Crispy

Peneliti: Jokowi, Sosok Kontradiksi

Dengan memahami kontradiksi-kontradiksi Jokowi, maka orang bisa memahami sepenuhnya arah Jokowi dan negara yang dipimpinnya.

JAKARTA – Dalam sebuah biografi berbahasa Inggris yang ditulis peneliti Australia, Ben Bland, berjudul ‘Man of Contradictions – Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia’, menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut sebagai sosok yang “kontradiksi”.

Direktur Program Asia Tenggara di lembaga Lowy Institute itu melihat, kelemahan kepemimpinan Jokowi dalam menanggani pandemi Covid-19. Bahkan Ben menghabiskan waktu hampir dua dekade mempelajari Indonesia, termasuk tinggal empat tahun di Jakarta

Ben Bland seperti ditulis ABC Indonesia, Jumat (4/9/2020), memuat buku tersebut dalam enam bab dengab tebal 180 halaman.

Ben memaparkan bagaimana “seorang pembuat mebel” berhasil menangkap imajinasi bangsa Indonesia tentang sosok pemimpin yang diidam-idamkan, namun juga penuh “kontradiksi”.

“Kontradiksi tidak sepenuhnya konsep yang negatif, tapi menyiratkan Jokowi sedang bertarung untuk mendamaikan banyak persoalan,” ujar Ben.

Ben Bland menilai Jokowi berhasil menangkap imajinasi bangsa Indonesia mengenai sosok pemimpin yang diidam-idamkan dengan gaya ‘turun ke bawah’. Bahkan menjabarkan bagaimana Jokowi mengejar mimpi-mimpi ekonomi, memposisikan dirinya di tengah pergulatan demokrasi dan otoritarianisme, serta di panggung internasional.

Ia menambahkan, Jokowi telah mencapai sejumlah pencapaian, kebanyakan di bidang infrastruktur dan kebijakan lain yang terfokus pada ekonomi.

Ben mengakui, jika sosok Jokowi adalah pemimpin yang populer, kembali terpilih dengan suara mayoritas yang naik serta memiliki banyak modal politik.

“Pertanyaan saya adalah bagaimana ia memanfaatkan itu? Ia terus mengatakan ingin mendorong Indonesia melewati reformasi, tapi sejauh ini ia sangat berhati-hati,” ujar dia.

Sejumlah ‘kontradiksi’ Jokowi
Dalam bukunya Ben menyebutkan “setelah mengamati dari dekat, terlihat bahwa semakin lama Jokowi berada di istana (sebagai presiden), maka semakin pudar pula janji-janjinya.”

Dikatakan, begitu memasuki periode kedua, sosok yang sebelumnya menawarkan diri bukan bagian dari elit politik, telah berubah menjadi elit yang membangun dinasti politiknya sendiri.

“Sosok yang pernah dipuja karena reputasinya yang bersih, malah telah memperlemah lembaga pemberantasan korupsi, memicu aksi demonstrasi mahasiswa dan pelajar,” tulis Ben.

Kelemahan kepemimpinannya terungkap oleh krisis Covid-19. Pemerintahannya menunjukkan jejak-jejak buruk, tidak menghargai pendapat pakar kesehatan, tidak mempercayai gerakan masyarakat sipil, dan gagal membangun strategi terpadu.

Meski demikian, sosok Jokowi masih tetap populer di tengah pandemi dengan nada kritikan kepadanya pun terdengar “berbeda”.

Ben Bland menilai strategi politik Jokowi berhasil sebagai walikota di Sol, namun gagal diterapkan di tingkat nasional selama enam tahun berada di istana presiden.

Strategi politik Jokowi sangat sederhana, yaitu mendengarkan apa yang dikehendaki rakyat dan mencoba wujudkannya, seperti yang terlihat “efektif” saat ia menjadi Wali Kota Solo.

“Tapi ketika memerintah sebuah negara berpenduduk begitu banyak, ribuan pulau, beragam agama dan suku, serta 550 walikota dan gubernur terpilih, jadi 550 Jokowi lainnya yang ingin menjalankan kepemimpinannya masing-masing, maka politik menjadi semakin kompleks,” katanya.

“Selama enam tahun berada di istana, dia belum bisa beranjak ke level strategis. Dia lebih sebagai seorang walikota di istana presiden,” Ben menambahkan.

Menurut Ben, masih ada harapan untuk melihat kepemimpinannya berlanjut di Indonesia hingga 2024 mendatang.

“Ini menunjukkan Indonesia sebagai sebuah negara yang besar, kompleks, dan terus menghadapi banyak tantangan,” kata Ben.

Ben juga mengatakan jika di dalam bukunya ia juga membahas sejumlah kontradiksi bukan sekedar pada sosok dan kepemimpinan seseorang, tapi mencakup hal yang lebih luas.

Untuk memahami Indonesia, Ben mengaku jika ia sudah menghabiskan hampir 20 tahun , dimulai menjadi seorang mahasiswa studi politik Indonesia, kemudian koresponden media internasional, dan kini sebagai pengamat di Lowy Institute.

Dalam delapan tahun terakhir, Ben mengatakan ia terpikat dengan kemunculan dan kerja keras Jokowi.

“Selain dari wawancara dengan presiden, saya juga berbicara dengan puluhan menteri, pejabat, pengusaha pendukung Jokowi serta pengikut-pengikutnya untuk memahaminya,” katanya.

Ben menuturkan dia menemui langsung warga masyarakat biasa di luar Jakarta, mendatangi berbagai tempat di Indonesia, dengan menggunakan pesawat, mobil, ferry, perahu, becak hingga dokar.

Ben mengakui karyanya ini bukan biografi dalam bentuk konvensional, namun ia juga tak bisa menguraikan seluruh aspek kehidupan Jokowi. Karena itu, dengan memahami kontradiksi-kontradiksi Jokowi, maka orang bisa memahami sepenuhnya arah Jokowi dan negara yang dipimpinnya.

“Saya hanya ingin memanfaatkan kisah pembuat mebel dari kota kecil yang menjadi pemimpin dunia untuk mengangkat cerita tentang Indonesia,” kata dia.

Back to top button