Crispy

Pengadilan Gaza Dibuka di Istanbul untuk Menyelidiki Kejahatan Perang Israel

Selama beberapa hari mendatang, juri, yang terdiri dari otoritas hukum dan moral termasuk Kenzie Mourad, anggota keluarga kerajaan Ottoman; akademisi Palestina Ghada Karmi; dan profesor hukum internasional Christine Chinkin, akan mendengar dari para penyintas, jurnalis, dan cendekiawan.

JERNIH – Pengadilan rakyat bersejarah yang dikenal sebagai Pengadilan Gaza telah dibuka di Istanbul. Pengadilan ini mempertemukan para aktivis terkemuka, akademisi, jurnalis, dan tokoh masyarakat sipil selama empat hari sidang yang bertujuan memeriksa bukti dan kesaksian atas kejahatan perang dan genosida Israel di Gaza.

Bertempat di Aula Konferensi Cemil Birsel Universitas Istanbul dan diketuai mantan Pelapor Khusus PBB untuk Palestina Profesor Richard Falk, pengadilan tersebut juga menampilkan penilaian hukum oleh para ahli hak asasi manusia internasional mengevaluasi bukti yang diajukan.

Pengadilan ini menandai pertama kalinya genosida Israel di Gaza diadili secara terbuka dalam apa yang disebut sebagai “pengadilan hati nurani global”, sebuah forum hasil inisiatif sipil yang dimaksudkan untuk mengungkap kekejaman dan memperkuat upaya penegakan keadilan internasional.

Selama beberapa hari mendatang, juri, yang terdiri dari otoritas hukum dan moral termasuk Kenzie Mourad, anggota keluarga kerajaan Ottoman; akademisi Palestina Ghada Karmi; dan profesor hukum internasional Christine Chinkin, akan mendengar dari para penyintas, jurnalis, dan cendekiawan sebelum menyampaikan keputusan akhir pada tanggal 26 Oktober dan menerbitkan laporan komprehensif yang merinci temuan dan kesimpulan mereka.

Dalam pidato pembukaannya, Falk mengatakan tujuan pengadilan ini adalah untuk memberikan kepada dunia “laporan yang jujur ​​tentang kekejaman yang dilakukan terhadap warga Palestina di Gaza selama dua tahun terakhir”, dan menggambarkannya sebagai “tindakan perlawanan serta seruan bertindak atas nama keadilan dan perdamaian abadi.

Ia memuji Perserikatan Bangsa-Bangsa atas upaya berkelanjutannya dan menekankan bahwa pengadilan tersebut memainkan peran penting dalam apa yang disebutnya “perang legitimasi” yang sedang berlangsung, mendesak tindakan global yang lebih kuat untuk menghentikan serangan Israel di Gaza dan mengatasi bencana kemanusiaan yang meningkat.

“Kondisi saat ini di Gaza dan Tepi Barat (yang diduduki) membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata atau politik simbolis,” ujar Falk, seraya menambahkan bahwa “kondisi tersebut membutuhkan tindakan dan komitmen. Sekaranglah saatnya untuk menuntut pertanggungjawaban Israel atas kejahatan yang telah dilakukan.”

Meskipun putusan akhirnya tidak mengikat secara hukum, pengadilan tersebut bertujuan untuk membuat catatan terperinci dan kredibel tentang genosida Israel di Gaza, disertai dengan rekomendasi hukum dan moral yang dimaksudkan untuk memandu upaya akuntabilitas di masa mendatang.

Perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina sejak Oktober 2023 dan menciptakan kondisi kelaparan melalui penghalangan bantuan kemanusiaan yang disengaja, terus digambarkan oleh organisasi-organisasi hak asasi manusia terkemuka, termasuk Amnesty International, sebagai genosida.

Back to top button