Perdana Menteri Israel Bantah Beri ‘Lampu Hijau’ Penjualan Senjata Amerika ke UEA
Benjamin Netanyahu memberi lampu hijau untuk penjualan persenjataan berteknologi tinggi milik AS kepada monarki Teluk Persia, sebagai bagian dari pembicaraan menuju perjanjian damai.
JAKARTA – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu kembali membantah laporan atas penyetujuannya pada penjualan senjata Amerika Serikat ke Uni Emirat Arab (UEA), Selasa (8/9/2020),
Ditulis New York Times, beberapa waktu lalu, Benjamin Netanyahu memberi lampu hijau untuk penjualan persenjataan berteknologi tinggi milik AS kepada monarki Teluk Persia, sebagai bagian dari pembicaraan menuju perjanjian damai.
“Mengulangi tuduhan palsu terhadap Perdana Menteri Netanyahu tidak membuatnya benar,” tulia NYT. “Tidak ada pembicaraan dengan Amerika Serikat yang mengarah pada terobosan bersejarah dengan Uni Emirat Arab pada 13 Agustus, apakah Perdana Menteri memberikan persetujuan Israel untuk penjualan senjata canggih ke Emirates.”
UEA dilaporkan akan membeli jet siluman F-35 Lightning II , pesawat perang elektronik EA-18G Growler, dan drone bersenjata MQ-9 Reaper dari AS.
The New York Times mengutip akademisi Hussein Ibish, dari Institut Negara Teluk Arab di Washington, yang mengklaim bahwa para pejabat dari AS, Israel, dan UEA semuanya telah mengatakan kepadanya, Netanyahu secara pribadi menyetujui penjualan senjata, sementara secara terbuka menentangnya.
“Saya telah mendengar dari partai-partai di ketiga sisi, bahwa dia (Netanyahu) memberi lampu hijau tentang ini,” kata Ibish.
Oleh sebab itu, para diplomat Emirat terkejut ketika Netanyahu secara terbuka mengecam kesepakatan senjata itu dan membatalkan pertemuan trilateral di PBB pada 21 Agustus sebagai balasannya.
Duta Besar Israel untuk AS, Ron Demer, juga membantah perdana menteri memberikan lampu hijau untuk kesepakatan senjata dan bersikeras Presiden AS Donald Trump “berkomitmen penuh untuk mempertahankan” hegemoni militer Israel di Timur Tengah.
Perjanjian perdamaian Agustus menormalisasi hubungan antara UEA dan Israel sebagai imbalan atas pembekuan rencana Tel Aviv untuk mencaplok sebagian besar Wilayah Palestina yang diduduki, yang disebut “Kesepakatan Abad Ini” oleh Trump.
Namun Partai Fatah Palestina menyebut kesepakatan itu sebagai “pengkhianatan.” [Fan]