Seorang Perempuan Hamil Gugur di Gaza, Kelaparan Buatan Makin Mencekam

Secara keseluruhan, sumber medis melaporkan setidaknya 59 orang tewas dalam serangan Israel di seluruh Jalur Gaza pada hari Senin. Sejak perang dimulai pada Oktober 2023, lebih dari 63.000 warga Palestina telah gugur.
JERNIH – Serangan militer Israel di Kota Gaza terus memicu kepanikan dan kehancuran. Dalam salah satu insiden paling tragis, seorang wanita hamil dilaporkan tewas dalam serangan di dekat kamp pengungsi Shati, di saat militer Israel memperketat serangannya di kota tersebut.
Menurut sumber medis dari Rumah Sakit al-Shifa di Gaza City, serangan pada hari Senin (1/9/2025) itu juga menewaskan seorang anak lainnya. Selain itu, serangan udara di sebuah pasar yang ramai di jalan Nasser menyebabkan sedikitnya empat orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka, menciptakan pemandangan kekacauan total.
Wartawan Al Jazeera, Moath al-Kahlout, menggambarkan situasi di lapangan sebagai “panik”. “Mereka tidak tahu harus berbuat apa dan ke mana harus pergi. Mereka mencoba mencari tempat yang lebih aman, tetapi tentara Israel terus menyerang setiap sudut kota,” katanya.
Di bagian selatan kota, lingkungan Zeitoun dan Sabra juga terus digempur. Sejak Israel memulai serangan besar-besaran bulan lalu, lebih dari 1.000 bangunan telah rata dengan tanah di sana, menewaskan 10 orang pada hari Senin saja.
Secara keseluruhan, sumber medis melaporkan setidaknya 59 orang tewas dalam serangan Israel di seluruh Jalur Gaza pada hari Senin. Sejak perang dimulai pada Oktober 2023, lebih dari 63.000 warga Palestina telah gugur.
Ancaman Ganda: Perang dan Kelaparan Buatan
Di tengah gempuran militer, penduduk Gaza kini menghadapi ancaman ganda yang mematikan: perang dan kelaparan. Blokade yang diberlakukan Israel selama berbulan-bulan telah memicu krisis kemanusiaan yang parah.
Pada hari Senin, tiga bayi dilaporkan meninggal akibat kelaparan. Sejak perang dimulai, anak-anak menyumbang lebih dari sepertiga dari hampir 350 kematian akibat kelaparan dan kekurangan gizi di Gaza.
Meskipun demikian, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak laporan dari Integrated Food Security Classification (PIC), sebuah otoritas global terkemuka, yang menyatakan bahwa kelaparan sedang terjadi di Gaza. Netanyahu menyebut laporan itu sebagai “kebohongan besar”.
Pernyataan berbeda datang dari Sekretaris Negara Inggris untuk Urusan Luar Negeri, David Lammy, yang mengakui deklarasi PIC. Ia menyatakan “marah” kepada Israel karena tidak mengizinkan bantuan yang cukup masuk. “Ini bukan bencana alam, ini adalah kelaparan buatan manusia di abad ke-21,” kata Lammy, menyerukan respons kemanusiaan besar-besaran untuk mencegah lebih banyak kematian.
Kemarahan di Israel dan Peringatan Militer
Sementara duka menyelimuti Gaza, di Israel, kemarahan juga muncul dari warga yang berduka. Saat pemakaman Idan Shtivi dan Ilan Weiss, dua sandera yang jasadnya ditemukan dalam operasi militer, banyak warga menyuarakan kekecewaan terhadap pemerintah yang dianggap gagal mencapai kesepakatan untuk mengakhiri pertempuran dan membebaskan sandera yang tersisa.
“Ini adalah kengerian, kesedihan mendalam, dan kemarahan yang tak terlukiskan… terhadap sandera, terhadap mereka yang gugur, terhadap tentara yang dikirim kembali ke Gaza,” kata seorang pelayat, Ruti Taro. Ia menambahkan, “Tidak ada yang tahu alasannya, kecuali penguasa yang haus kekuasaan.”
Situs berita Israel, Ynet, melaporkan bahwa Kepala Staf Angkatan Darat Israel, Eyal Zamir, telah memperingatkan Perdana Menteri Netanyahu terkait rencananya untuk mengambil alih Gaza tanpa rencana pasca-perang yang jelas. “Anda sedang menuju pemerintahan militer,” kata Zamir. “Rencana Anda mengarahkan kita ke sana. Pahami implikasinya.”
Saat ini, sekitar satu juta penduduk Gaza City, yang sebagian besar telah mengungsi berkali-kali, kembali dipaksa keluar dari rumah mereka tanpa adanya zona aman untuk melarikan diri di tengah serangan Israel yang tak henti-hentinya.