Crispy

Perbedaan Fatwa Salat Jumat Dua Gelombang

JAKARTA — Menanggapi surat edaran Dewan Mesjid Indonesia (DMI)  tentang tata cara salat Jumat yang dibuat dua gelombang dengan aturan ganjil-genap, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat menyatakan tata cara tersebut tidak sah.

Menurut Rafani Achyar, Sekretaris MUI Jawa Barat, berdasarkan fatwa MUI tahun 2000 shalat Jumat harus dilakukan satu sesi seperti biasanya.

“Jadi itu dianggap tidak sah berdasarkan fatwa MUI pusat Tahun 2000. Tetap itu satu sesi, tidak boleh dua gelombang,” kata Rafani di Bandung, Rabu (3/6).

Untuk mengantisipasi kapasitas jamaah yang tidak dapat ditampung di dalam ruangan mesjid karena adanya pembatasan dalam protokol kesehatan COVID-19,  Rafani menyarankan para jamaah dapat shalat di luar mesjid

Menurutnya bila kapasitas mesjid dibatasi atau terbatas maka area mesjid sampai ke bagian belakang dan jalan dapat digunakan demi memperhatikan protokol kesehatan.  

Demikian pula untuk para khatib, Rafani telah menghimbau agar khutbahnya dipersingkat sehingga sesi shalat tidak memakan waktu lama. Hal tersebut untuk mencegah penyebaran Covid-19.

“Kita sudah menganjurkan kutbahnya tidak boleh panjang-panjang, jadi proporsional saja. Termasuk imam, membaca ayatnya jangan yang panjang-panjang,” katanya.

Selain itu ia juga mengimbahu agar para jamaah yang telah menjalankan shalat jumat tidak berlama-lama di mesjid untuk mengantisipasi kerumunan yang tidak perlu.

Untuk itu, Rafani menyarankan agar selesai shalat jangan berkerumun dan bersalam-salaman. Setelah selesai dzikir dan shalat sunnah dapat langsung pulang.

Surat edaran (SE) tata cara salat Jumat dua gelombang ganjil-genap dikeluarkan DMI Pada tanggal 16 Juni 2020. Aturan ganjil genap tersebut berdasarkan nomor ponsel jamaah untuk mengantisipasi keterbatasan ruang shalat di dalam mesjid.  

SE Nomor 105-Khusus/PP-DMI/A/VI/2020 itu  ditandatangani Ketua Umum DMI Jusuf Kalla dan Sekjen DMI Imam Addaraqutni dikeluarkan agar Jamaah yang shalat di dalam masjid dapat mentaati protokol kesehatan dalam masa transisi menuju new normal.

DMI selama ini melihat bahwa banyak mesjid yang tidak dapat menampung para jamaah karena keterbatasan ruangan dan pembatasan aturan kesehatan mengakibatkan para jamaah melakukan ibadah shalat di halaman hingga area jalan di sekitar mesjid.

Pada poin 2 di surat edaran  dijelaskan selain membuat barisan jamaah (shaf) tidak teratur juga adanya risiko penularan COVID-19  karena jalan raya tidak bersih, sel virus bisa terbawa ke rumah dari sajadah.

Soal shalat dua gelombang dijelaskan dalam SE pada poin 3b yang berbunyi  : Bagi Masjid yang jemaahnya banyak dan sampai membludak ke jalan dianjurkan melaksanakan salat Jumat dalam 2 (dua) gelombang/shift, yaitu Gelombang Pertama pada pukul 12.00 dan Gelombang Kedua pada pukul 13.00.

Demikian pula bagi mesjid yang mempunyai halaman dapat digunakan untuk shalat hal tersebut dijelaskan dalam poin 3a : Bagi Masjid yang mempunyai halaman yang dapat dipakai untuk Sholat agar menyiapkan plastik atau tikar alas untuk sajadah;

Menurut Sekretaris Jenderal DMI Imam Addaruqutni surat edaran tersebut, terutama soal shalat jumat dua gelombang merupakan ‘di antara cara praktis yang ingin sampaikan oleh Jusuf Kalla (Ketua Umum DMI) agar dipahami bahwa penyelenggaraan ibadah Jumat dua gelombang itu benar-benar urgen.

Menurut Imam, di tengah pandemi virus Corona (COVID-19) pembagian salat Jumat menjadi dua gelombang merupakan hal mendesak saat ini. Dan berdasarkan pengamatan Ketum DMI Jusuf Kalla membeludaknya jemaah dapat diminimalkan dengan cara tersebut.

Dalam pandangan MUI Pusat tentang shalat Jumat, Sekjen MUI Anwar Abbas pada hari Rabu (17/6/2020). menyampaikan bahwa salat Jumat pada dasarnya dilakukan satu kali. Tidak bergelombang. Dan karena protokol kesehatan menerapkan physical distancing maka menjadi kewajiban umat Islam untuk menyediakan tempat penyelenggaraan shalat Jumat.

