Militer Myanmar Punya Bisnis Baru; Jual Jenazah Pengunjuk Rasa ke Keluarga Korban Rp 1,2 Juta
- Bisnis keji muncul setelah genosida di Bago, Jumat lalu.
- Saat itu militer menyerang pengunjuk rasa dengan senjata berat, 82 tewas.
- Seluruh jenazah dibawa tentara. Keluarga yang mau ambi jenasah bayar Rp 1,2 juta.
JERNIH — Militer Myanmar menuntut pembayaran 120 ribu kyat, atau Rp 1,2 juta, kepada keluarga yang menginginkan jenazah keluarga yang terbunuh.
‘Bisnis keji’ ini muncul setelah terjadi genosida di Bago, 90 kilometer Yangon, ketika militer Myanmar menggunakan mortir, granat berpeluncur roket, dan senjata berat saat menyerang post pengunjuk rasa.
Sedikitnya 82 pengunjuk rasa yang berada di pos, dan di permukiman terdekat, tewas dalam serangan paling mematikan sepanjang Jumat 9 April 2021. Lebih dari setengahnya tewas di tempat, lainnya — merekan yang terlupa parah — meninggal di rumah sakit akibat tak ditangani.
Tim penyelamat tidak bisa mengambil mayat dari jalan-jalan, karena tentara akan menembak siapa pun yang melakukannya. Akibatnya, tentara mengambil mayat-mayat itu dan di bawah ke rumah sakit.
Saksi mata mengatakan mayat-mayat itu ditumpuk di kamar mayat. Korban luka dibiarkan mengerang kesakitan sampai mati, dan jenazahnya dipindahkan ke kamar mayat.
Kabar militer menuntut pembayaran Rp 1,2 juta kepada keluarga pengunjuk rasa yang mengambil jenazah kerabatnya kali pertama muncul di laman Facebook Serikat Mahasiswa Universitas Bago.
Radio Free Asia, mengutip Perkumpulan Mahasiswa Universitas Bago, memberitakan hal yang sama. CNN belum bisa memverifikasi kabar ini dari sumber independen. Militer Myanmar juga belum mengeluarkan pernyataan soal bisnis keji ini.
Global New Light of Myanmar, surat kabar corong militer Myanmar, hanya memberitakan tentang personel tentara yang diserang saat memindahkan penghalang jalan di Bago.
Perusuh, demikian surat kabar itu menyebut pengunjuk rasa, menggunakan senjata rakitan, bom molotov, panah, granat buatan rumah, dan perisai, untuk menyerang tentara.