Sejarah Panjat Pinang: Diciptakan di Belgia, Dimodifikasi di Prancis, Dibawa Daendels ke Hindia Belanda
- Ulang tahun pernikahan Napoleon Bonaprte Marie Louise dimeriahkan panjat pinang.
- Perayaan tahun pertama Pertempuran Waterloo juga dimeriahkan dengan panjat pinang.
JERNIH — Biasanya, setiap HUT Kemerdekaan RI, muncul pro-kontra soal panjat pinang. Namun, belum ada penelitian bagaimana permainan satu ini tiba di Indonesia dan menjadi bagian perayaan kemerdekaan.
Sebagian orang mengatakan panjat pinang adalah simbol eksploitasi tuan penjajah terhadap inlander atau pribumi. Lainnya mengatakan itu hanya permainan hiburan, dan tidak mengandung semangat eksploitasi.
Asumsi panjat pinang simbol eksploitasi didasarkan pada film dan foto-foto lama yang memperlihatkan para tuan penjajah cekikikan menyaksikan pribumi menaiki tiang berminyak untuk mendapatkan hadiah. Berbeda dengan balap karung dan tarik tambang, panjat pinang di Hindia Belanda tidak melibatkan kulit putih Belanda dan Eropa sebagai peserta.
Panjat Tiang, Panjat Pinang (Vidio Klik di Sini)
Orang Belanda menyebutnya Mastklimmen, yang artinya pendakian tiang atau panjat tiang. Pribumi lebih suka menamakannya panjang pinang. Kedua penyebutan punya latar sejarah.
Emanuel van Meteren, dalam Nederlandtsche Historie, menulis; tiang-tiang besar dilumasi, dan hadiah-hadiah berharga ditempatkan di atasnya pada festival perdamaian yang diikuti berbagai bangsa di Antwerpen — saat ini kota di Belgia — di bulan April 1559.
Seratus tahun kemudian, tepatnya tahun 1660, seorang penjual buah di pasar Bruges — kini Brugge, sebuah kota di Belgia — mempersembahkan tiang kapal untuk permainan panjat pada perayaan perdamaian resmi.
Pada akhir abad ke-17, masih menurut Van Meteren, panjat tiang merupakan hiburan populer yang selalu ada dalam program pekan raya desa. Di kota-kota, festival — dengan acara panjat tiang untuk menambah kemeriahan — diadakan di lingkungan kelas pekerja.
Namun, puncak keemasan panjat tiang di Eropa terjadi di era Napoleon Bonaparte. Di Belanda, yang saat itu diduduki Prancis, pemanjat tiang tampil berkelompok dengan seragam warna-warni.
Prancis ketularan permainan ini. Pada perayaan besar 14 Juli 1801 di Paris, Prancis memperkenalkan mait de cocagne, yang artinya panjat pinang. Sebab, yang digunakan bukan lagi kayu bulat atau tiang kapal, tapi batang sejenis pohon pinang.
Cocagne adalah sejenis pohon penghasil buah untuk zat pewarna. Pohon menjulang tinggi, dengan dedaunan dan buah bergerombol di atasnya. Pohon ini banyak tumbuh di wilayah yang menggunakan namanya, yaitu Pays de Cocagne atau Lembah Pinang.
Referensi lebih jelas tentang cocagne terlihat dalam lukisan Francisco de Goya tahun 1787 yang berjudul Le Mait de cocagne. Dalam lukisan terlihat dua orang mendaki sebatang lurus pohon, dengan sedikit daun di atasnya.
Sejak saat itu, panjat tiang berubah menjadi panjat pinang. Namun, orang Belanda tetap menggunakan kata mastklimmen untuk tidak melupakan bagaimana permainan itu berawal.
Pada perayaan ulang tahun perkawinan Napoleon Bonaparte dan Marie Louise, 23 April 1810, seluruh kota yang ditaklukan Prancis menggelar perayaan dengan panjat pinang sebagai bagian penting. Di Brugge, misalnya, batang pinang didirikan di Market Square, di atasnya terdapat hadiah bernilai 100 franc.
