Lapas Ciangir Budidayakan Pangan Prioritas untuk Dukung Ketahanan Pangan Nasional
TANGERANG– Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Terbuka Kelas IIB Ciangir, Tangerang, Kamis 7 November lalu mulai menanam jagung hibrida di areal seluas 15 hektare. Penanaman jagung itu dilakukan untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
“Inilah saat yang kami tunggu,” ujar Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami. “Dalam Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan, WBP di lapas minimum security diharapkan menjadi SDM produktif.”
Sejak dibuka Juli 2019 lalu, WBP Lapas Kelas IIB Ciangir, Kabupaten Tangerang, relatif telah memproduksi aneka komoditas pertanian dan peternakan; sayur mayur, jamur, dan telur. Seluruh hasil produksi diserap pasar lokal, dengan keuntungan hasil penjualan diterima WBP sebagai insentif dan disetor ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak.
Menurut Dirjen Utami, WBP Lapas Kelas IIB Ciangir telah memperlihatkan kontribusi mereka untuk negara. Kini, lewat ‘Penanaman Jagung untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional’, WBP akan memberi kontribusi lebih besar bagi negara di sektor pertanian.
“Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian menyediakan 225 kilogram bibit dan lebih dari tiga ton pupuk,” kata Utami. Selama proses penanaman dan pemeliharaan, WBP terlibat aktif dan mendapatkan pendampingan sejumlah penyuluh pertanian dari Suku Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang. Ada pengawalan kepada WBP, tapi tidak maksimal.
Menjawab pertanyaan soal target produksi, Utami mengatakan, lembaganya berharap satu hektare tanaman akan menghasilkan tujuh ton jagung panen. Jadi, dengan 15 hektare yang ada diharapkan akan ada 85 ton jagung yang mereka panen pada Januari 2020.
Seluruh hasil produksi akan dijual ke pasar, atau ditampung Kementerian Pertanian. Hasil penjualan, setelah dikurangi ongkos produksi dan biaya tanam berikut, akan dibagi ke petani dan disetor ke kas negara.
“Aturannya sudah ajek,” kata Dirjen Utami. “Sebanyak 50 persen untuk WBP, lainnya disetor ke kas negara.” Dengan demikian WBP tidak hanya memberi kontribusi kepada negara tapi juga terlatih untuk menjadi pribadi mandiri dan produktif. Ia juga mengatakan tidak ada lagi kesan WBP termarjinalkan. WBP juga bisa berkontribusi bagi negara dan menjadi SDM unggul.
“Itulah tujuan revitalisasi,” ujarnya.
Tahap berikut
Berbicara kepada wartawan usai menanam dua varietas jagung bersama pejabat Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementerian Pertanian dan Suku Dinas Pertanian Tangerang, Utami mengatakan ada dua komoditas prioritas nasional selain beras yang harus ditingkatkan, yaitu jagung dan kedelai. Ditjen Lapas memilih jagung sebagai komoditas yang akan dikembangkan Lapas Kelas IIB Ciangir.
Tidak hanya di Ciangir, budi daya jagung juga akan dikembangkan di Lapas Kendal dan Nusakambangan, dengan luas tanam 15 dan 40 hektare. Penanaman akan dilaksanakan dalam waktu dekat, seiring kian dekat musim hujan.
“Semoga kelak bisa menjangkau lapas di wilayah lain, dan dengan komoditas pertanian lebih beragam, “ kata Utami.
Lahan Lapas Kelas IIB Ciangir sebelumnya adalah lokasi galian pasir di Tangerang. Setelah pasir habis, seluruh lahan terbengkalai. Lahan dibeli Pemprov DKI Jakarta untuk dijadikan tong sampah ibu kota, tapi gagal. Sekian lama lahan bekas galian pasir itu terbengkalai. Dalam dua bulan ke depan Ciangir, dengan Lapas Kelas IIB di dalamnya, akan menjadi lahan produktif dengan jagung sebagai komoditas unggulan.
Bermitra dengan banyak pihak dan merekrut ahli pertanian, Ditjen PAS juga mengubah lahan Ciangir menjadi kawasan pertanian terpadu. Dirjen PAS mengatakan, kelak akan ada peternakan sapi, yang membuat limbah perkebunan jagung menjadi pakan ternak.
Saat ini di sekeliling Lapas Kelas IIB Ciangir sedang dibangun berbagai fasilitas untuk budi daya unggas, kolam ikan, dan berbagai tanaman bernilai ekonomi tinggi. Salah satunya cabe. Sistem pertanian yang diterapkan benar-benar modern, dengan pengolahan tanah menggunakan traktor.
“Kami juga ingin jagung hasil produksi kami tidak langsung dijual, tapi diolah menjadi pakan ternak agar kami menikmati nilai tambah,” kata Utami.
Ia juga berharap agar para WBP, setelah melewati integrasi sosial yang sehat sebelum kembali ke masyarakat, menjadi generasi petani baru. Karena menurut dia jumlah petani di Indonesia kian menyusut dan hanya sedikit generasi muda yang memilih menjadi petani.
Mengenai adanya WBP yang ingin terus bertani di Lapas, Utami mengatakan hal itu bukan mustahil. “Bisa saja. Kami akan menjadikan mereka, WBP yang telah bebas tapi ingin bertani, sebagai penyuluh.” [ ]