Selanjutnya Anwar Abbas lalu memberikan penjelasan tentang dua pendapat bagi para Jamaah yang akan menjalankan salat Jumat yang tidak tertampung di mesjid walau sudah datang di awal waktu

” Yang pertama berpendapat bahwa mereka tidak perlu salat Jumat, tapi menggantinya dengan salat Zuhur yang diselenggarakan secara sendiri-sendiri atau berjemaah. Yang kedua berpendapat mereka boleh melaksanakan salat Jumat seperti biasa di masjid dan atau tempat salat Jumat tersebut,” urai Anwar.

Menurut Anwar Abbas agar semua orang dapat tertampung maka tempat penyelenggaraan salat mesti diperbanyak. Ia juga menjelaskan bahwa MUI tidak menganut faham salat Jumat bergelombang.

Anwar Abbas menyebut tempat pelaksanaan salat Jumat harus diperbanyak. Dia juga mengatakan bahwa MUI pada dasarnya tidak menganut paham salat Jumat bergelombang demikian juga pengaturan genap ganjil menurut nomor ponsel.

Menurut MUI seperti disampaikan Anwar, dalam paham shalat jumat dua gelombang akan beresiko tidak sesuai dengan prinsip fas’aw, yaitu ‘bersegera’. Karena orang bisa saja datang di gelombang kedua sehingga perintah fas’aw, yaitu untuk bersegera, tidak dapat ditegakan.

Anwar selanjutnya menjelaskan bila jamaah sudah bersegera datang untuk shalat Jumat tapi tidak tertampung maka pilihannya adalah dua pendapat di atas. Mengenai yang mana yang akan dipilih terserah kepada jemaah.

Termasuk pengaturan salat Jumat ganjil-genap berdasar nomor HP, karena cara-cara itu sedari awal prinsipnya sudah bergelombang. Jemaah tinggal mau memilih apakah di gelombang pertama atau kedua atau dipilih dan ditetapkan oleh pengurus masjid.

Jauh sebelumnya, persoalan salat Jumat dua gelombang telah disepakati dalam Musyawarah Nasional VI MUI pada 25-28 Juli 2000. Yang menghasilkan Fatwa MUI Nomor 5/Munas VI/MUI/2000 yang menyepakati bahwa pelaksanaan salat Jumat dalam dua gelombang tidak sah.

Surat fatwa tersebut ditandatangani oleh sejumlah nama diantaranya Umar Shihab sebagai ketua dan Dien Syamsuddin sebagai sekeretaris. Fatwa tersebut  dikeluarkan jauh sebelum pandemi Covid 19 terjadi, namun sampai saat ini masih tetap menjadi pandangan MUI.

Fatwa terkait salat Jumat dua gelombang berbunyi : Pelaksanaan salat Jumat dua gelombang (lebih dari satu kali) di tempat yang sama pada waktu yang berbeda hukumnya tidak sah, walaupun terdapat ‘uzur syar’i (alasan yang dibenarkan secara hukum),

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kamarudin menuturkan walaupun beberapa lembaga lain seperti LBM PBNU dan MUI jatim, MUI Jawa Barat tidak sepakat dengan salat Jumat dua gelombang, namun DMI juga mempunyai dasar terkait aturan salat Jumat dua gelombang yaitu fatwa MUI Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sehingga MUI DKI dan Depok menganggap sah.

Fatwa MUI DKI  soal hukum dan panduan salat Jumat lebih dari satu kali dikeluarkan dalam menyikapi wabah Covid-19. Fatwa tersebut bernomor 05 Tahun 2020  dan ditetapkan pada Selasa (2/6/2020) dan ditandatangani Ketua Bidang Fatwa MUI DKI Zulfa Mustofa, Sekretaris MUI DKI Fuad Thohari, Sekretaris Umum MUI DKI Yusuf Aman dan Ketua Umum MUI DKI Munahar Muchtar.

Di bagian ketentuan hukum, yaitu pada bagian kedua dituliskan empat point : a.) Ta’addud al-jumuah lebih dari satu masjid dalam satu kawasan. b.) Shalat jum’at boleh dilakukan dua shift dalam satu masjid dengan imam dan khotib berbeda; c.) Apabila klausul a tidak bisa dilakukan, maka pelaksanaan shalat jum’at pindah menerapkan klausul b. d.) Apabila klausul a dan b tidak bisa dilaksanakan, maka shalat jum’at diganti dengan shalat dzuhur.

Terkait dengan SE DMI tentang tata cara salat Jumat dua gelombang ganjil-genap yang berbeda pandangan dengan fatwa MUI,  Kementerian Agama (Kemenag) menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat untuk memilih setuju tidaknya dengan usulan tersebut.

Back to top button