Piala Dunia 2022 Qatar dan Mitos Pertumbuhan Ekonomi
- Jelang usai Piala Dunia 2022 muncul berbagai pertanyaan menarik. Salah satunya, apakah Qatar masih menarik?
- Qatar mengajarkan kepada kita bahwa perhelatan Piala Dunia 2022 itu mahal, dan pertumbuhan ekonomi itu mitos.
JERNIH — Tahun 2010, saat Qatar diumumkan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022, mayoritas penduduk dunia kesulitan menemukan negara kecil itu di peta.
Selusin tahun kemudian, setelah 300 miliar dolar (Rp 4.679 triliun dihabiskan dan serangkaian kontroversi, Qatar seolah muncul dalam peta dunia lewat kampanye pemasaran paling mahal dalam sejarah.
Semua itu akan mencapai puncaknya Minggu 18 Desember, ketika Prancis dan Argentina bertemu di final Piala Dunia 2022. Laga diperkirakan akan disaksikan separuh penduduk dunia.
Pertanyaan tak terhindarkan jelang perhelatan berakhir adalah apakah ekstravaganza itu sepadan untuk tuan rumah dengan kekayaan tak terperi.
Penyelenggara, terutama FIFA, melihat Piala Dunia 2022 sukses dalam banyak hal; erkor penonton TV, penggemar yang bahagia sepanjang perhelatan, dan merek dagang yang berbinar-binar.
Pertanyaan berikut adalah apakah semua itu berdampak jangka panjang bagi Qatar? Terutama ketika segalanya kembali normal, dan di jalan-jalan Doha tidak ada lagi orang lalu-lalang menerikan dukungan kepada negaranya.
Selama perhelatan, 700 ribu fans dari semua negara peserta turun ke Doha. Kini, fans mulai pulang, Doha mulai kosong. Sejumlah pekerja migran juga pulang kampung.
Agen real estate masih ada, tapi kepusingan. Bagaimana mungkin mereka mengatasi persoalan apartemen dan hotel yang kosong, dan stadion tak digunakan lagi.
Skandal Suap
Doha pasti akan sepi setelah laga Prancis-Argentina, tapi di Eropa dan AS kegaduhan baru saja dimulai.
Sejumlah anggota parlemen Eropa ditangkap atas dugaan menerima suap dari pejabat Qatar. Suap itu untuk meredam kritik terhadap Qatar, yang berkaitan dengan penyelenggaraan Piala Dunia.
Di AS, sebuah pengadilan akan digelar dengan sejumlah pejabat olahraga didakwa menerima suap untuk mendukung Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.
Kecurigaan bagaimana Qatar terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 mengemuka sejak 2010. Tepatnya sejak FIFA mengumumkan negara itu sebagai tuan rumah perhelatan sepak bola dunia empat tahunan.
Pertanyaannya, bagaimana mungkin Piala Dunia digelar di salah satu negeri terpanas di dunia? Bagaimana mungkin FIFA menggeser waktu perhelatan dari tengah ke penghujung tahun agar turnamen dimainkan di bawah udara sejuk padang pasir.
Dunia masih meninggu siapa saja yang akan dijebloskan ke penjara oleh pengadilan di Brussels dan AS.
Dari segi bisnis, Christina Philippu — dosen senior keuangan olahraga Universitas Portusmouth di Inggris — mengatakan akan ada keuntungan jangka panjang bagi penduduk lokal Qatar.
“Jika tujuan Piala Dunia 2022 memperkenalkan Qatar ke seluruh dunia, tampaknya tuan rumah gagal,” katanya. “Ini kampanye iklan sangat mahal yang mungkin tidak akan sukses.”
Mengulang Sukses Barcelona?
Ada anggapan Qatar ingin mengulang sukses Barcelona, yang mengalami booming pariwisata setelah menjadi tuan rumah Olimpiade 1992. Namun, Qatar lupa atau tidak melihat kasus Athena dan Portugal yang gagal meningkatkan ekonomi dari sektor pariwisata setelah menjadi tuan rumah Olimpiade dan Euro 2004.
Manfaat ekonomi dengan menjadi tuan rumah Piala Dunia empat tahunan adalah mitos. Bahkan bisa menjadi mimpi buruk jika setelah acara tidak ada lagi dorongan.
Qatar membuktikan mitos itu benar sejak hari pertama penyelenggaraan. Gedung kosong memenuhi distrik bisnis dan pemukiman. Sekitar 765 ribu penggemar mengunjungi negeri itu, padahal targetnya 1,2 juta pengunjung.
Jika ada yang bisa dibanggakan Qatar adalah Piala Dunia 2022 adalah perhelatan paling aman, ramah keluarga, dan dapat diakses pendukung di seluruh dunia. Semua ini berkat satu hal; pembatasan penjualan minuman keras di dalam dan luar stadion.
Lainnya adalah kekerasan sikap Qatar menolak kampanye LGBTQ selama perhelatan. Sesuatu yang dikecam Barat yang munafik, tapi memberi rasa aman kepada orang normal.
Apakah Qatar Masih Menarik?
Tidak jelas apakah Qatar masih menarik bagi wisatawan? Yang pasti, Qatar itu negeri gurun yang tidak memiliki sumber daya alam di sektor pariwisata.
Semua daerah tujuan wisata adalah bentukan, alias dibangun dengan mempertimbangkan selera wisatawan internasional.
Yang juga menyedihkan adalah nasib delapan stadion. Qatar tidak punya kompetisi sepak bola yang mapan, dengan stadion penuh sesak setiap pekan.
Sebelumnya, laga komepetisi sepak bola Qatar dipenuhi penonton bayaran. Mereka terdiri dari para pekerja asal Asia Selatan, yang sebetulnya lebih menyukai kriket.
Orang Arab Saudi pasti tidak akan mengunjungi Lusail Stadion setiap tahun, untuk mengenang tim nasional mereka mengalahkan Argentina. Atau fans Maroko datang ke sejumlah stadion untuk merasakan kembali Atlas Lion mengalahkan Belgia, Spanyol dan Portugal.
Jadi, apa yang akan dilakukan Qatar terhadap semua stadion. Informasinya, dua stadion dipertahankan. Enam lainnya diperkecil atau disulap menjadi hotel, pusat perbelanjaan, dan lainnya.
Bahwa menyelenggarakan Piala Dunia itu mahal, dan pertumbuhan ekonomi yang menyertainya adalah mitos.