Negara-negara Ini Tercatat Paling Benci Cina
Pendapat negatif yang berkembang tentang Cina juga kemungkinan akan memaksa masing-masing negara untuk mengevaluasi kembali hubungan mereka dengan Cina. Pendapat negatif ini tersebar di negara maju. Negara-negara yang disurvei termasuk Prancis, Jerman, Inggris, Kanada, Jepang, Korea Selatan, Italia, dan Australia.
JERNIH–Dunia kelihatannya telah kehilangan kepercayaan pada Cina dan presidennya, Xi Jinping. Di dunia pasca-COVID-19, kesan umum ini telah dikonfirmasi dalam survei yang dilakukan oleh Pew Research Center yang berbasis di AS, tahun lalu.
Dilakukan di 14 negara, survei tersebut menemukan, opini yang tidak menguntungkan telah melonjak selama setahun terakhir terhadap Cina. Rilis Pew Research Center menyebutkan, pandangan negatif telah mencapai titik tertinggi di Australia, Inggris, Jerman, Belanda, Swedia, Amerika Serikat, Korea Selatan, Spanyol, dan Kanada , sejak pandemi merebak.
“Pandangan negatif tentang Cina meningkat paling banyak di Australia, di mana 81 persen sekarang melihat negara itu tidak menguntungkan, naik 24 poin persentase sejak tahun lalu,” kata pusat data tersebut, seperti ditulis India Today.
“Di Inggris, sekitar tiga perempat warganya punya sentimen negatif pada Cina, naik 19 poin. Di AS, pandangan negatif terhadap Cina telah meningkat hampir 20 poin persentasenya sejak Presiden Donald Trump menjabat, naik 13 poin sejak 2019” kata temuan survei tersebut.
Meningkatnya pandangan yang tidak menguntungkan tentang Cina telah datang dengan latar belakang kritik di seluruh dunia terhadap pemerintahan Xi Jinping atas penanganan wabah COVID-19 dan penyebaran selanjutnya yang menggila. Median 61 persen yang disurvei di 14 negara menganggap Cina telah melakukan pekerjaan yang buruk dalam menangani wabah tersebut.
“Rata-rata 78 persen mengatakan, tidak terlalu percaya atau tidak percaya padanya [Xi Jinping] untuk melakukan hal yang benar mengenai urusan dunia, termasuk setidaknya tujuh dari sepuluh di setiap negara yang disurvei. Kurangnya kepercayaan pada Xi ini berada pada titik tertinggi dalam sejarah di setiap negara yang data trennya tersedia, kecuali Jepang dan Spanyol,” kata lembaga tersebut.
Menariknya, popularitas Xi Jinping telah menurun bahkan di antara mereka yang percaya bahwa Cina telah melakukan pekerjaan dengan baik dalam menangani COVID-19. Hanya empat dari 10 yang menilai respons wabah COVID-19 Cina secara positif menyatakan keyakinannya pada Xi Jinping.
Pendapat negatif yang berkembang tentang Cina juga kemungkinan akan memaksa masing-masing negara untuk mengevaluasi kembali hubungan mereka dengan Cina. Pendapat negatif ini tersebar di negara maju. Negara-negara yang disurvei termasuk Prancis, Jerman, Inggris, Kanada, Jepang, Korea Selatan, Italia, dan Australia.
Situs berita Kontan juga menulis, beberapa negara berikut termasuk yang paling terang-terangan menunjukkan kebencian. Ada India yang sengaja menaikkan tarif pajak impor barang dari Cina. India juga melarang investasi dari Cina. India pun telah memblokir banyak aplikasi-aplikasi dari China dan lain sebagainya.
Tak hanya itu, para penduduk India juga beramai-ramai memboikot produk “Made in China”. Gerakan tersebut juga semakin masif kala pemerintah India meminta situs jual beli daring skala internasional, Amazon, menunjukkan negara pembuat produknya.
Di Asia Tenggara, Filipina siap angkat senjata atas klaim Cina di Laut Cina Selatan. Ketegangan antara Filipina dengan Cina memuncak ketika kapal nelayan Filipina ditenggelamkan di perairan Filipina oleh kapal Cina. Bahkan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyebut kapal-kapal perang milik Cina berlayar semakin dekat ke perairan Filipina, catat Kontan.
AS pun sebelas dua belas. Negara yang sudah teramat kesal dalam perang dagang dengan Cina, ikut menggerakkan kekuatan militernya. Angkatan Laut Amerika Serikat menggelar latihan dua kapal induknya di Laut Cina Selatan, tepatnya di perairan Filipina. Latihan Angkatan Laut Amerika Serikat itu merupakan buntut pemberlakuan Undang-undang (UU) Keamanan Nasional di Hong Kong oleh otoritas Cina. Pemberlakuan UU tersebut memicu protes besar pada Rabu (1/7/2020) namun dipatahkan oleh pihak kepolisian. {India today/matamata politik}