Lincence to Kill dari Duterte
MANILA — Presiden Rodrigo Duterte memerintahkan Letkol Jovie Espenido, petinggi kepolisian Filipina paling kontroversial, berangkat ke Bacolod — kota era penjajahan Spanyol berpenduduk 560 ribu — untuk memerangi bandar narkoba. Espenido mengantongi lisensi membunuh, aktivis hak asasi manusia (HAM) memprotes.
“Bacolod dikuasai gembong narkoba, dan saya mengirim Espenido ke sana,” kata Duterte dalam pertemuan dengan sejumlah pengusaha papan atas Filipina. “Saya katakan kepada Espenido; pergi sana dan kamu bebas membunuh siapa pun.”
Brigjen Bernard Banac, juru bicara kepolisian Filipina, mengatakan penunjukan Espenido adalah pemenuhan janji kampanye Duterte untuk memberantas perdagangan narkoba di sekujur Filipina. Namun, menurut Banac, pernyataan Duterte bahwa Espenido boleh membunuh siapa saja adalah hiperbola.
Tahun 2017, Espenido adalah kepala polisi Ozamiz City — kota di Mindanao. Ia memerangi perdagangan narkoba, dengan korbannya adalah Walikota Reynaldo Parajinog dan istri, serta 13 lainnya, dalam serangan fajar. Keluarga Parajinog menuduh Espenido melakukan serangan terencana, dengan target membunuh walikota.
Kepolisian Filipina membela Espenido, dengan mengatakan operasi antinarkoba itu sah dan Parajinog — bersaam personel keamanan — menentang penangkapan bandar narkoba.
Sebelumnya, tahun 2016, Espenido dituduh bertanggung jawab atas tewasnya Rolando Espinosa Sr — walikota Albuera di Pulau Leyte — di sel tahanan.
Espinosa Sr menyerahkan diri ke kepolisian Albuera, setelah Duterte mengancam akan mengejar dan menghabisinya jika menolak perintah menyerah. Bersama Parajinog, Espinosa adalah dua dari 158 pejabat lokal Filipina yang terlibat dalam perdagangan narkoba.
Duterte berupaya membersihkan negaranya dari perdagangan narkoba, dengan menangkap sejumlah hakim, petinggi kepolisian, dan pejabat lokal. Sejak Juli 2016 sampai Agustus 2019, 12 walikota dan delapan wakil walikota terbunuh dalam perang narkoba yang dikobarkan Duterte.
Jumat 19 Oktober 2019, Komisi HAM Filipina Karen Gomez Dumpit, mengutuk pernyataan Duterte. Menurutnya, pernyataan itu membuat Presiden Duterte terus melakukan pelanggaran HAM.
“Kalimat ‘silahkan bunuh siapa saja,’ bukan bahasa yang pantas untuk kami dengar dari seorang presiden,” kata Dumpit seperti dikutip Aljazeera. “Saya berharap warga Bacolod marah atas penunjukan Espenido sebagai komandan perang narkoba.”