (2/10/2025). Operasi pencarian dan penyelamatan di Provinsi Cebu yang dilanda gempa itu berakhir, karena jumlah korban tewas tidak akan bertambah banyak dan orang hilang telah ditemukan.

Tim penyelamat mengalihkan fokus kepada ratusan warga luka-luka dan ribuan orang yang kehilangan tempat tinggal. “Kami tidak memiliki satu orang pun yang hilang, jadi asumsinya semuanya telah diketahui,” kata juru bicara Dewan Pengurangan Risiko Bencana dan Manajemen Nasional Junie Castillo sertaya menambahkan bahwa beberapa unit penyelamat di Provinsi Cebu telah diperintahkan untuk ‘demobilisasi’.

Pemerintah mengatakan 294 orang terluka dan sekitar 20.000 orang telah meninggalkan rumah mereka. Hampir 600 rumah hancur di utara Cebu dan banyak yang tidur di jalanan saat ratusan gempa susulan mengguncang daerah tersebut. “Salah satu tantangannya adalah gempa susulan. Ini berarti warga enggan kembali ke rumah, bahkan rumah yang tidak (secara struktural) rusak,” kata Castillo.

Gubernur Provinsi Cebu, Pamela Baricuatro, meminta bantuan dan mengatakan ribuan orang membutuhkan air minum yang aman, makanan, pakaian, tempat tinggal sementara, serta relawan untuk memilah maupun mendistribusikan bantuan.

Presiden Ferdinand Marcos terbang ke Cebu bersama para ajudan seniornya untuk memeriksa kerusakan. Ia juga mengunjungi proyek perumahan yang rusak sebagian di Bogo, yang dibangun untuk para penyintas Topan Super Haiyan 2013, salah satu bencana alam paling mematikan yang melanda Filipina.

Sebuah kapel desa kecil di Bogo berfungsi sebagai tempat penampungan sementara bagi Diane Madrigal yang berusia 18 tahun dan 14 tetangganya setelah rumah mereka hancur. Pakaian dan makanan mereka berserakan di bangku-bangku kapel. “Seluruh dinding (rumah saya) runtuh jadi saya benar-benar tidak tahu bagaimana dan kapan kami bisa kembali lagi,” kata Madrigal.

“Saya masih takut dengan gempa susulan sampai sekarang, rasanya kami harus berlari lagi,” tambahnya. Ibu empat anak Lucille Ipil, 43, menambahkan wadah airnya ke deretan 10 meter di sepanjang pinggir jalan di Bogo, tempat penduduk dengan putus asa menunggu truk membawakan mereka air.

“Gempa bumi benar-benar menghancurkan hidup kami. Air penting bagi semua orang. Kami tidak bisa makan, minum, atau mandi dengan benar,” katanya. “Kami benar-benar ingin kembali ke kehidupan lama kami sebelum gempa tetapi kami tidak tahu kapan itu akan terjadi. Membangun kembali membutuhkan waktu lama.”

Banyak daerah masih tanpa listrik, dan puluhan pasien berlindung di tenda-tenda di luar rumah sakit Provinsi Cebu yang rusak di Bogo. “Saya lebih suka tinggal di sini di bawah tenda ini. Setidaknya saya bisa dirawat,” kata Kyle Malait, 22 tahun, sambil menunggu lengannya yang terkilir dirawat.

Lebih dari 110.000 orang di 42 komunitas terdampak gempa akan membutuhkan bantuan untuk membangun kembali rumah dan memulihkan mata pencaharian mereka, menurut kantor pertahanan sipil regional.

Gempa bumi hampir terjadi setiap hari di Filipina, yang terletak di “Cincin Api” Pasifik, sebuah busur aktivitas seismik intens yang membentang dari Jepang hingga Asia Tenggara dan melintasi cekungan Pasifik.

Sebagian besar gempa terlalu lemah untuk dirasakan manusia, tetapi gempa yang kuat dan merusak datang secara acak, tanpa teknologi yang tersedia untuk memprediksi kapan dan di mana gempa akan terjadi.

Back to top button