
- Keluarga Palestina yang menunggu kembalinya kerabat yang dipenjara terkejut mengetahui bahwa mereka akan dideportasi.
- Pengasingan paksa tersebut melanggar hak kewarganegaraan para tahanan yang dibebaskan dan bukti standar ganda kesepakatan.
JERNIH – Keluarga dari banyak tahanan Palestina yang dibebaskan Israel berdasarkan kesepakatan mengatakan kebebasan yang telah lama mereka nantikan terasa pahit sekaligus manis setelah mengetahui orang yang mereka cintai akan dideportasi ke negara ketiga.
Kantor Media Tahanan Palestina mengatakan, setidaknya 154 tahanan Palestina yang dibebaskan Senin (13/10/2025) sebagai bagian dari pertukaran tawanan yang ditahan di Gaza akan dipaksa mengasingkan diri oleh Israel. Sementara itu, Hamas dan kelompok-kelompok Palestina lainnya telah membebaskan 20 tawanan Israel berdasarkan perjanjian gencatan senjata Gaza.
Belum ada rincian tentang ke mana warga Palestina yang dibebaskan akan dikirim, tetapi dalam pembebasan tahanan sebelumnya pada bulan Januari, puluhan tahanan dideportasi ke negara-negara di kawasan tersebut, termasuk Tunisia, Aljazair, dan Turki.
Para pengamat mengatakan pengasingan paksa tersebut melanggar hak kewarganegaraan para tahanan yang dibebaskan dan merupakan bukti standar ganda seputar kesepakatan pertukaran. “Tentu saja itu ilegal,” ujar Tamer Qarmout, profesor madya kebijakan publik di Institut Studi Pascasarjana Doha, mengutip Al Jazeera.
“Ini ilegal karena mereka adalah warga negara Palestina. Mereka tidak memiliki kewarganegaraan lain. Mereka dikeluarkan dari penjara kecil, tetapi kemudian dikirim ke penjara yang lebih besar, jauh dari masyarakat mereka, ke negara-negara baru di mana mereka akan menghadapi pembatasan yang sangat ketat. Ini tidak manusiawi.”
Berbicara kepada Al Jazeera di Ramallah di Tepi Barat yang diduduki, kerabat tahanan Palestina Muhammad Imran mengatakan mereka terkejut mengetahui bahwa dia termasuk di antara orang-orang yang diputuskan Israel untuk diasingkan. Pihak keluarga sebelumnya telah menerima telepon dari seorang perwira intelijen Israel, yang mengonfirmasi bahwa saudaranya, 43 tahun, akan dibebaskan dan menanyakan di mana ia akan tinggal setelah dibebaskan.
Namun pada hari Senin, keluarga tersebut kecewa ketika mengetahui bahwa Muhammad, yang ditangkap pada bulan Desember 2022 dan dijatuhi hukuman seumur hidup, akan dideportasi. “Berita hari ini memang mengejutkan, tapi kami masih menunggu. Mungkin kami bisa bertemu dengannya nanti,” kata Imran. “Yang penting dia dibebaskan, di sini atau di luar negeri.”
Dengan pengasingan itu berarti keluarganya mungkin tidak dapat bepergian ke luar negeri untuk menemuinya karena kontrol Israel di perbatasan. “Kita mungkin melihat keluarga-keluarga yang akan melihat orang yang mereka cintai dideportasi dan diasingkan keluar dari Palestina, tetapi tidak memiliki cara untuk menemui mereka,” kata Nida Ibrahim dari Al Jazeera, yang telah banyak melaporkan dari Tepi Barat yang diduduki.
Menurut Qarmout, deportasi tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan peluang Hamas dan kelompok Palestina lainnya untuk mengklaim kemenangan simbolis apa pun dari pertukaran tersebut dan menjauhkan tahanan yang dideportasi dari keterlibatan apa pun dalam kegiatan politik atau kegiatan lainnya.
“Pengasingan berarti akhir dari masa depan politik mereka,” ujarnya. “Di negara-negara tujuan, mereka akan menghadapi pembatasan yang ekstrem, sehingga tidak akan bisa aktif di front apa pun yang terkait dengan konflik.”
Ia mengatakan deportasi tersebut merupakan pemindahan paksa para tahanan yang dibebaskan dan hukuman kolektif bagi keluarga. Mereka akan dipisahkan dari orang-orang terkasih, dipaksa meninggalkan tanah air.
“Ini adalah situasi yang menguntungkan bagi Israel,” ujarnya, membandingkan pengalaman mereka dengan pengalaman para tawanan Israel yang dibebaskan, yang akan dapat melanjutkan hidupnya di Israel. “Ini lebih merupakan standar ganda dan kemunafikan,” katanya.