Crispy

Sembilan Tewas dan Belasan Luka-luka Akibat Bom Mobil di Kabul

Tidak ada yang mengaku bertanggung jawab, dan Taliban kembali dituding berada di belakang ledakan itu.

JERNIH– Sebuah bom mobil yang menargetkan seorang politisi Afghanistan menewaskan sembilan orang dan melukai lebih dari selusin lainnya di Kabul, Minggu (20/12). Ini adalah serangan terbaru yang mengguncang ibu kota Afghanistan tersebut.

Kabul dilanda gelombang kekerasan mematikan dalam beberapa bulan terakhir meskipun Taliban dan pemerintah terlibat dalam pembicaraan damai untuk mengakhiri konflik panjang di negara itu.

Pengeboman hari Minggu menargetkan anggota parlemen, Khan Mohammad Wardak,  yang terluka dalam serangan itu. “Sembilan orang tewas dan 20 lainnya luka-luka akibat bom mobil itu,” kata Menteri Dalam Negeri Masoud Andrabi kepada wartawan. Dia menambahkan bahwa semua korban adalah warga sipil.

Dalam pernyataan terpisah Kementerian Dalam Negeri mengatakan, wanita dan anak-anak termasuk di antara mereka yang terluka oleh “serangan teroris” tersebut. Sumber keamanan mengatakan bom mobil meledak di barat ibu kota.

“Itu adalah ledakan dahsyat yang juga merusak rumah-rumah di sekitarnya,” kata sumber itu.

Rekaman televisi menunjukkan setidaknya dua mobil terbakar, dengan asap hitam tebal membumbung ke langit. Seorang asisten Wardak mengatakan, serangan itu terjadi ketika dia dalam perjalanan dalam konvoi, dan lima pengawal termasuk di antara yang terluka.

“Musuh Afghanistan melakukan serangan teroris terhadap Khan Mohammad Wardak,” kata Presiden Ashraf Ghani dalam sebuah pernyataan yang mengutuk pemboman tersebut. “Serangan teroris terhadap sasaran dan fasilitas sipil akan membahayakan kesempatan perdamaian.”

Sejauh ini tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, dan Taliban membantah keterlibatan mereka. ISIS telah mengaku bertanggung jawab atas beberapa serangan baru-baru ini di Kabul.

Puluhan orang, kebanyakan mahasiswa, tewas ketika jihadis ISIS menyerang dua pusat pendidikan, termasuk satu di Universitas Kabul manakala orang-orang bersenjata melepaskan tembakan ke ruang kelas. Kelompok itu juga mengklaim serangkaian serangan roket baru-baru ini di dan sekitar Kabul.

Minggu malam, ledakan bom pinggir jalan di Kabul barat menewaskan satu warga sipil, kata polisi.

Kabul telah menyaksikan serentetan pembunuhan terarah terhadap tokoh-tokoh terkemuka dalam beberapa bulan terakhir, termasuk pejabat tinggi, jurnalis, ulama, politisi, dan aktivis hak asasi. Pekan lalu, seorang wakil gubernur Provinsi Kabul tewas,  ketika sebuah bom yang terpasang di kendaraannya meledak dalam perjalanan ke tempatnya bekerja.

Wakil Presiden Amrullah Saleh, penentang kuat Taliban, ditunjuk Oktober lalu untuk memimpin satuan tugas untuk mengekang kekerasan di Kabul.

“Program Saleh sangat populer di kalangan orang-orang di ibu kota, yang mendorong Taliban untuk melancarkan serangan baru dalam upaya untuk mendiskreditkan dia,” kata Sayed Nasir Musawi, seorang analis politik independen yang berbasis di Kabul.

Bom mobil hari Minggu terjadi hanya dua hari setelah 15 anak tewas dan banyak lagi yang terluka, ketika sebuah sepeda motor yang sarat dengan bahan peledak meledak di dekat pertemuan keagamaan di bagian terpencil Provinsi timur Ghazni. Taliban disalahkan dalam insiden ini. Taliban telah membantah terlibat.

Kekerasan telah meningkat di beberapa provinsi di Afghanistan tahun ini. Serangan oleh Taliban telah menewaskan hampir 500 warga sipil dan melukai lebih dari 1.000 lainnya hanya dalam tiga bulan terakhir, kata kementerian dalam negeri pada hari Sabtu.

Utusan AS Zalmay Khalilzad yang merundingkan kesepakatan penting untuk Washington dengan Taliban awal tahun ini mengutuk “kekerasan tingkat tinggi” dalam serangkaian tweet setelah ledakan Ghazni. “Kami mengutuk semua orang yang memberi wewenang dan melakukan serangan semacam itu di Afghanistan, menciptakan teror dan pertumpahan darah,” katanya. “Kami menyerukan semua pihak untuk mengurangi kekerasan dan bergerak cepat ke gencatan senjata.”

Perundingan perdamaian–yang dibuka September lalu di ibu kota Qatar, Doha– saat ini sedang jeda hingga awal Januari. [South China Morning Post]

Back to top button