Mengenang Landhuis Kayu Cornelis Chastelein di Srengseng

- Di rumah kayu Seringsing (Srengseng – red), Cornelis Chastelein mempersiapkan budak-budaknya untuk menjadi pewaris tanah partikelir Depok dan membentuk komunitas Kristen pribumi pertama.
Yang selalu kuatir dan kuatir serta tak pernah berani memulai
Yang selalu merenungi sulitnya pekerjaan
Yang selalu berdusta, menggiling, dan mengotak-atik indera
Tidak akan pernah punya rumah, apalagi gereja.
Letakkan tanganmu pada bajak dan jangan pada rooting
Jangan mainkan otakmu tapi peganglah batu-batu itu, dan letakkan batu batanya, seni akan melakukannya.
JERNIH — Kalimat di atas adalah nasehat Cornelis Chastelein yang terpatri di fasad Landhuis Seringsing. Algemeen Handelsblad edisi 2 Januari 1903 mengangkat kembali nasehat itu dalam tulisan tentang Depok. Ada yang mengatakan nasehat itu adalah bentuk kekhawatiran akan masa depan budak-budaknya, mengingat lingkungan Hindia yang membuat orang menjadi malas.
Chastelein memulai segalanya di Seringsing tahun 1705. Jan-Karel Kwisthout, dalam De Mardijkers van Tugu en Depok, mengatakan Chastelein menyusun rencana membangun masyarakat Kristen di rumah landhuis kayu yang dibangun tak lama setelah ia mengakuisisi tanah Seringsing. Namun, Kwisthout tidak memberi gambaran komprehensif tentang Landhuis Seringsing.
Bataviaasch nieuwsblad edisi 12 Januari 1916, dalam tulisan berjudul Indische rijkworders, atau Orang Kaya Hindia, memberi gambaran lebih komprehensif tentang Landhuis Seringsing. Rumah itu hanya bangunan papan dua lantai, yang didekorasi seperti pendopo. Di atas atap pendopo ada atap lain, yang membuat landhuis itu seolah tiga lantai, dan dari kejauhan seperti bangunan Cina.
Di kedua sisi rumah pedesaan terdapat gudang-gudang, yang tampaknya gudang komoditi untuk dibawa ke pasar. Di bagian depan terdapat rumah-rumah penduduk yang memelihara ternak. Tidak ada indikasi tanah Seringsing, setidaknya di sekeliling landhuis, ditanami tebu dan tanaman produktif lainnya.
Pertanyaan menariknya adalah mengapa Chastelein tidak membangun kembali landhuis-nya dengan batu bata. Padahal, seperti ditulis De locomotief edisi 10 Mei 1939, Chastelein mendirikan perusahaan tembikar dan pembuatan batu bata. Bahkan, menurut koran itu, Chastelein memasok batu bata pertama untuk Batavia. Ia menjadi penyedia batu bata untuk rumah-rumah pedesaan paling awal yang jauh dari tembok kota.
Het nieuws van den dag edisi 14 Desember 1878 memberitakan industri batu bata Seringsing sangat menguntungkan. Ketika pembuatan batu bata tumbuh di banyak tempat di sekujur Ommelanden, Chastelein melatih budak-budaknya di bidang pertanian. Dimulai dengan memperkenalkan tanaman industri dan cara mengolah tanah. Komoditi pertama yang ditanam di Seringsing adalah kacang dan nila. Chastelein juga mengembangkan peternakan sapi perah untuk memasok kebutuhan susu Batavia.
Tanah Siringsen
Catatan paling awal tanah Seringsing tertera dalam Geschiedenis particulier landbezit op West-Java yang disusun J Faes. Siringsen, nama bidang tanah itu, diserahkan kepada Karim — kapten masyarakat Jawa di Ommelanden — pada 22 Mei 1676. Karim adalah putra Sitra, yang disebut sebagai pembelot dari Mataram.
Seperti kebanyakan tanah-tanah yang diberikan kepada kapten masyarakat pribumi, tidak ada penjelasan bahwa tanah itu menjadi hak milik. Juga tidak ada keterangan dalam kolom syarat khusus di luar kewajiban mengolah. Artinya, Karim hanya boleh mengelola tanah itu, bukan memilikinya.
Catatan di atas lebih dari cukup untuk menjelaskan betapa yang kali pertama membuka Siringsen, orang Belanda menyebutnya Seringsing, adalah orang Jawa. Karim mungkin mengerahkan mantan prajurit Mataram yang menolak pulang setelah penyerbuan Mataram ke Batavia kedua yang gagal total.
Tahun1680, seperti ditulis Algemeen Handelsblad edisi 21 November 1840, Land Siringsen kembali dalam pengawasan VOC. Tidak ada catatan mengapa Karim dan orang-orang Jawa hanya empat tahun berada di tanah itu. Namun tulisan dalam Het nieuws van den dag edisi 14 Desember 1878 memberi sedikit petunjuk bahwa tanah Siringsen tidak subur.
Tahun 1705 Siringsen menjadi perkebunan besar pertama yang diserahkan ke orang Eropa saat Chastelein mengambil alih tanah itu. Dalam Indische rijkworders disebutkan Chastelein, meski mampu berinovasi atas tanah yang tak subur itu, menjual Siringsen ke Bupati Tjiandjoer yang kaya raya. Penjualan dilakukan sebelum kematiannya tahun 1714. Namun, ia juga memasukan Siringsen ke dalam surat waris untuk budak-budaknya.
Seratus tahun setelah kematian Chastelein, keturunan budak-budak yang dibaptis mengajukan gugatan atas kepemilikan Siringsen. Saat itu, Siringsen telah menjadi bagian perkebunan Tandjong West. Pengadilan Hindia-Belanda memenangkan gugatan keturunan budak Chastelein, yang membuat Siringsen menyatu dengan Depok.
Seringsing yang Terasing
Setiap tahun keturunan budak-budak Chastelein menggelar peringaan untuk mengenang sang tuan yang mengangkat derajat mereka. Perayaan melulu digelar di Depok, di pusat komunis Depoker, bukan di Seringsing.
Padahal, Chastelein memulai semuanya di Seringsing. Tepatnya di sebuah landhuis kayu. Di tanah Siringsen yang tak subur Chastelein berinovasi membuat batu bata, tembikar, dan beternak, serta mendidik budak-budaknya menjadi manusia produktif.
Landhuis Siringsing juga terlupa dan musnah begitu saja akibat terbuat dari kayu. Sebagai gantinya gedung-gedung batu yang berdiri pada abad berikut setelah kematian Chastelein, dan Land Seringsing yang menyatu dengan Tandjong West, mempercepat proses pelupaan itu.