Crispy

Perang Thailand-Kamboja Kian Berkobar, Ratusan Korban Sipil dan Militer Berjatuhan

Intensitas pertempuran menunjukkan bahwa konflik ini bukan sekadar baku tembak biasa. Militer Thailand mengerahkan jet tempur F-16 untuk melakukan serangan udara, sementara Kamboja membalas dengan serangan peluncur roket BM-21.

JERNIH – Perang di perbatasan antara Thailand dan Kamboja makin memanas dalam beberapa hari terakhir, menimbulkan korban jiwa dari militer dan warga sipil, serta memicu eksodus massal ribuan penduduk. Situasi genting ini bahkan memaksa Dewan Keamanan PBB (DK PBB) menggelar rapat darurat dan membuat Thailand mengumumkan darurat militer.

Kementerian Pertahanan Kamboja melaporkan bahwa setidaknya delapan warga sipil dan lima tentara Kamboja tewas, dengan 21 personel Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja (RCAF) dan setidaknya 50 warga sipil lainnya terluka. Juru Bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, Maly Socheata, menyebut tembakan lintas perbatasan yang hebat ini dimulai pada Kamis (24/7/2025).

Di sisi Thailand, Menteri Kesehatan Masyarakat Somsak Thepsuthin melaporkan 15 korban jiwa, termasuk seorang tentara, dan 11 warga sipil Thailand tewas—dua di antaranya anak-anak—akibat serangan roket Grad Kamboja. Lima rumah sakit juga menjadi sasaran, bahkan satu di Provinsi Surin terkena serangan langsung.

Intensitas pertempuran menunjukkan bahwa konflik ini bukan sekadar baku tembak biasa. Militer Thailand mengerahkan jet tempur F-16 untuk melakukan serangan udara, sementara Kamboja membalas dengan serangan peluncur roket BM-21. Kedua negara saling tuding sebagai pihak yang memulai baku tembak.

Dampak kemanusiaan tak terhindarkan. Sebanyak 35.829 warga sipil Kamboja telah mengungsi dari daerah-daerah berisiko tinggi di Provinsi Preah Vihear, Oddar Meanchey, dan Pursat. Ribuan warga Thailand juga terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat bentrokan yang dilaporkan berlangsung selama tiga hari berturut-turut ini. Unggahan di media sosial bahkan menunjukkan dampak kerusakan parah pada sebuah toko swalayan dan SPBU di Thailand.

Akar ketegangan ini berpusat pada sengketa wilayah Kuil Preah Vihear, situs Warisan Dunia UNESCO abad ke-11, yang telah lama menjadi sumber konflik. Meskipun Mahkamah Internasional (ICJ) telah mengeluarkan keputusan pada tahun 2013 terkait pemulihan wilayah, bara konflik kembali menyala sejak kematian seorang prajurit Kamboja pada Mei lalu.

Puncaknya terjadi pada Kamis (24/7/2025) ketika konflik memburuk drastis setelah Thailand mengusir Duta Besar Kamboja dan menarik utusannya dari Phnom Penh. Kamboja pun membalas dengan menurunkan hubungan diplomatik ke ‘tingkat terendah’, hanya menyisakan satu diplomat di Thailand.

Thailand Umumkan Darurat Militer

Menyikapi eskalasi yang mengancam stabilitas regional ini, Pemerintah Thailand pada Jumat (25/7/2025) mengumumkan status darurat militer di delapan provinsi perbatasan dengan Kamboja. Komando Pertahanan Perbatasan Thailand menyatakan kebijakan ini segera berlaku setelah Kamboja menggunakan kekuatan untuk menginvasi Thailand di sepanjang perbatasan.

Situasi genting ini membuat Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, mendesak DK PBB untuk mengadakan sidang darurat. Menanggapi desakan tersebut, Dewan Keamanan PBB (DK PBB) bergerak cepat dan akan menggelar pertemuan tertutup pada Jumat (25/7/2025) malam waktu New York (Sabtu dini hari WIB).

Kecaman dan seruan untuk menahan diri pun datang dari berbagai negara besar. Amerika Serikat, Uni Eropa, Prancis, dan China kompak menyerukan agar konflik segera diakhiri. Mereka menyatakan keprihatinan mendalam dan mendorong kedua belah pihak untuk kembali ke meja dialog. “Situasi ini harus diselesaikan dengan tenang dan melalui jalur diplomasi. Semua pihak harus menahan diri,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China.

Kini, mata dunia tertuju pada perkembangan konflik ini, berharap perdamaian dapat segera tercapai dan korban tidak lagi berjatuhan.

Back to top button