Pada 18 Juni 1816, saat memperingati tahun pertama Pertempuran Waterloo, Belgia menggelar pesta besar dengan hadiah menggiurkan untuk para pemanjat pinang.
Panjat Pinang di Indonesia
Prancis, Spanyol, Inggris, Inggris dan Belanda, membawa permainan ini ke Asia dan Amerika Selatan. Di India, Inggris memperkenalkan panjat pinang ke orang-orang Tamil. Spanyol menggunakan panjat pinang untuk memeriahkan perayaan di Amerika Selatan.
Belum ditemukan catatan era VOC tentang panjat tiang atau panjat pinang. Arsip foto dan catatan tentang mastklimmen di Hindia Belanda berasal dari abad ke-19 dan 20, sedangkan ksistensi VOC berakhir di penghujung abad ke-18, tepatnya tahun 1799.
Jika mengacu pada fakta bahwa panjat pinang populer di sekujur Eropa era Napoleon, bukan tidak mungkin permainan ini masuk ke Hindia Belanda bersama kedatangan Herman Willem Daendels tahun 1807.
Saat itu Belanda jatuh ke tangan Prancis. Daendels datang ke Hindia-Belanda membawa mandat Napoleon Bonaparte. Artinya, Hindia Belanda secara de jure adalah jajahan Prancis.
Sebagai orang Belanda kepecayaan Napoleon, Daendels membawa semangat Revolusi Prancis ke tanah jajahan. Ia juga membawa budaya Prancis; memperkenalkan trotoir (trotoar – red), plafond (plafon – red) dan reservoir (reservoa – red).
Belum ditemukan catatan bagaimana panjat pinang atau panjat tiang digunakan untuk memeriahkan suatu acara atau festival di era Daendels. Belum juga ada artikel yang membahas panjat pinang di era Thomas Stanford Raflles.
Arsip foto, film, dan tulisan soal panjat pinang yang mewarnai sejumlah situs berasal dari abad ke-19 dan 20, ketika permainan ini digunakan dalam pesta rakyat untuk memperingati hari-hari penting dalam kalender Belanda, misal ulang tahun ratu atau raja, penobatan ratu atau raja, dan lainnya.
Pada perayaan itu, tuan tanah menggelar panjat pinang, dengan para buruh sebagai pesertanya. Di kota-kota besar, panjat pinang muncul di pesta rakyat di alun-alun kota, dengan pemanjatnya adalah pribumi.
Orang Belanda dan kulit putih hanya menjadi penonton. Mereka tak ingin berkotor-kotor dengan minyak dan sabun hanya untuk meraih hadiah di puncak batang pinang.
Panjat pinang lenyap ketika Jepang datang. Maklum, tuan tanah Belanda digiring ke kamp interniran dan hidup berdesak-desakan. Yang tak beruntung menjadi pekerja paksa alias Romusha.
Setelah Jepang hengkang, panjat pinang muncul lagi. Di Negara, kota di Bali, panjat pinang ditampilkan di sebuah sekolah saat Hari Ratu pada tahun 1946. Di beberapa kota dengan situasi keamanan stabil, panjat pinang juga muncul lagi.
Berghapedia, atau ensiklopedia van het land van Bergh, mencatat panjat pinang muncul pada hari ulang tahun Ratu Wilhelmina, 31 Agustus 1948, di sejumlah kota di Indonesia.
Joseph Berendsen, dalam Indiedagboek deel 2, menulis tentang serdadu KNIL yang menggelar panjat pinang di Desa Palahlar, Tasikmalaya tahun 1948. Batang pinang didirikan di lapangan sepak bola, masyarakat dilibatkan sebagai pemanjat.
Berendsen mencatat itulah kali terakhir orang Belanda menggelar panjat pinang di tanah jajahan. Tahun berikutnya, HUT Ratu Wilhelmina tanpa perayaan. Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) berakhir, Belanda harus angkat kaki dari Indonesia.
Belanda mewariskan panjat pinang ke bangsa Indonesia, dan kita menggunakannya setiap tahun sampai Perayaan HUT Kemerdekaan ke-79.