Saudi Ancam Aneksasi Israel Bisa Gagalkan Normalisasi dengan Negara-negara Arab

Peringatan Saudi ini bertepatan dengan gelombang pengakuan resmi Negara Palestina oleh beberapa negara Barat, yang membuat setiap langkah aneksasi menjadi lebih menegangkan secara politik di panggung internasional.
JERNIH – Arab Saudi telah mengirim pesan rahasia ke Israel sebagai peringatan bahwa setiap langkah mencaplok wilayah di Tepi Barat yang diduduki, termasuk Lembah Yordan, akan menutup pintu bagi normalisasi dengan negara-negara Arab. Tindakan Israel itu juga dapat mempengaruhi Perjanjian Abraham.
Pesan tersebut, seperti laporan yang disiarkan Minggu (21/0/2025) oleh Channel 12, digambarkan sangat sensitif bahkan Arab Saudi sempat memperingatkan bahwa aneksasi dapat memicu tindakan ekonomi, “seperti menutup wilayah udara,” kata saluran Israel tersebut.
Lembaga penyiaran publik Israel Kan 11 mengutip sumber yang dekat dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa “masalah penerapan kedaulatan di Lembah Yordan akan dibahas dengan Presiden AS Donald Trump.”
Sumber-sumber diplomatik yang dikutip saluran tersebut mengatakan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio telah memberikan “lampu hijau” untuk melanjutkan kunjungannya baru-baru ini, dengan keputusan akhir diharapkan setelah Netanyahu bertemu Trump.
Saluran 12 Israel juga melaporkan bahwa pejabat senior Eropa memperingatkan rekan-rekan Israel mereka bahwa setiap upaya untuk mencaplok wilayah tersebut, terutama di tengah meningkatnya pengakuan terhadap negara Palestina, “dapat menghancurkan apa yang telah dibangun di Timur Tengah dalam hal perjanjian damai.”
Peringatan Saudi muncul saat perdebatan semakin intensif di wilayah pendudukan Israel mengenai rencana jangka panjang untuk memperluas kedaulatan ke Lembah Yordan dan sebagian Tepi Barat, sebuah proposal yang berulang kali dilontarkan Netanyahu, terutama selama kampanye pemilu.
Kontroversi ini bertepatan dengan gelombang pengakuan resmi Negara Palestina oleh beberapa negara Barat, yang membuat setiap langkah aneksasi menjadi lebih menegangkan secara politik di panggung internasional.
UEA Bakal Menurunkan Hubungan dengan Israel
Reuters melaporkan sebelumnya, Uni Emirat Arab (UEA) sedang mempertimbangkan penurunan hubungan dengan Israel jika pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu melanjutkan aneksasi seluruh atau sebagian Tepi Barat yang diduduki. Laporan itu muncut menurut tiga orang sumber yang mengetahui diskusi internal Abu Dhabi.
UEA adalah salah satu dari sedikit negara Arab yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel. Pembatalan apa pun hubungan Israel-UEA akan menjadi pukulan telak bagi “Abraham Accords”, kesepakatan yang ditengahi AS pada 2020 yang dipuji sebagai kemenangan kebijakan luar negeri bagi Donald Trump dan Netanyahu.
Langkah-langkah kebijakan Israel baru-baru ini telah memicu kekhawatiran bahwa aneksasi akan segera menjadi agenda. Wilayah tersebut, yang direbut dalam perang 1967 bersama dengan Al-Quds Timur, masih dianggap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sebagian besar negara sebagai wilayah yang diduduki secara ilegal.
Bagi Netanyahu, yang koalisinya bergantung pada faksi-faksi ekstremis, aneksasi dapat menjadi isu penggalangan dana sebelum pemilu yang diperkirakan akan berlangsung tahun depan. Abu Dhabi telah memperingatkan bahwa langkah semacam itu akan melewati batas merah.
Sumber-sumber tersebut mengindikasikan bahwa meskipun pemutusan hubungan secara menyeluruh tidak sedang dipertimbangkan, tindakan seperti menarik duta besar sedang dipertimbangkan.
Kesepakatan Normalisasi Terancam
Para pejabat Emirat telah vokal menyuarakan ketidakpuasan mereka. Lana Nusseibeh, perwakilan UEA di Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengatakan kepada Reuters dan media Israel awal bulan ini bahwa aneksasi akan membahayakan Kesepakatan Abraham dan mengakhiri upaya integrasi regional.
Anwar Gargash, penasihat Presiden Sheikh Mohamed bin Zayed, melangkah lebih jauh setelah serangan Israel di Qatar pekan lalu, menyebut serangan itu berbahaya. Serangan udara tersebut memicu pertemuan puncak darurat negara-negara Muslim di Qatar, yang mengeluarkan komunike mendesak para anggota mempertimbangkan kembali hubungan diplomatik dan ekonomi mereka dengan Israel.
Dengan berakhirnya janji Netanyahu sebelumnya untuk menunda aneksasi selama empat tahun berdasarkan Perjanjian Abraham, para menteri dalam kabinetnya mendesaknya untuk melangkah maju, sebuah langkah yang berisiko merusak salah satu hubungan regional Israel yang paling strategis dan penting.






