Crispy

Medali Emas untuk Tikus Penyelamat Ribuan Manusia

  • Tiga juta ranjau darat masih tertanam di sekujur Kamboja.
  • Setengah dari seluruh wilayah Kamboja tidak bisa ditinggali manusia, karena ranjau masih belum ditemukan.
  • Diperlukan banyak tikus pengendus ranjau seperti Magawa.

Phnom Penh — Seekor tikus dinobatkan sebagai pahlawan, dan diberi penghargaan, karena menyelamatkan banyak nyawa.

Magawa, tikus raksasa berkantong dan berasal dari Afrika, memperoleh medali emas dari People’s Dispensary for Sick Animals (PDSA) — badan amal kedokteran hewan Inggris — atas kemampuannya mendeteksi ranjau darat di sekujur Kamboja.

Konflik puluhan tahun di Kamboja, dimulai dari Perang Indocina I dan II plus perang saudara, membuat Kamboja dipenuhi jutaan ranjau darat yang belum meledak (UXO). Selain ranjau ada sisa peledak lain yang masih berpotensi membunuh dan melukai setiap orang.

Butuh bertahun-tahun untuk mencari ranjau-ranjau itu, dan menjadi pekerjaan tak pernah selesai. Membersihkan ranjau menjadi pekerjaan sulit dan berbahaya.

Anti-Persoonsmijnen Ontmijnende Product Ontwikkeling (APOPO), organisasi non-pemerintah, melatih Magawa untuk mendeteksi bau bahan kimia peledak yang digunakan ranjau darat dan menunjukannya kepada pencari.

Magawa dilatih di Tanzania, dan dikirim ke Kamboja. Magawa tidak sendiri. APOPO membawa beberapa tikus rasasa ke Kamboja untuk tugas yang sama.

Tikus Raksasa

Magawa bukan tikus biasa, besar tubuhnya dua atau tiga kali tikus got di Jakarta. Tubuhnya Magawa sangat ringan, sehingga tidak bisa meledakan ranjau darat meski dia berjalan di atasnya.

Situs wikipedia menyebutkan giant pouched rats, atau tikus raksasa berkantung, nama resmi Magawa, memiliki panjang — mulai dari kepala dan tubuh — antara 25 sampai 45 cm, dengan ekor bersisik sepanjang 36 sampai 46 cm.

Selama bertugas tujuh tahun, Magawa menemukan 39 ranjau darat dan 28 item persenjataan yang belum meledak. Ia membantu membersihkan kawasan seluas 141 ribu meter persegi, dan menjadikannya tikus berkinerja terbaik.

Jan McLouglin, direktur PDSA, mengatakan; “Magawa adalah tikus pahlawan. Kami sangat senang merayakan pengabdiannya menyelamatkan banyak nyawa, dan memberinya medali emas.”

Medali emas PDSA adalah bagan program penghargaan untuk hewan yang diberikan organisasi. Magawa layak mendapatkan penghargaan tertinggi.

Terlatih

Tikus raksasa berkantung dari Afrika sangat cerdas, mudah dilatih, dan tidak menjijikan. Magawa menjalani pelatihan sejak usia muda, dan lulus dengan gemilang, sebelum dikirim ke Kamboja.

Magawa berlatih mengabaikan besi tua berserakan, dan memberi sinyal kepada pawang ketika mendeteksi lokasi ranjau darat. Magawa cepat menemukan ranjau darat, sehingga mampu membersihkan area seluas lapangan tenis dalam 30 menit.

Jika pekerjaan itu diberikan kepada manusia, butuh empat hari untuk menemukan ranjau dengan detektor logam di kawasan seluas lapangan tenis.

“Untuk setiap ranjau darat dan sisa peledak yang belum meledak yang ditemukan Magawa, menghilangkan risiko kematian atau cedera serius penduduk sekitar lokasi,” kata McLouglin.

Kamboja memiliki jumlah orang diamputasi per kapita tertinggi di dunia, yaitu 25 ribu orang, akibat ranjau darat. Sejak rejim brutal Khmer Merah jatuh tahun 1979, Kamboja mencatat 64.840 orang tewas akibat ranjau darat dan peledak lainnya.

Banyak negara menjatuhkan persenjataan ke sekujur kawasan Indocina; Kamboja, Vietnam, dan Laos, selama Perang Vietnam. AS menjatuhkan paling banyak, yaitu 2,7 juta ton bom cluster, napalm, dan submunisi, selama empat tahun carpet bombing di Kamboja.

Carpet bombing harus dilakukan untuk memutus Jalur Ho Chi Minh, atau jalur suplai Vietnam Utara ke Vietnam Selatam yang melewati wilayah Kamboja. Laporan US Congressional Research Service tahun 2019 menyebutkan seperempat bom cluster tidak meledak, dan mengincar mangsa sepanjang masa.

Setelah Khmer Merah jatuh, perang saudara akibat invasi Vietnam menghasilkan banyak ranjau darat ditebar di seluruh negeri. PDSA memperkirakan ada tiga juta ranjau darat belum meledak di Kamboja.

PDSA memperkirakan sampai saat ini setengah dari wilayah Kamboja tidak bisa digunakan, karena bahaya ranjau darat di sekujurnya.

Back to top button