Pilpres AS Jadi Sasaran Serangan Peretas China, Rusia dan Iran
JERNIH – Pemilihan presiden AS menjadi sasaran para peretas alias hacker seluruh dunia. Microsoft mengaku telah menggagalkan serangan siber dari China, Rusia, dan Iran, yang menargetkan kampanye calon presiden AS, baik dari partai Republik maupun Demokrat.
Raksasa teknologi itu berjuang melindungi keamanan pemilu AS kurang dari dua bulan menjelang pemungutan suara. Microsoft menyebut pelaku kejahatan siber telah mengincar staf kampanye Presiden Donald Trump dan saingannya dari Partai Demokrat, Joe Biden, sebagai target serangan
“Dalam beberapa pekan terakhir, Microsoft telah mendeteksi serangan dunia maya yang menargetkan orang dan organisasi yang terlibat dalam pemilihan presiden mendatang, termasuk serangan yang gagal terhadap orang-orang yang terkait dengan kampanye Trump dan Biden,” kata Tom Burt, Corporate Vice President Microsoft, seperti dilansir AFP.
Menurut Tom Burt, serangan ini memperjelas bahwa kelompok asing tersebut telah meningkatkan upaya target mereka yaitu pemilu 2020. Serangan ini sejalan dengan apa yang telah dilaporkan oleh pemerintah AS dan lainnya.
Microsoft pun meyakini bahwa para pelaku juga aktif menyerang sejumlah lembaga dan organisasi, konsultan, serta partai politik di Eropa. Microsoft mengidentifikasi serangan tersebut berasal dari kelompok berbasis di Rusia bernama Strontium, yang menurut Burt, telah menyerang lebih dari 200 organisasi.
Sedangkan kelompok berbasis di China, masih kata Burt, telah menyerang orang-orang ternama yang terkait dengan pemilu, termasuk mereka yang terkait dengan Joe Biden dan pemimpin terkemuka dalam komunitas internasional.
Sementara itu, grup berbasis di Iran yang dijuluki Fosfor telah menargetkan akun pribadi orang-orang yang terkait dengan kampanye Trump, menurut Microsoft. “Mayoritas serangan ini terdeteksi dan dihentikan oleh alat keamanan yang terpasang di produk kami,” kata Burt.
“Kami telah memberi tahu secara langsung mereka yang menjadi sasaran atau disusupi sehingga mereka dapat mengambil tindakan untuk melindungi diri mereka sendiri,” dia menambahkan.
Sementara itu, Twitter mengumumkan bahwa mulai pekan depan akan menerapkan kebijakan untuk menghapus informasi palsu atau menyesatkan yang dimaksudkan untuk merusak kepercayaan publik terhadap pemilu, termasuk klaim kemenangan yang belum diverifikasi.
Google juga akan mengambil langkah-langkah untuk memastikan fitur pencarian ‘lengkapi otomatis’ terhindar dari klaim salah atau menyesatkan. [*]