Mari Belajar Falsafah Negara Dari Lahma
Meski cuma petani dan tak pernah mengenyam pendidikan tinggi, Lahma sadar bahwa Indonesia tengah mengalami krisis dalam hal persaudaraan sebagai bangsa. Makanya, dia berharap apa yang diamanatkan orang tuanya, bisa menjadi titik balik dalam memahami falsafah Bhineka Tunggal Ika, agar bisa dilaksanakan pada keseharian.
JERNIH- Ketika di luar sana banyak yang ribut, berseteru bahkan perang mengatasnamakan agama, ada secercah harapan datang dari Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Dan peristiwa ini, sungguh layak jika dikatakan sebagai langkah awal membangun Indonesia yang lebih toleran.
Ini, bukan cuma soal siapa menganut agama apa. Tapi lebih pada bagaimana seharusnya kita berdiri sebagai saudara sebangsa.
Ade Robo Lahma, berusia 71 tahun dan merupakan pemeluk Islam taat. Para tetangganya bilang, tak pernah sedikit pun dia menjalankan apa yang diperintahkan agamanya.
Lahma tinggal di Arakan, Kecamatan Tatapaan, Minahasa Selatan. Keluarganya, selain dikenal taat, tapi juga toleran bahkan ramah. Dia diberi mandat memegang amanah dari orang tuanya yakni, menghibahkan tanah seluas 884 meter untuk Gereja.
Tanah itu, sebenarnya sudah diserahkan ke pihak Gereja untuk digunakan sebagai tempat beribadah tahun 1938. Hanya saja, waktu itu hibah tersebut dilakukan secara lisan.
Setelah pengurusan sertifikat tuntas dilakukan, Lahma melaksanakan amanah orang tuanya tanpa cacat sedikitpun. Tanah yang sudah berkekuatan hukum di mata negara, diberikan sepenuhnya. Gratis, tapi nilai transaksi sepeserpun.
Seperti dirangkum dari berbagai sumber, meski cuma petani dan tak pernah mengenyam pendidikan tinggi, Lahma sadar bahwa Indonesia tengah mengalami krisis dalam hal persaudaraan sebagai bangsa. Makanya, dia berharap apa yang diamanatkan orang tuanya, bisa menjadi titik balik dalam memahami falsafah Bhineka Tunggal Ika, agar bisa dilaksanakan pada keseharian.
Begitulah. Lahma punya keyakinan kuat kalau bangsa ini masih bisa berdiri tegak jika semua pihak mau dan ikhlas mengamalkan falsafah dari dasar negara Indonesia. Dia yakin betul kalau Tuhan Yang Maha Esa akan memberi balasan yang baik bagi diri dan keluarganya.
“Ini hanya meneruskan amanah orang tua saya. Kalau tidak meneruskan amanah saya nanti jadi dosa. Sepeser pun tidak dibayar,” kata Kakek Lahma, saat ditemui wartawan, Minggu (19/12).
Meski cuma petani dan hanya melakukan satu kebaikan besar, sepertinya Lahma, patut dicontoh dan dimintai ilmunya. Sebab kata dia, manusia adalah makhluk sosial. Dan apa artinya harta kalau tak bermanfaat bagi sesama manusia.
Selepas menuntaskan amanah orang tuanya, Lahma merasa jauh lebih lega dan sehat. Harapannya banyak dan dirangkum dalam satu doa agar keluarganya tetap dijaga.
Bisa jadi, jika diurai, maksud dari doa itu adalah, keluarganya dijaga sebagai bagian dari Republik Indonesia yang tetap berdiri tegak apapun bentuk hantaman yang menerjang.
Di lain sisi, Pendeta Welly Pudihang, STh, mewakili pihak Gereja GMIM Efrata Rap-Rap yang menerima pemberian tersebut, hampir mengurai air matanya. Begitu juga jemaatnya. Sebab kebetulan sekali, penyerahan tersebut dilakukan saat perayaan Natal tengah berlangsung. Bagaimana tidak, beda keyakinan tapi toleransinya kok tinggi banget.[]