Crispy

Mereka yang Terlupa di Balik Sukses Oppenheimer Menciptakan Bom Atom

  • Mereka membentang dari tambang uranium di Kongo-Belgia sampai Los Alamos.
  • Di Los Alamos, sekelompok gadis lulusan SMA terlibat tanpa tahu mereka sedang membuat bom atom.

JERNIH — Sebelum Oppenheimer, film biopic sejarah Julius Robert Oppenheimer si pencipta bom atom karya sutradara Christoper Nolan, empat film bertema serupa telah dibuat; The Beginning or the End (1947), Fat Man and Little Boy (1989), The Day After Trinity (1999) dan Good Night and Good Luck (2005).

Oppenheimer hanya menonton satu, yaitu The Beginning or the End, dan tidak senang dengan penggambaran dirinya dalam film itu. Ia meninggal tahun 1967, sehingga tak sempat menyaksikan tiga lainnya.

Namun, mengapa begitu lama jarak antara The Beginning or the End dengan film berikut?

Tidak ada penjelasan soal ini dari kalangan kritikus film. Bahkan, tidak pula ada spekulasi mengapa butuh waktu lebih empat dekade — terhitung sejak The Beginning or the End — untuk membuat Fat Man and Little Boy.

Setelah itu, hanya perlu sepuluh tahun sejak Fat Man and Little Boy untuk menghadirkan The Day After Trinity, dan enam tahun kemudian hadir Good Night and Good Luck.

Emily Faux, dalam The Untold Stories Behind “Oppenheimer”, menulis kisah pekerjaan ilmiah di Lab Alos Alamos yang menghasilkan Fat Man dan Little Boy, telah menjadi cerita rakyat ilmiah. Namun, kisah Oppenheimer sering diceritakan sebagai tawar-menawar Faustian; pertukaran antara moralitas pribadi dan kekuatan duniawi.

Lebih Rumit

Dibanding empat film terdahulu, Oppenheimer lebih rumit, meski tidak lebih dari protagonis sang pencipta bom atom yang sepanjang hidup dituduh bergaul dengan komunis, dicabut izin keamannya, kehilangan kekasih dan putri yang bunuh diri, serta sukses mengembangkan senjata paling merusak.

Pertarungan dalam pikiran Oppenheimer berkelindan antara dirinya sebagai aktivis, ilmuwan, dan personel militer. Ia juga dihadapkan pada pertanyaan apakah menyelamatkan nyawa atau menjadi bencana bagi umat manusia?

Meski demikian, mengisahkan kembali Oppenheimer — dari sisi mana pun — adalah tidak salah. Yang terpenting adalah mempertimbangkan apa yang masih belum terungkap dari kisah salah satu orang jenius di bidang fisika teori itu, juga tentang siapa yang dikaburkan atau dibungkam, sejarah yang dilupakan, dan pengorbanan siapa yang tidak penting.

Sebab, ada banyak yang tidak ditampilkan, diperingati, atau didramatisasi dengan cara yang telah, sedang, dan tampaknya selalu dilakukan Oppenheimer. Kenyataan tak terbantah adalah banyak orang keilangan nyawa atas nama bom atom.

Yang tak Terlupakan dan Terlupakan

Kisah Proyek Manhattan dinarasikan melalui pria AS dan upaya heroik mereka. Terletak di kota yang indah dengan pagar kayu warna putih dikelilingi ngarai spektakuler, Los Alamos jauh dari konsekuensi rasis dan terjajah dari pengembangan senjata nuklir.

Di Los Alamos segalanya dimulai, bukan dari sebuah tambang uranium di Kongo Belgia — tempat tanah, sumber daya, dan kesehatan pekerja lokal dirampok untuk memajukan program senjata nuklir. Sebagian besar, jika tidak seluruhnya, uranium Proyek Mahnattan berasal dari ini.

Di New Mexico, tempat Los Alamos berasal, penduduk asli terusir dari tanah mereka. Sebagian kecil, kebanyakan wanita, kembali ke Los Alamos sebagai pembantu dan buruh yang menangani uranium. Mereka tidak pernah tahu, dan tidak diberi tahu, tentang bahaya radiasi yang bertahan lama dari apa yang mereka kerjakan. Wanita-wanita itu terlupakan.

Yang juga terlupakan adalah beberapa ratus wanita yang terlibat di laboratorium. The Calutron Girls, begitu mereka disebut, adalah sekelompok wanita muda, baru lulus SMA, yang ditugaskan mengawasi calutron — mesin yang memisahkan isotop uranium yang diperkaya — dalam Proyek Manhattan.

Mungkin karena yang bercerita laki-laki, maka perempuan terabaikan. Isabele Karle, salah satunya. Ia adalah putri imigran Polandia penemu sifat molekul terobosan yang membuat suaminya mendapatkan Hadiah Nobel.

Leona Woods Marshall adalah bagian penting berisi 47 pria dan satu wanita yang mengoperasikan Chicago Pile — rekator nuklir pertama di dunia. Lilli Hornig melarikan diri dari Nazi Jerman untuk mengerjakan plutonium dan bahan peledak Proyek Manhattan.

Hornig yang kali pertama menganjurkan agar bom atom tidak digunakan terhadap penduduk sipil. Ia menghabiskan sisa hidupnya sebagai advokat yang gigit membela wanita dalam sains.

Proyek Manhattan adalah dunia pria, tapi pembangunan senjata itu juga melibatkan wanita. Bahkan, gagasan membuat bom atom tidak didominasi pria.

Yang juga terlupakan adalah menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang diperlukan untuk mengakhiri perang. Lebih buruk dari itu, penggunana bom atom adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang diharuskan agar AS dan sekutunya menjadi pemenang tunggal di mandala Asia Pasifik.

Back to top button