CrispyDesportare

Piala Dunia 2022: Protes Diam, Gol Kontroversial, Drama VAR, dan Sepak Bola Politik

  • Dua negara Balkan; Kroasia dan Serbia, membawa politik ke stadion Piala Dunia 2022.
  • Dari delapan tim perempatfinalis, Maroko berada di antara calon juara.

JERNIH — Jeda dua hari dari hiruk-pikuk pertandingan Piala Dunia 2022 Qatar memberi kesempatan kepada semua untuk mencatat berbagai narasi, skandal, dan momen ajaib yang menjadi berita utama sepanjang perhelatan.

Berikut beberapa hal yang sempat menjadi perhatian pers seluruh dunia, ketika banyak orang mungkin lebih memilih terpaku pada pertandingan dan hasil akhir.

Ban Kapten ‘One Love’ Jerman

Piala Dunia 2022 adalah arena bentrok budaya antara tuan rumah yang ultrakonservatif dan sebagian tamunya dari Eropa yang progresif. Bentrok itu terjadi di hari-hari menjelang dan setelah pembukaan.

Tuan rumah Qatar menghadapi tuduhan melanggar hak asasi pekerja migran, dan bersikukuh melarang kampanye LGBTQ. Di Qatar, LGBTQ haram.

FIFA membuat ban kapten untuk setiap tim, dan mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada tim mana pun yang menolak, atau menggunakan ban kapten sendiri yang pro-LGBTQ. Jerman protes dengan cara menutup mulut saat sesi foto jelang laga pembuka penyisihan grup melawan Jepang.

Jerman tersingkir dari Piala Dunia 2022 dengan cara menyakitkan seperti empat tahun lalu di Rusia. Warga Qatar menyambut gembira, dan menyebut kegagalan Jerman sebagai tuah atas kemunafikan moral Jerman terkait perlakuan terhadap Mesut Ozil yang mengumumkan pensiun usai Piala Dunia 2018.

Pengamat mengatakan Jerman seharusnya fokus ke sepak bola, bukan urusan LGBTQ.

Hasil Mengejutkan

Argentina diunggulkan semua bandar judi untuk menjadi juara di Qatar, tapi Arab Saudi mengalahkannya 2-1 pada laga pertama. Namun, itu bukan kisah sedih karena Argentina mampu bangkit di dua laga dan lolos dari babak penyisihan.

Kisah menyedihkan terjadi di Belgia ketika akhir ‘Generasi Emas’ adalah tersingkir di babak penyisihan grup. Australia nggak berdaya di hadapan Prancis dan kalah 1-4, tapi lolos ke babak sistem gugur dengan mengalahkan Tunisia dan Denmark.

Ghana gagal balas dendan 12 tahun lalu dengan mengalahkan Uruguay. Namun, salah satu wakil Afrika ini cukup senang melihat Uruguay tersingkir bersamanya.

Drama terakhir penyisihan grup Piala Dunia 2022 terjadi di Grup E, ketika Jerman dan Spanyol harus berhitung selisih gol untuk lolos ke babak sistem gugur mendampingi Jepang. Selisih gol Spanyol lebih bagus.

Rekor Buruk Tuan Rumah

Qatar punya uang untuk menjadi tuan rumah yang menjamu semua tamu serba mewah, tapi gagal membangun tim sepak bola yang mampu bersaing.

Jadilah Qatar sebagai tuan rumah dengan tim terburuk. Kalah di semua dari tiga laga penyisihan, kebobolan tujuh gol, dan hanya sekali membuat gol.

Qatar menghabiskan 200 miliar dolar, atau Rp 3.120 triliun, untuk membangun infrastruktur dan stadion, serta 12 tahun melatih bakat sepak bola yang dimiliki. Qatar memang tak berharap menang, dua hasil seri dari tiga laga sudah cukup untuk menyebut tim sepak bola mereka sukses.

Negeri ini membuktikan uang bisa membeli banyak hal, tapi tidak sukses di level internasional.

Kejatuhan Ronaldo

Piala Dunia 2022 Qatar cukup gemerlap dengan kehadiran Lionel Messi, Neymar, Robert Lewandowski, dan Cristiano Ronaldo, yang membuat publik melupakan Karim Benzema dan Sadio Mane.

Namun, tidak seluruh bintang itu bersinar. Bahkan Piala Dunia 2022 menjadi ajang kejatuhan Cristiano Ronaldo.

Pelatih Fernando Santos mendudukannya di bangku cadangan, dan Ronaldo kecewa. Namun Ronaldo tidak bisa mengingkari kenyataan betapa Portugal menjadi jauh lebih baik tanpa dirinya saat melawan Swiss.

Tidak ada lagi fans Portugal meneriakan nama Cristiano Ronaldo. Sang bintang benar-benar jatuh.

Drama VAR Jepang

Bukan sepak bola modern jika tidak ada drama dari ruang VAR. Setelah diperkenalkan di Piala Dunia 2018, VAR menjadi marmite wasit sepak bola. Anda boleh suka atau sebaliknya.

Jepang mungkin menyukainya, karena bola dinyatakan oleh VAR belum keluar lapangan sebelum ditembak menyilang dan diceploskan ke gawang kosong Spanyol oleh Ao Tanaka.

Spanyol dan Jerman merasa dirugikan. Jerman pulang tanpa bisa melupakan drama VAR itu. Spanyol mungkin bisa melupakannya setelah dikalahkan Maroko lewat adu penalti.

Sepak Bola Politik

Granit Xhaka, kapten Swiss, tidak bisa melupakan akar keluarganya yang orang Albania dari Kosovo. Saat laga Swiss-Serbia, Xhaka terlibat ketegangan dengan tiga pemain Serbia.

Ketegangan melebar ke pinggir lapangan, ketika Xakha memegang kemaluan ke arah pemain Serbia yang berada di bangku cadangan. Dusan Vlahovic, pemain Serbia, juga melakukan hal serupa usai mencetak gol.

Insiden itu memperlihatkan Serbia dan etnis Albania di Kosovo tak bisa akur. Serbia menganggap Kosovo wilayah nenek moyangnya. Etnis Albania di Kosovo akan selalu berusaha lepas dari Serbia.

Serbia memperlihatkannya dengan memasang bendera bergambar peta Serbia dengan Kosovo menjadi bagiannya. FIFA bereaksi dan Serbia didenda.

Sepak bola politik juga terlihat jelang laga AS-Iran. Fans AS memasang bendera Iran tanpa lafaz Allah di tengah. Ada pula yang memasang bendera Iran era Shah Reza Pahlevi.

Terakhir, fans Kroasia menghina Milan Borjan — penjaga gawang Kanada yang etnis Serbia tapi lahir di Kroasia. Borjan lari dari Balkan tahun 1995, ketika terjadi eksodus etnis Serbia dari Kroasia.

Siapa Berpotensi Juara?

Kecuali Maroko, tujuh tim yang berada di perempat final dianggap layak menjadi juara. Dari tujuh tim itu, hanya tiga yang mungkin paling berpotensi; Argentina, Brazil, dan Prancis.

Inggris?

Fans mereka ingin mengakhiri lapar gelar Piala Dunia setengah abad. Itulah yang akan mereka teriakan saat menghadapi Prancis. Portugal mungkin harus lebih dulu mengakhiri langkah Cinderella tim Afrika Utara bernama Maroko.

Back to top button