Crispy

Rehabilitasi Warga Binaan, Solusi Ditjenpas Tekan Kelebihan Huni di Lapas

JAKARTA—Kelebihan tingkat huni dan over kapasitas di lapas dan rumah tahanan telah lama menjadi persoalan klasik dunia pemasyarakatan, tak hanya di Indonesia. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM menilai rehabilitasi warga binaan pemasyarakatan (WBP) bisa menjadi solusi efektif persoalan tersebut.

Untuk itu Ditjenpas terus menggenjot rehabilitasi WBP di berbagai lapas, rutan dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Dengan target merehabilitasi 21.540 WBP pada 2020-2024, Ditjenpas merasa perlu melakukan persiapan rehabilitasi di 49 lapas, LPKA dan Rumah Sakit  Pengayoman.

Persiapan untuk mengejar target tersebut di antaranya dengan menggelar Konsultasi Teknis (Konstek) dengan tajuk “Therapheutic Community berbasis Pemasyarakatan” pada 3-5 Desember 2019 di Hotel Mercure Batavia, Jakarta.

“Layanan rehabilitasi narkotika di UPT Pemasyarakatan, pada 2020 mendatang  termasuk ke dalam program prioritas nasional,” kata Dirjenpas Sri Puguh Budi Utami, saat membuka acara tersebut. Menurut Dirjen Utami, RPJMN tahun 2020-2024 menargetkan 21.540 orang WBP bisa mendapatkan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan pada 49 lapas, LPKA dan RS Pengayoman.

Utami menegaskan, Konstek tersebut selain merupakan upaya penguatan kapasitas petugas pemasyarakatan yang akan melaksanakan program rehabilitasi, juga merupakan upaya optimalisasi pelaksanaan layanan rehabilitasi narkotika bagi WBP di UPT Pemasyarakatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2020.

“Peserta konstek akan dilatih sebagai pelaksana dan fasilitator rehabilitasi narapidana narkoba kategori pengguna, sehingga diharapkan narapidana tersebut dapat pulih dari ketergantungan terhadap narkoba dengan rehabilitasi medis dan sosial yang diberikan,”ujar Utami menambahkan.

Sejak memegang amanah sebagai direktur jenderal pemasyarakatan, Utami yang merupakan Dirjen PAS perempuan pertama itu memang memberikan perhatian lebih kepada napi narkoba. Ia sempat mengemukakan, perhatiannya tersebut diberikan karena jumlah tahanan dan narapidana narkotika saat ini telah mencapai 123.023 orang atau 45,84 persen dari total penghuni laps dan rutan yang berjumlah 268.355 orang.

“Inilah yang nyata-nyata telah menjadi salah satu penyebab overcrowding di lapas dan rutan,” ujar Utami.

Lebih jauh Utami mengemukakan, terobosan hukum berupa pemberian amnesti bagi narapidana penyalahguna narkotika juga disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, dalam ‘Rapat Capaian Rencana Aksi Tahun 2019-2020’ dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, akhir November lalu. Saat itu Menkumham menekanakan, pemberian grasi atau amnesti tersebut bertujuan agar penyalahguna dapat melaksanakan rehabilitasi di luar lapas.

“Pak Menteri menyampaikan bahwa terobosan hukum itu untuk mengurangi angka overcrowded. Nantinya setelah keluar, keluarga wajib memberikan rehabilitasi. Bagi yang tidak mampu, negara berkewajiban mengirim mereka ke tempat rehabilitasi di Kemensos,” kata Utami.

Namun Utami mewanti-wanti untuk memperhatikan paradigma yang hidup di masyarakat. Pasalnya, penyalahgunaan narkotika merupakan health problem atau masalah kesehatan. “Jadi rehabilitasi merupakan sebuah jawaban kebutuhan narapidana penyalahguna narkotika,” uajar Utami.

Namun demikian, upaya menjelaskan bahwa terobosan hukum tersebut tidak serta- merta diberikan kepada semua narapidana penyalahguna narkotika. “Kita lihat dulu, bagaimana hukuman mereka yang termasuk pecandu, penyalahguna dan korban penyalahguna. Apakah memungkinkan atau tidak untuk diusulkan mendapatkan amnesti,”kata Utami. [ ]

Back to top button