MUI: Ulama dan Dai yang Sebar Hoaks, Keluar dari Ajaran Nabi
Jika ada tokoh atau Ustadz yang sudah mulai mengarahkan kepada penyebaran hoaks, kemudian mencaci dan memfitnah, tentunya hal ini sudah keluar dari ajaran Nabi Muhammad. Sebab ajaran Nabi tentunya lemah lembut dan penuh kasih sayang.
PEKALONGAN – Para Dai dan ulama harus memahami ayat ‘āmanū aṭī’ullāha wa aṭī’ur-rasụl’ yang berarti dalam menyampaikan dakwah Islam, harus berpegang dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan berlandaskan Al-Quran.
Hal itu dikatakan Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ali M Abdillah, di Pekalongan, Kamis (10/9/2020).
”Di antara nilai-nilai yang diusung oleh Al-Quran adalah ‘Wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin’ yang artinya adalah ‘Kami tidak mengutus mu (Muhammad) melainkan untuk memberikan rahmat bagi seluruh alam’. ‘Wama arsalnaka’ ini kitabnya adalah kepada Nabi Muhammad,” ujarnya.
Menurutnya, para Ustadz atau Dai bisa berpegang pada ayat itu dalam berdakwah, guna meneruskan risalah nubuwah atau risalah kenabian yang memiliki visi besar yaitu Rahmatan Lil Alamin.
”Tentunya hal itu berkaitan dengan peran seorang ustadz di tengah masyarakat dengan membawa nilai Islam. Jangan Islam yang ditawarkan atau yang disampaikan adalah bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW, seperti caci maki, memfitnah, produksi hoax,” ujarnya.
Karenanya, Ali menyampaikan jika ada tokoh atau Ustadz yang sudah mulai mengarahkan kepada penyebaran hoaks, kemudian mencaci dan memfitnah, tentunya hal ini sudah keluar dari ajaran Nabi Muhammad. Sebab ajaran Nabi tentunya lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Bagi WNI yang hidup Arab, maka mengikuti sistem di negara tersebut. Begitu juga di Indonesia, dimana wajib mengikuti kesepakatan yang disepakati para pendiri bangsa, yakni sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
“Pancasila bisa menjadi titik temu semua agama. Pancasila menjadi nilai-nilai yang didalamnya adalah nilai agama yang diterima oleh semua kalangan agama,” ujar dia.
Ia mengaku khilafah bagian sejarah dalam Islam. Namun bukan yang saat ini dikerahkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). “Gerakan-gerakan HTI menghalalkan segala cara dan endingnya mereka adalah merebut kekuasaan. Kemudian kader-kader ini didoktrin bagaimana mencari celah untuk meruntuhkan negara Indonesia yang sudah mapan,” kata Ali.